Catatan Soal Bank Syariah dan Harapan Buat Bank Nagari Syariah

Catatan Soal Bank Syariah dan Harapan Buat Bank Nagari Syariah

Dr. H. Muhammad Rahmad, S.Ag, MM, MITM, Praktisi usaha dan pemerhati Bank Syariah. [Foto; Ist.]

ADA alibi bahwa bank konvensional riba, lalu bank syariah tidak riba! Ketika bank syariah lahir pertama kali (Bank Muamalat) yang dibidani oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) 1 November 1991, kehadirannya disambut gegap gempita.

Anggota ICMI termasuk dosen-dosen perguruan tinggi, jemaah haji Indonesia, organisasi-organisasi Islam, turut ramai-ramai menyumbang modal uang dan pikiran untuk kehadiran Bank Muamalat itu.

Pemodal dibagi dalam beberapa kelompok, lalu ada bagian saham masing-masing di samping ada saham besar milik pemodal utama. Bank Muamalat bergerak dan tumbuh cepat waktu itu.

Melihat pohon Bank Muamalat ini tumbuh subur, insting bersaing pun mulai muncul di bank konvensional BUMN dan Swasta. Semua bank ramai-ramai mendirikan bank syariah yang induknya adalah bank konvensional yang dilabel riba tadi itu. Termasuk Bank Nagari sebagai bank konvensional, yang kemudian karena aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terpaksa memilih jalan syariah.

Namun kemudian seiring waktu, saham Bank Muamalat akhirnya ramai-ramai dilelang. Walaupun sepi peminat dan Bank Muamalat terancam ditutup, akhirnya ada juga yang mau menyelamatkan Bank Muamalat. Kepemilikan Bank Muamalat pun berpindah tangan.

Iuran jemaah, masyarakat muslim, organisasi Islam, iuran dosen-dosen yang dulu menyumbang untuk kehadiran bank syariah itu, tidak jelas lagi duduk soalnya. Yang pasti, ICMI yang membidani lahirnya bank syariah itu sampai saat ini belum pernah menerima dividen (keuntungan bagi hasil).

Bank syariah yang dilahirkan bank konvensional, mulai pula tumbuh suram. Sepi nasabah. Pohon-pohon ygan awalnya tumbuh subur di atas lahan sempit, batangnya mulai kurus walaupun pohonnya sudah tinggi.

Lalu ada upaya untuk membuat batang pohon yang tinggi kurus itu menjadi gemuk atau besar. Maka ditebanglah pohon-pohon yang tumbuh rapat itu, lalu dijadikan 1 pohon saja yang bernama Bank Syariah Indonesia.

Yang bukan milik BUMN, maka mulai pula melakukan penyesuaian karena ada aturan dari pemilik lahan. Bank Nagari memilih jadi Bank Nagari Syariah, sementara bank konvensional swasta, memilih untuk menutup bank syariah mereka dan melanjutkan hidupnya sebagai bank konvensional.

Geger pengelolaan sistem keuangan di bank syariah ini sebetulnya sudah terjadi sejak lama. Namun pemantiknya tidak begitu kuat sehingga bisa diredam.

Kali ini pemantiknya kuat. Adalah Jusuf Hamka, keturunan tionghoa yang taat dan kuat Islamnya, punya uang banyak, punya bisnis di mana-mana yang mengungkap ke ruang publik bahwa pengelolaan bank syariah lebih kejam dari bank konvensional. (Saya membacanya lebih bobrok dan lebih parah dari bank konvensional).

Jusuf Hamka pun bersuara bahwa praktik keuangan di bank syariah lebih kejam dari bank konvensional. Sebetulnya Jusuf Hamka hanya mengutip pernyataan KH. Jusuf Mansur, dai kondang yang terkenal dengan tagline sedekahnya itu.

Label atau merek bank syariah tercoreng. Batang pohon yang sudah tinggi yang tadinya diharapkan akan membesar itu, ternyata menemui tantangan baru, yakni mudah disambar angin kencang. Ketika pohonnya banyak, maka angin kencangnya tak terlalu terasa karena pohon di bagian dalam terlindungi oleh pohon-pohon luar.

Dari sisi teori dan itu diakui dunia, bahwa sistem keuangan Islam (syariah) itu adalah yang paling ideal untuk sistem keuangan dunia saat ini. Referensinya tentu bukan Bank Syariah Indonesia, karena di Indonesia, bank syariahnya belum mampu menghadirkan pengelolaan yg sesuai syariat Islam dan sepi peminat (baca nasabah).

Yang jadi rujukan dunia adalah Saudi, Qatar, Uni Arab Emirates yang praktik bank syariahnya dianggap mendekati sistem keuangan yang diharapkan dunia. Triliunan uang milik orang kaya asal Amerika, Eropa, Asia, diinvestasikan di bank syariah internasional itu.

Di Indonesia, bank syariah masih jadi pohon tinggi yang kurus. Daunnya masih kecil-kecil dan belum rimbun. Sebagian besar masyarakatnya masih memilih bank konvensional walaupun 89% penduduk Indonesia ini muslim.

Label bank riba, bank haram, tidak lagi punya pengaruh besar untuk menarik nasabah. Masyarakat yang awalnya jadi nasabah bank syariah, atau coba-coba jadi nasabah, diam-diam kembali ke bank konvensional. Bank syariah sepi peminat.

Kalaupun nasabah yang menyimpan uang masih banyak, tapi penyaluran kreditnya kalah bersaing dengan bank konvensional. Logika sederhananya, jika bank syariah ini anti-riba, maka logikanya, mereka akan diminati para pengusaha untuk meminjam modal usaha.

Namun faktanya tidak demikian. Sebagian besar dana di bank syariah mengendap disimpan di Bank Indonesia untuk mendapatkan bunga. Tidak tersalurkan ke dunia usaha. Itu jadi masalah baru, karena akhirnya bank syariah jadi beban Bank Pusat.

Kenapa masyarakat tetap memilih bank konvensional? Tipiskah keimanan dan Islamnya? Bukan. Kembali memilih bank Konvensional karena ternyata bank yang diberi label syariah itu “lebih kejam”, “lebih sadis” dari bank konvensional.

Lalu apakah sistem keuangan Islam yang salah? Ternyata juga bukan. Bank syariah di Qatar, Uni Arab Emirates, Saudi, tetap berdiri megah dan terus membesar. Terus diminati pemodal-pemodal dunia tanpa melihat mereka Islam atau bukan.

Yang bermasalah itu hanya di Indonesia. Bukan masalah di nasabahnya, tapi ada di pengelolaannya. Ada di sistemnya. Ada di orang-orang yang mengelolanya.

Kita tentu berharap suatu saat nanti, di Indonesia ini hadir bank syariah yang betul-betul sesuai syariat Islam. Kita tentu berharap Bank Nagari Syariah itu hadir menjadi lembaga keuangan Islam yang akan jadi contoh sistem keuangan Islam di Indonesia.

Tidak hanya sekadar memberi label syariah. Memberi label tapi dalam praktiknya tidak sesuai syariat, justru hanya akan memberikan citra tidak baik kepada Islam. Islam tak pernah salah, yang salah adalah pengamalan oleh orang yang menjalankannya. [*]


Penulis: Dr. H. Muhammad Rahmad, S.Ag, MM, MITM (Praktisi usaha dan pemerhati Bank Syariah)

Baca Juga

Bank Nagari Serahkan CSR Renovasi 9 Kamar Mandi Gedung Embun Pagi RSUP M Djamil
Bank Nagari Serahkan CSR Renovasi 9 Kamar Mandi Gedung Embun Pagi RSUP M Djamil
Punya Aset hampir Rp1.000 Triliun, BPD Siap Biayai Proyek Strategis Nasional di Daerah
Punya Aset hampir Rp1.000 Triliun, BPD Siap Biayai Proyek Strategis Nasional di Daerah
Ekspansi ke Luar Negeri, Bank Nagari Jalin Kerja Sama dengan SemuaPay
Ekspansi ke Luar Negeri, Bank Nagari Jalin Kerja Sama dengan SemuaPay
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Serius Ingin Ikut Biayai Flyover Sitinjau Lauik, Ini Pengalaman Bank Nagari di Proyek-proyek Besar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingatkan Nasabah NCM Corporate Waspada 'Phishing': Pastikan Gunakan URL Resmi
Bank Nagari Ingatkan Nasabah NCM Corporate Waspada 'Phishing': Pastikan Gunakan URL Resmi