ADA alibi bahwa bank konvensional riba, lalu bank syariah tidak riba! Ketika bank syariah lahir pertama kali (Bank Muamalat) yang dibidani oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) 1 November 1991, kehadirannya disambut gegap gempita.
Anggota ICMI termasuk dosen-dosen perguruan tinggi, jemaah haji Indonesia, organisasi-organisasi Islam, turut ramai-ramai menyumbang modal uang dan pikiran untuk kehadiran Bank Muamalat itu.
Pemodal dibagi dalam beberapa kelompok, lalu ada bagian saham masing-masing di samping ada saham besar milik pemodal utama. Bank Muamalat bergerak dan tumbuh cepat waktu itu.
Melihat pohon Bank Muamalat ini tumbuh subur, insting bersaing pun mulai muncul di bank konvensional BUMN dan Swasta. Semua bank ramai-ramai mendirikan bank syariah yang induknya adalah bank konvensional yang dilabel riba tadi itu. Termasuk Bank Nagari sebagai bank konvensional, yang kemudian karena aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terpaksa memilih jalan syariah.
Namun kemudian seiring waktu, saham Bank Muamalat akhirnya ramai-ramai dilelang. Walaupun sepi peminat dan Bank Muamalat terancam ditutup, akhirnya ada juga yang mau menyelamatkan Bank Muamalat. Kepemilikan Bank Muamalat pun berpindah tangan.
Iuran jemaah, masyarakat muslim, organisasi Islam, iuran dosen-dosen yang dulu menyumbang untuk kehadiran bank syariah itu, tidak jelas lagi duduk soalnya. Yang pasti, ICMI yang membidani lahirnya bank syariah itu sampai saat ini belum pernah menerima dividen (keuntungan bagi hasil).
Bank syariah yang dilahirkan bank konvensional, mulai pula tumbuh suram. Sepi nasabah. Pohon-pohon ygan awalnya tumbuh subur di atas lahan sempit, batangnya mulai kurus walaupun pohonnya sudah tinggi.
Lalu ada upaya untuk membuat batang pohon yang tinggi kurus itu menjadi gemuk atau besar. Maka ditebanglah pohon-pohon yang tumbuh rapat itu, lalu dijadikan 1 pohon saja yang bernama Bank Syariah Indonesia.