Dalam kehidupan tatanan masyarakat Minangkabau dikenal istilah Bundo Kanduang. Bundo adalah ibu, emak, umi, mama, bunda. Kanduang adalah sejati atau hal terdalam bagian diri perempuan.
Dalam kultur budaya pun ada sebuah gurindam indah Minangkabau menggambarkan posisi, peran dan fungsi bundo kanduang secara elok dan holistik. Bundo kanduang yaitu “Limpapeh rumah nan gadang. Amban puruak pegangan kunci. Amban puruak aluang bunian. Pusek Jalo kumpulan tali. Hiasan dalam nagari”.
Maka di Minangkabau perempuan memegang posisi sentral dan strategis dalam keluarga dan masyarakat. Ia adalah kunci penyelesaian semua masalah keluarga, manajer, problem solver, the next generation (amban puruak; pegangan kunci, amban puruak aluang bunian).
Sehingga posisi perempuan, penting di Minangkabau sebagai pemersatu dan penyelaras segala perbedaan (pusek jalo kumpulan tali). Perempuan adalah penjaga adat, nilai dan peradaban (hiasan dalam nagari).
Kini dengan realita yang ada, serta dengan kian terbukanya dunia menjadi satu ranah global, yang menjadikan nilai-nilai luhur lokal luntur. Generasi Minangkabau terancam tergerus oleh ilmu teknologi, kecanggihan alat informasi yang menyebabkan nilai-nilai budaya luhur perempuan sudah punah.
Sehingga di sinilah dibutuhkan lagi perempuan yang tidak saja cerdas, peka, kritis, ulet juga bijaksana. Perempuan yang tahu kapan harus membuka jendela rumah gadangnya seluas mungkin, tetapi juga cepat-cepat menutupnya jika pemandangan di luar dapat berdampak negatif bagi keluarganya. Dialah pemegang remote control keluarga.
Nah, Mahyeldi selaku ninik mamak, masih penghulu daerah, serta maju menjadi Calon Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) berpasangan dengan Audy Joinaldy memiliki tanggung jawab membantu agar peran bundo kanduang tidak tergerus dan luntur tapi tetap kembali jaya.
Langkahnya adalah jika Mahyeldi menjadi Gubernur Sumbar, ia akan melakukan pemberdayaan dengan akan menggabungkan aktivitas PKK dengan tatanan kehidupan bundo kanduang. Nanti di tengah masyarakat PKK dan wadah bundo kanduang akan selalu sinergi atau disatukan.
Bundo kanduang adalah penjaga negeri, penjaga generasi, pelindung pusako tinggi maka Buya Mahyeldi akan mengusulkan ke DPRD Sumbar suatu Ranperda. Sumbar perlu perlu Perda hak perlindungan bundo kanduang baik secara adat budaya, maupun secara perlindungan dasar secara ekonomi, secara keamanan diri, secara hukum dan program pengayoman yang dapat membahagiakan.
Dengan adanya Perda tentang bundo kanduang tersebut, ke depan tidak ada lagi ditemukan bundo kanduang yang dizolimi lingkungan kehidupan dan dizolimi secara verbal oleh oknum-oknum yang menyimpang dari tatanan budaya Minang dan Agama Islam.
Artinya disaat kepemimpinan Mahyeldi-Audy nanti, bundo kanduang terletak di posisi yang layak sesuai dengan nilai-nilai “adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah”.
Di samping adanya regulasi Perda yang dibuat Mahyeldi nanti, di sini perlu juga dilakukan oleh para bundo kanduang adalah menyadarkan semua bundo kanduang di negeri ini, bahwa mereka harus tetap menjadi limpapeh rumah nan gadang, amban puruak pegangan kunci. Amban puruak aluang bunian. Pusek jalo kumpulan tali. Hiasan dalam nagari. (*)
Penulis: Bagindo Yohanes Wempi