BPK Ungkap Indikasi Keterlibatan dan Peran Kerabat Kalaksa BPBD Sumbar Soal Dugaan Mark-Up Pengadaan Hand Sanitizer

Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Hingga saat ini, penyidik sudah periksa 7 orang terkait dugaan Mark Up Hand Sanitizer

Ilustrasi. [Foto: Ist]

Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Pembayaran yang dilakukan oleh TS sebanyak 14 kali. TS, dari penelusuran BPK, teridentifikasi sebagai istri Erman. Kemudian, ditransfer oleh RRR yang teridentifikasi merupakan anak dari Erman sebanyak satu kali.

Padang, Padangkita.com - Panitia khusus (Pansus) DPRD Sumatra Barat (Sumbar) rencananya mengadakan rapat paripurna pengambilan keputusan rekomendasi terkait indikasi penyelewengan dana Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, malam ini, Jumat (26/2/2021).

Dibentuk pada 17 Februari 2021 lalu, sepuluh hari sudah Pansus bekerja menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumbar soal pemahalan atau "mark up" harga pengadaan hand sanitizer senilai lebih kurang Rp4,9 miliar.

Berdasarkan LHP BPK yang dikeluarkan pada 29 Desember 2020 itu, dana tersebut wajib dikembalikan BPBD Sumbar ke kas negara. Di dalam LHP BKP itu pula, terungkap ada indikasi “mark up” pengadaan hand sanitizer terjadi untuk ukuran 100 mililiter dan 500 mililiter.

Indikasi “mark up” pengadaan hand sanitizer ukuran 100 mililiter yaitu sebesar Rp1.872.000.000. Pengadaan dilakukan oleh BPBD melalui kontrak dengan tiga penyedia yaitu, CV CBB, CV BTL, dan PT MPM berturut-turut pada 23 Juli 2020, 4 September 2020, dan 12 Oktober 2020.

Pengadaan barang itu dilakukan oleh Tim Penanggulangan Covid-19 untuk pengadaan barang/jasa sesuai Keputusan Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sumbar Erman Rahman. Pengadaan hand sanitizer 100 mililiter pada BPBD dilaksanakan sebanyak tiga kali sejumlah 82.000 botol dengan harga satuan yang sama yaitu sebesar Rp35.000 per botol. Seluruh kontrak tersebut memiliki kemasan yang sama yaitu berlogo BPBD.

Dokumen surat pesanan dan kontrak ditandatangani oleh Kalaksa BPBD Erman Rahman dan Direktur CV CBB, CV BTL dan PT MPM.

Direktur CV CBB berinisial G dengan kedudukan di Pangeran Beach Hotel, Lantai 1 Jalan Ir H Juanda Nomor 79 Kelurahan Flamboyan Baru Kecamatan Padang Barat Padang. Direktur CV BTL berinisial YO berkedudukan di Jalan S Parman Nomor 225 RT 002 RW 002 Kelurahan Ulak Karang Utara Kecamatan Padang Utara Padang.

Sedangkan Direktur PT MPM berinisial DM berkedudukan di Jalan Raya Padang-Painan Km 17 RT 002 RW 002 Kelurahan Bungus Barat Kecamatan Teluk Kabung Padang.

Hasil penelusuran BPK atas izin edar produk tersebut diperoleh informasi bahwa produk tersebut diproduksi oleh PT NBF dengan izin edar PKD 20501021875. Menurut BPK, pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BPBD belum dicatat pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).

Penunjukan penyedia, kata BPK, juga tidak mempertimbangkan pengalaman penyedia untuk barang yang sejenis atau penyedia dalam Katalog Elektronik.

Izin Usaha Bidang Farmasi 3 Penyedia Tahun 2020

Hasil klarifikasi BPK kepada penyedia CV BTL, CV CBB, dan PT MPM menunjukkan ketiga penyedia tersebut baru memperoleh izin usaha di bidang farmasi dan kesehatan pada 2020, yaitu masing-masing pada 11 Mei 2020, 30 Juni 2020, dan 11 Februari 2020.

Sebelumnya, menurut BPK, CV BTL bergerak di bidang perdagangan besar tekstil, pakaian dan alas kaki, serta penjahitan dan pembuatan pakaian sesuai pesanan. CV CBB bergerak di bidang perdagangan besar berbagai macam barang, serta perdagangan eceran alat laboratorium, farmasi, dan kesehatan.

Kemudian, PT MPM bergerak di bidang perdagangan besar alat laboratorium, farmasi, dan kedokteran, jasa kalibrasi/metrologi, reparasi peralatan irradiasi, elektromedis, dan elektrotherapi.

BPK kemudian menelaah surat penawaran dari ketiga penyedia, dan diketahui dalam dokumen pertanggungjawaban terdapat kemiripan format dan penulisan surat tersebut.

Hasil wawancara BPK dengan Direktur dan Komisaris CV CBB pada tanggal 26 November 2020 diketahui penyedia melakukan penawaran pertama kali kepada BPBD pada tanggal 15 Mei 2020 dengan menawarkan barang beserta harga berupa masker kesehatan (hijab dan non hijab), baju hazmat APD, thermogun, dan produk lainnya.

Penawaran tersebut, kata BPK, tanpa disertai dengan spesifikasi masing-masing barang dan ber-kop surat PT UCHTT. Dalam surat penawaran tersebut tidak termasuk barang hand sanitizer ukuran 100 mililiter beserta harganya. Dari pengamatan BPK atas alamat kantor CV CBB, diketahui CV CBB berkantor di alamat yang sama dengan PT UCHTT yang bergerak di bidang tour dan travel.

BPK kemudian menelusuri data melalui www.simpu.kemenag.go.id, dan diketahui PT UCHTT terdaftar sebagai Perusahaan Penyelenggara Ibadah Umrah dengan Direktur berinisial AR yang terindentifikasi merupakan besan dari Kalaksa BPBD.

Selain itu, di tempat yang sama juga berkantor PT UMME yang bergerak di bidang money changer. Berdasarkan keterangan Kalaksa BPBD pada 11 Desember 2020 bahwa bisnis money changer ini dikelola oleh Saudara YD, yang teridentifikasi sebagai menantu Kalaksa BPBD, anak dari AR.

BPK juga mengungkap, bahwa Komisaris dan Direktur CV CBB berindikasi merupakan pegawai dari PT UMME. Selanjutnya, Direktur CV CBB menjelaskan bahwa untuk pengadaan berikutnya, pihak CV CBB hanya menghubungi Koordinator Tim untuk menindaklanjuti penawaran CV CBB agar dapat ditunjuk kembali oleh BPBD, sehingga CV CBB tidak membuat penawaran baru lagi kepada BPBD, termasuk untuk pengadaan hand sanitizer 100 ml.

Dari dokumen penawaran CV CBB yang diperoleh BPK dari BPBD diketahui bahwa dokumen penawaran tersebut menggunakan kop surat CV CBB, berbeda dengan dokumen penawaran yang diperoleh dari CV CBB. Hal ini mengindikasikan dokumen penawaran dibuat oleh BPBD.

Hasil review atas dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan hand sanitizer 100 ml yang dilaksanakan oleh CV CBB, CV BTL, dan PT MPM, menunjukkan bahwa ketiga penyedia tersebut menyampaikan surat pernyataan kewajaran harga. Menurut BPK, Koordinator tim pengadaan tidak meminta bukti lain sebagai pendukung pernyataan kewajaran harga tersebut, seperti faktur pembelian.

Kepada BPK, koordinator tim pengadaan menjelaskan pada 30 November 2020, bahwa Tim Penanggulangan Covid-19 untuk Pengadaan Barang/Jasa memang tidak meminta bukti belanja dari penyedia.

Selain itu, BPK mengungkap adanya indikasi peminjaman nama penyedia dalam proses pengadaan barang. Pembayaran hand sanitizer 100 ml kepada PT NBF, dari temuan BPK, tidak dilakukan oleh penyedia melainkan oleh pihak yang tidak terkait dengan pengadaan.

Hasil pemeriksaan atas bukti pembayaran yang diterima PT NBF, diketahui terdapat pembayaran yang dilakukan oleh TS sebanyak 14 kali. TS, dari penulusuran BPK, teridentifikasi sebagai istri Erman. Kemudian ditransfer oleh RRR yang teridentifikasi merupakan anak dari Erman sebanyak satu kali. Total ada 15 kali transaksi transfer diterima oleh PT NBF.

Pengadaan Hand Sinitizer 500 ML

Terungkap pula oleh BPK, pembayaran atas pekerjaan hand sanitizer 100 mililiter tidak masuk ke rekening resmi perusahaan, namun diterima secara tunai di kantor BPBD. Selanjutnya, indikasi “mark-up” harga pengadaan hand sanitizer ukuran 500 mililiter sebesar Rp2.975.000.000. Pengadaan dilakukan melalui kontrak dengan satu penyedia yaitu PT AMS pada 10 Juli 2020 dan 4 September 2020.

Proses pengadaan untuk hand sanitizer 500 ml dilaksanakan oleh Kalaksa BPBD dan Tim Penanggulangan Covid-19 untuk Pengadaan Barang/Jasa. Proses yang dilakukan sama dengan pengadaan hand sanitizer 100 mililiter.

Pengadaan hand sanitizer 500 ml pada BPBD dilaksanakan sebanyak dua kali sejumlah 35.000 botol dengan harga satuan yang sama yaitu sebesar Rp125.000 per botol.

Hand sanitizer seluruh kontrak tersebut memiliki kemasan yang sama, yaitu bermerek Instance, berukuran 500 mililiter. Izin edar pada produk tersebut bernomor KEMENKES RI PKD 20501020186 yang diproduksi dan didaftar oleh PT KI Tbk yang masih berlaku.

Pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BPBD belum dicatat pada SPSE. Penunjukan Penyedia tidak mempertimbangkan pengalaman Penyedia untuk barang/jasa yang sejenis atau Penyedia dalam Katalog Elektronik.

Dokumen company profile PT AMS menginformasikan bahwa pendirian perusahaan tersebut 11 Januari 2016 yang merupakan perubahan dari CV AMS dengan bidang usaha yang sama yaitu bergerak di bidang konstruksi, usaha perdagangan umum, jasa, percetakan, industri makanan dan minuman, dan lainnya.

Hasil penelusuran di laman https://e-katalog.lkpp.go.id menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak terdaftar di Katalog Elektronik dan tidak ada bukti pernah melakukan pekerjaan yang sejenis/sama.

Penelusuran lebih lanjut atas alamat pada kop surat PT AMS, yaitu Jalan Antokan Nomor 7, Padang pada tanggal 4 Desember 2020 diketahui bahwa kantor PT AMS tersebut tidak memiliki tanda papan nama perusahaan, melainkan hanya papan nama Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia Provinsi Sumbar dan papan nama Dewan Pimpinan Daerah Gapeknas Provinsi Sumbar.

Selain itu, BPK mengungkap terdapat kemiripan surat penawaran dengan surat penawaran pengadaan hand sanitizer 100 mililiter. Surat penawaran ini juga sama format penulisannya dengan surat penawaran yang disampaikan oleh CV CBB, CV BTL, dan PT MPM saat menawarkan barang hand sanitizer 100 mililiter kepada BPBD.

Terungkap pula indikasi peminjaman nama Penyedia dalam proses pengadaan barang di penyediaan hand sanitizer 500 mililiter sebanyak 15.000 botol. Pemesanan hand sanitizer 500 ml sebanyak 15.000 botol dilakukan oleh CV CBB, bukan penyedia yang berkontrak yaitu PT AMS.

Pembayaran hand sanitizer 500 mililiter sebanyak 15.000 botol tidak dilakukan oleh PT AMS. Pembayaran yang dilakukan oleh YD, yang terindentifikasi sebagai suami dari RRR, sebanyak dua kali dan RRR yang terindentifikasi anak dari Kalaksa BPBD sebanyak satu kali dari empat kali transaksi.

Sehubungan dengan hal ini, Kalaksa BPBD pada 11 Desember 2020 mengakui bahwa hand sanitizer 500 ml dipesan oleh G dan dibayar oleh YD sebesar Rp150.000.000 dan sebesar Rp50.000.000 menggunakan rekening RRR.

G merupakan pegawai di PT UCHTT yang didirikan oleh YD dan saat ini masih menjadi pegawai PT UMME. YD merupakan pendiri PT UCHTT dan saat ini hanya aktif mengelola bisnis money changer (PT UMME).

Baca juga: Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Hand Sanitizer, Feri Amsari: Ini Bisa Jadi Bukti Permulaan bagi Penegak Hukum

Atas hal tersebut, BPK meminta agar uang sekitar Rp4,9 miliar tersebut dikembalikan ke kas negara. Atas LHP BKP ini, Pansus yang dibentuk DPRD Sumbar telah memanggil Erman dan perusahaan penyedia hand sanitizer. Rapat paripurna pengambilan keputusan rekomendasi akan dilakukan malam ini. [pkt]


Baca berita Sumbar hari ini hanya di Padangkita.com.

Baca Juga

Kemendagri Puji Kesiapan Sumbar sebagai Tuan Rumah Event Nasional
Kemendagri Puji Kesiapan Sumbar sebagai Tuan Rumah Event Nasional
Di Depan Mahasiswa, Ini Hasil Kinerja - Fokus Percepatan Pembangunan yang Dipaparkan Gubernur Mahyeldi
Di Depan Mahasiswa, Ini Hasil Kinerja - Fokus Percepatan Pembangunan yang Dipaparkan Gubernur Mahyeldi
Catatkan SHU Rp1,9 Miliar, Koperasi KPN Balai Kota Padang Raih Sertifikat Sehat
Catatkan SHU Rp1,9 Miliar, Koperasi KPN Balai Kota Padang Raih Sertifikat Sehat
Catat Kinerja Positif, Laba Bersih Bank Nagari 2023 Capai Rp523,61 Miliar
Catat Kinerja Positif, Laba Bersih Bank Nagari 2023 Capai Rp523,61 Miliar
Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Gubernur Mahyeldi Minta BPBD Matangkan Mitigasi
Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Gubernur Mahyeldi Minta BPBD Matangkan Mitigasi
Kunjungi Posko Erupsi Marapi, Andre Rosiade Bantu Dapur Umum Rp25 Juta dan Sembako
Kunjungi Posko Erupsi Marapi, Andre Rosiade Bantu Dapur Umum Rp25 Juta dan Sembako