Dia naik pitam, hingga diajaknya pengemis itu berduel di dalam kedainya.
“Dari cerita yang saya dapat, mereka ‘bacakak’ (berkelahi) satu lawan satu di dalam kedai Alam Basifat yang pintunya ditutup. Namun, dalam ‘bacakak’ itu, Alam Basifat kalah dari orang itu. Dari situlah akhirnya muncul niat Syekh Kumango untuk mengikuti (belajar) kepada orang tersebut,” ungkap Iis Zamora.
Namun, kata Iis, siapa pengemis yang “menyamar” itu tidak terungkap identitasnya.
Dari sumber lain diceritakan, pada suatu waktu saat Alam Basifat berdagang di Padang, ada seorang kakek yang membuatnya marah karena selalu nyinyir meminta uang.
Sehingga membuat Alam Basifat marah dan hendak menghajar si kakek.
Rupanya, sekeras apapun usaha Alam Basifat memukul, si kakek tetap bisa menghindar. Pukulan Alam Basifat tak penah mengenai sasaran. Sehingga, akhirnya, Alam Basifat minta berguru kepada si kakek.
Namun si kakek mengajukan persyaratan yang cukup sulit. Alam Basifat diajak si kakek bertemu lagi di Makkah.
Kala itu, Alam Basifat pergi ke Makkah lewat darat melintasi daerah demi daerah dan negara demi negara. Dari Kampung ke Sumatera Utara, Aceh, kemudian menyeberang ke Thailand, hingga akhirnya ke Kota Suci Makkah.
Alam Basifat belajar berbagai ilmu termasuk tentunya agama Islam di Makkah hingga belasan tahun. Dia kembali ke kampung dengan menyandang nama Abdurrahman, lengkapnya Syekh Abdurrahman Kumango Al-Samani Al-Khalidi.
Sesampai di Kumango, dia kemudian mendirikan surau yang kemudian bernama Surau Subarang, yang sekarang berada di Jorong Kumango Selatan. Atau sekitar lebih kurang 500 meter dari Kantor Wali Kumango saat ini.
"Di Surau itulah kemudian dia mengajarkan ilmu agama serta gerakan ilmu bela diri atau silat. Ilmu agama dan bela diri dipadukan, silat lahir dan bathin yang kemudian menjadi Silek Kumango. Beliau waktu menjadi Syekh kala itu sudah berumur sekira 50-an tahun," tutur Iis Zamora.