Padang, Padangkita.com – Bolehkah perempuan yang sedang haid masuk masjid? Ternyata, soal ini para ulama masih berbeda pendapat. Ada yang melarang dan ada juga yang membolehkan.
Melansir Muhammadiyah.or.id, dalil yang digunakan bagi yang melarang adalah hadis Nabi SAW sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Yahya, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari al-Khathab al-Hajariy dari Mahduj adz-Dzuhliy dari Jasrah, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah Saw masuk halaman masjid kemudian mengumumkan dengan suara keras, sesungguhnya masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid” [HR. Ibnu Majah].
Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk menyertakan perempuan yang sedang haid dan perempuan pingitan pada dua hari Raya. Mereka menyaksikan kumpulan kaum muslimin dan dakwah untuk mereka. Adapun perempuan yang sedang haid supaya menjauh dari tempat shalat …” [HR. al-Bukhari].
Sedangkan dalil yang dikemukakan oleh ulama yang membolehkan adalah hadis sebagai berikut:
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah Saw berkata kepadaku: Ambilkan sajadah untukku di masjid! Aisyah mengatakan: Saya sedang haid. Nabi Saw bersabda: Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu” [HR. Muslim].
Kami keluar untuk melaksanakan haji, ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid, kemudian Rasulullah Saw masuk menemui aku, sementara saya sedang menangis. Rasulullah Saw berkata: Apakah kamu sedang haid? Saya menjawab: Ya. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya ini masalah yang telah ditentukan Allah bagi kaum perempuan, maka lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali jangan tawaf di Kakbah …” [HR. al-Bukhari].
Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 5 tahun 2014 menilai bahwa dalil yang digunakan oleh ulama yang melarang perempuan haid masuk masjid, yakni Hadis riwayat Ibnu Majah yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, ternyata hadisnya tidak shahih, karena al-Khathab al-Hajariy dan Mahduj adz-Dzuhliy adalah majhul (tidak diketahui). Oleh sebab itu, hadis tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang perempuan haid masuk masjid.
Sementara hadis yang berkaitan dengan perempuan haid hendaknya menjauhi musala (tempat shalat), maksudnya tidak berada pada saf salat. Tetapi mereka dibolehkan berada di lapangan tempat dilaksanakan salat menyaksikan kaum muslimin dan khutbah ‘Id yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Jadi, dalil ini pun kurang tepat jika dijadikan dalil untuk melarang perempuan haid masuk masjid.
Sedangkan dalil yang digunakan oleh ulama yang membolehkan yaitu hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah, dapat dipahami bahwa hadis tersebut di atas tidak menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan ‘Aisyah harus segera keluar dari masjid atau boleh masuk masjid tapi sekedar mengambil al-khumrah (sajadah kecil) saja. Beliau hanya menerangkan haid tidak di tanganmu, sehingga selama tidak mengotori masjid (dari darah haid), maka diperbolehkan perempuan untuk berada di dalam masjid.
Kemudian hadis yang berkenaan dengan pelaksanaan haji, ‘Aisyah mengalami haid. Dalam hadis di atas Nabi SAW tidak melarang ‘Aisyah untuk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji lain boleh masuk ke masjid, maka demikian pula perempuan haid (boleh masuk masjid). Akan tetapi Nabi SAW hanya melarang ‘Aisyah untuk tawaf di Ka’bah.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Soal Penerapan Syariah Islam dalam Konteks NKRI
Keterangan di atas menunjukkan bahwa boleh saja bagi perempuan haid untuk memasuki masjid, dengan syarat: ada hajat (kebutuhan/keperluan), termasuk di dalamnya mendengarkan pengajian, dan tidak sampai mengotori masjid (dari darah haid). [*/pkt]