Puan menyebut, dalam berpolitik benturan berbagai kepentingan lumrah terjadi. Hal ini mengingat proses pengambilan keputusan kolektif yang semuanya berkaitan dengan institusi negara, kepentingan publik, serta distribusi kekuasaan, kekayaan dan sumber daya.
“Dalam berpolitik untuk mengendalikan tatanan sosial, ekonomi, budaya, dan politik, maka kita membutuhkan Ideologi sebagai Meja Statis dan Leidstar Dinamis,” kata Puan.
Meja statis yang dimaksud adalah satu dasar yang statis dan dapat mengumpulkan seluruh elemen bangsa. Sementara Leidstar Dinamis maksudnya adalah penuntun arah perjalanan bangsa.
Puan lalu menjelaskan rumusan susunan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Lima prinsip dasar falsafah Indonesia itu yakni Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sejak Proklamasi, 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa, telah merancang pengelolaan kekuasaan negara yang demokratis, dimana terdapat pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” urai mantan Menko PMK itu.
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui fungsi-fungsi MPR RI, DPR RI, DPD RI, Pemerintah, serta Kekuasaan Kehakiman, dengan tata pengelolaan kekuasaan yang menganut prinsip check and balances,” imbuh Puan.
Adapun sistem ketatanegaraan dengan prinsip checks and balances di Indonesia merupakan wujud penyelenggaraan negara yang demokratis. Puan menerangkan, demokrasi di Indonesia berjiwakan pada Pancasila sehingga kebijakan negara diarahkan untuk mempersatukan seluruh rakyat, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan seluruh rakyat, serta mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa.
“Politik pembangunan Indonesia berdasarkan ideologi Pancasila, yang dapat menciptakan Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat, adalah dengan Haluan Politik Trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ucapnya.
Meski begitu, kata Puan, bukan berarti Indonesia anti budaya asing. Ia menegaskan, Indonesia tidak dapat mengisolasi diri dari interaksi budaya asing sebagai bagian dari masyarakat dunia.
“Akan tetapi dengan kepribadian jiwa bangsa yang kuat, maka budaya asing yang positif akan kami saring dan apabila bersesuaian dengan kepribadian bangsa Indonesia akan kami larutkan dalam kebudayaan nasional,” terang Puan.
Kemajemukan budaya Indonesia yang tenteram dan damai disebut dapat menyumbang inspirasi kepada dunia bahwa kemajuan bangsa dan kearifan tradisi Indonesia yang plural tidak saling menegasikan, apalagi meniadakan satu sama lain. Puan menyatakan perbedaan dan kemajemukan budaya lokal merupakan tamansari budaya dunia.
“Prioritas pada agenda Pembangunan Manusia Indonesia diarahkan pada upaya meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia, yang meliputi akhlak, knowledge, skills, expertise, dan etos kerja, serta kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa melalui perbaikan kinerja sektor kesehatan, pendidikan, R and D (penelitian dan pengembangan),” ujarnya.
“Hal ini sangat penting karena pemulihan ekonomi dan transformasi struktural ekonomi hanya akan berhasil jika didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta kapasitas IPTEK dan inovasi yang mumpuni,” tambah Puan.