Jakarta, Padangkita.com - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori menilai struktur kelembagaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang diisi oleh 25 anggota sangat gemuk. Sebab anggaran yang diberikan pemerintah hanya Rp8 miliar, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi efektivitas kinerja lembaga tersebut.
“Saya pikir BWI ini terlalu besar di kepala, sedangkan badannya kecil. Saya akui lembaga ini memiliki gagasan besar tentang wakaf, namun dari 25 orang ini berapa yang bekerja? Saya yakin, dengan model struktur kelembagaan seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah wakaf,” kritik Bukhori dalam keterangan persnya, Senin (24/1/2021) dikutip Padangkita.com dari laman dpr.go.id.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini menilai pemerintah tidak serius dalam mengelola wakaf di Indonesia, sehingga dirinya mengusulkan agar BWI dibubarkan. Bukhori juga menyinggung masalah kelembagaan BWI yang terkesan menjadi objek rangkap jabatan oleh pejabat Kementerian Agama.
“Berkali-kali disampaikan, persoalan wakaf ada pada nazhirnya. Wakaf kita bisa berdaya, produktif, dan profesional karena kinerja nazhirnya. Selain itu, pemerintah melalui Kemenkeu pernah mengatakan wakaf tunai berpotensi membantu pertumbuhan ekonomi, namun kenapa Kemenkeu enggan mengurus hal ini?” ujarnya.
Legislator dapil Jawa Tengah I ini pesimis melihat model badan wakaf seperti itu. Pasalnya, dengan struktur kelembagaan yang gemuk, ditambah anggaran dari pemerintah yang minim, dinilai hanya akan membuat program strategis wakaf yang telah dicanangkan menjadi tidak realistis untuk diwujudkan. Oleh karena itu Bukhori mengusulkan kepada pemerintah supaya struktur kelembagaan BWI didesain secara rasional.
Baca Juga : Baznas Sumbar Salurkan Zakat Bantuan Pendidikan Rp335 Juta Untuk Siswa SMA dan SLB di Pasbar
“Saya usulkan kepada pemerintah supaya rasional, terutama Kementerian Agama. Jangan jadikan BWI sebagai tempat duduk kedua. Semuanya dari sana, akhirnya yang kerja tidak ada. Saya pun pesimis melihat model badan wakaf seperti ini. Bayangkan dengan anggaran hanya Rp8 miliar, diisi oleh 25 anggota, ditambah program dengan berbagai divisinya, lalu berapa kebagiannya? Untuk program literasi saja belum tentu ter-cover. Maka bisa dikatakan, lembaga ini diberikan tugas yang besar, tapi dibuat sulit bergerak,” kritiknya. [*/Pkt]