GEMPA bumi dan gempa politik sama-sama berisiko tinggi. Kedua gempa tersebut akan terjadi selamanya secara alamiah. Jika ingin selamat, baik gempa bumi maupun gempa politik, ajaklah berkawan. (IRM)
Duka nestapa bencana gempa bumi Lombok dan Palu telah memaksa kita untuk tercolek menoleh ke Pantai Barat Sumatera. Padang atau Sumbar harus mencermati kembali kesiapan menyambut kedatangan megathrust. Megathrust pasti terjadi atas perhitungan ahli berdasarkan usia periodikal yang sudah jatuh tempo.
Pada tanggal 30 September 2009, pukul 17.16.20 WIB, gempa besar 7,6 SR mengguncang Kota Padang dan sekitarnya. Sore itu, saya sedang santai di kamar kerja lantai 4 kantor Bank Indonesia, Medan. Rasanya darah saya melayang, ketika gedung berayun kencang. Saya tidak sempat lari, sementara teman-teman sudah turun melalui tangga darurat.
Saya langsung kontak ke Aceh dan Sibolga, semua mengatakan episentrum bukan di wilayah mereka. Perasaan saya makin galau. Saya kontak pemimpin BI Padang, DR. Romeo Rissal Pandjialam. Setelah berkali-kali sempat tersambung beberapa detik saja kemudian putus lagi. Namun saya dapat menangkap pembicaraan bahwa telah terjadi gempa besar di Padang, diduga korban jiwa dan harta cukup besar.
Besoknya, kami Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Sumut, dengan sigap berangkat membawa bantuan ke Padang. Konvoi 5 truk remise BI yang langsung saya pimpin sendiri.
Gempa ini, telah membuka ide saya untuk memikirkan mitigasi risiko dengan pola 'separasi' risiko. Ide ini saya sampaikan melalui media di Medan yang kemudian disadur oleh media di Padang. Ide separasi risiko ini antara lain memindahkan ibu kota provinsi Sumatera Barat dari Kota Padang ke Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota (K50K) khusus bidang pemerintahan dan pendidikan. Sambutan masyarakat luar biasa, ditandai dengan harga tanah di Payakumbuh melonjak tajam.
Gempa Padang 2009
Gempa bumi Padang pada tanggal 30 September 2009, terjadi dengan kekuatan 7,6 SR. Episentrum sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat, seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat.
Menurut data Satkorlak PB terdapat kerugian bencana dengan rincian:
(1). Korban meninggal sebanyak 1.117 orang, yang tersebar di 3 kota dan 4 kabupaten di Sumatera Barat.
(2). Korban luka berat mencapai 1.214 orang
(3). Korban luka ringan 1.688 orang
(4). Korban yang hilang 1 orang
(5). Rumah rusak berat 135.448 unit
(6). Rumah rusak sedang 65.380 unit
(7). Rumah rusak ringan 78.604 unit
Peringatan tsunami sempat dikeluarkan namun segera dicabut. Sejumlah bangunan pemerintah, swasta, dan sejumlah hotel di Padang rusak. Upaya untuk mencapai Padang cukup susah akibat terputusnya transportasi dan komunikasi.
Pertolongan yang sangat dibutuhkan oleh korban gempa terutama adalah kekurangan obat-obatan, air bersih, listrik, dan telekomunikasi, serta mengevakuasi korban lainnya.
Dari perspektif ekonomi, Sumbar betul-betul menderita. Kerugian materi mencapai Rp21,58 triliun. Kerugian terbesar diakibatkan dari rusaknya rumah warga yang sebesar 74% dari total kerugian itu.
Pertumbuhan ekonomi Kota Padang sempat mengalami titik nadir sekitar minus 4%. Dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi mengalami mati suri yang tidak terbayang sebelumnya. Pemulihan ekonomi Padang memerlukan waktu yang cukup lama. Masyarakat mengalami trauma yang parah sehingga banyak yang mengungsi bahkan hijrah dari kota Padang. Pelaku bisnis, mahasiswa, dan pegawai pun mengalami hal yang sama, ada yang pindah secara temporer dan ada juga yang permanen.
Kaba Buruak Bahambauan
Masih terngiang pernyataan seorang pejabat negara. Berdasarkan pengalaman, bencana di Minangkabau (dia memilih istilah etnik) mungkin dalam rangka memperkuat argumentasinya. Dia mengatakan bahwa bencana di Minangkabau tidak terlalu merepotkan pemerintah karena semangat kolektif orang Minang yang luar biasa. Sang Pejabat menambahkan bahwa recovery bencana di Minangkabau biasanya sangat cepat dan ekonomi pun segera bangkit.
Pada gempa tahun 2009, saya berada di Sumbar selama 10 hari langsung mendistribusi bantuan ke kantong-kantong bencana di Padang Pariaman dan Agam. Kami juga mendampingi kru CNN meliput berbagai momen. Saya mencatat beberapa hal penting sebagai berikut:
(1). Bantuan dari nagari-nagari di Sumbar banyak antri masuk ke daerah bencana. Pemandangan ini sangat mengharukan, murni atas inisiatif warga, tanpa perintah secara struktural.
(2). Bantuan dari rantau, dalam dan luar negeri tidak putus-putusnya. Baik dari organisasi sosial masyarakat maupun institusi pemerintah yang dimotori oleh putera-putera terbaik Minang.
(3). Bantuan dari pengusaha dan pelaku bisnis yang berasal dari Minangkabau yang berada di dalam dan luar negeri.
(4). Bantuan antar sanak famili yang di rantau dan yang terkena bencana. Bantuan ini saya lihat yang paling menemui sasaran. Dari pengamatan saya, setelah gempa paling lambat 3 hari renovasi bangunan sudah mulai bergerak kembali.
(5). Bantuan pemerintah juga sangat cepat, dalam catatan saya gerak cepat rang sumando Pak JK, Menko Aburizal Bakrie. Penerbangan pun segera pulih. Meskipun sempat terjadi polemik masalah ongkos penerbangan. Peranan Emil Satar tidaklah kecil dalam mencarikan solusi transportasi dalam suasana bencana. Praktis penerbangan tetap berjalan lancar dan tidak pernah putus ke Padang.
Pemerintah Daerah bekerja keras menormalkan transportasi darat sehingga bantuan dapat masuk dari berbagai arah. Pengalaman duka banyak yang memilukan, umumnya cerita duka kehilangan keluarga yang dicintai.
Sebuah wawancara optimis dalam pilu bencana ketika kru CNN mewawancara seorang kakek, warga Tandikek yang nagarinya tertimbun, dialog antara lain sebagai berikut:
CNN: Bagaimana harapan kakek, tentang kelanjutan kehidupan di kampung ini?
Kakek: Kita tidak punya kekuatan melawan bencana. Semua atas kuasa Allah. Meskipun semua sudah terkubur, namun kami tidak boleh putus asa. Percayalah, anak kemanakan kami di rantau akan kembali membangun kampung ini menjadi lebih baik...
Kru bule-bule CNN berdecak takzim atas jawaban itu. Rasa kagum dan simpati sambil berlinang air mata mereka berucap: "Di bencana gempa dahsyat Kobe pun tidak menemukan sikap optimis yang luar biasa ini."
Megathrust Mentawai
Provinsi Sumatera Barat berada di antara pertemuan dua lempeng benua besar yakni lempeng Eurasia dan lempeng Indo -Australia dan patahan (sesar) Semangko. Di dekat pertemuan lempeng terdapat patahan Mentawai. Ketiganya merupakan daerah seismik aktif. Menurut catatan ahli gempa wilayah Sumatera Barat memiliki siklus 200 tahunan gempa besar yang pada awal abad ke-21 telah memasuki masa berulangnya siklus.
Para ahli telah menghitung siklus gempa besar (megathrust) Mentawai dalam kurun 200 tahun. Pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung, Danny Hilman mengatakan bahwa pada saat ini merupakan masa puncak siklus gempa Mentawai.
"Untuk 30 tahun ke depan, gempa Mentawai bisa terjadi. Itu sudah cukup jelas, sudah banyak makalahnya. Ahli gempa dunia tidak akan ada yang meragukan itu," katanya saat ditemui Tempo di kantornya, Senin, 5 Maret 2018.
Pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, terdapat potensi gempa dari megathrust lautan barat Sumatera segmen Mentawai-Pulau Siberut bermagnitudo (M) 8,7. Adapun pada segmen Mentawai-Pagai sebesar M 8,9. "Potensi gempa megathrust di Mentawai sudah sangat tinggi secara ilmiah," ujar Danny.
Mitigasi Risiko
Megathrust pasti datang. Tidak ada satupun para ahli yang meragukan prediksi ini. Tinggal waktu yang tidak bisa ditetapkan.
Kita harus secara rasional mengambil langkah antisipatif agar jangan sampai "Cakak Abih, Silek Takana". Contoh dalam tragedi gempa bumi Palu. Konon pakar geologi JA. Katili sudah mengingatkan bahwa Palu tidak layak untuk dijadikan kota. Seperti biasa bangsa kita selalu 'nekat' dan cenderung pendapat para ahli seolah-olah 'ahli nujum' sehingga dianggap angin lalu.
Pemikiran mitigasi risiko dengan cara 'separasi' risiko yakni memindahkan bidang pemerintahan dan pendidikan dari Padang ke Payakumbuh dan K50K dengan pertimbangan sebagai berikut:
(1). Lokasi yang relatif jauh dari perkiraan episentrum Megathrust
(2). Daya dukung sumber daya, SDM, air, tanah yang relatif luas dan datar.
(3). Kultur masyarakat yang terbuka terhadap kemajuan, pendidikan, dan pendatang.
(4). Secara geografis, posisi Payakumbuh dan L50K sangat strategis. Sumbar akan menjadi posisi "hook". Payakumbuh, halaman depan pintu masuk dari Timur. Sementara Padang tetap menjadi halaman depan dari Barat.
(5). Apabila terjadi megathrust, dampaknya relatif kecil, diharapkan kegiatan pemerintahan dan pendidikan tetap berjalan.
(6). Payakumbuh dan K50K, layak untuk berdirinya lapangan terbang dengan tipe setara dengan BIM. Lapangan terbang ini sebagai alternatif pintu masuk bantuan ketika megathrust terjadi.
Khusus untuk Kota Padang, Pariaman, Kab. Padang Pariaman, Kab. Pessel, Kab. Pasaman Barat, perlu mengefektifkan mitigasi risiko yang sudah dipersiapkan selama ini. Mitigasi risiko harus disosialisasikan dalam keluarga sehingga menjadi kesadaran keluarga. Tiap 3 tahun sekali di daerah harus mengadakan evaluasi mitigasi risiko, dengan latihan yang rutine. Kesadaran keluarga menyiapkan surat-surat penting, pakaian cadangan, pluit, senter.
Mungkin bisa menjadi acuan gempa bumi Kobe. Dari bencana itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebagian besar korban yang selamat itu karena pertolongan diri sendiri, yakni mencapai 34,9 persen. Sementara mereka yang selamat karena pertolongan keluarga sebanyak 31,9 persen, pertolongan teman atau tetangga 28 persen, pertolongan pejalan kaki 2,6 persen, pertolongan oleh tim penyelamat 1,7 persen, dan pertolongan lainnya hanya 0,9 persen.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan kesiapan warga Kobe telah menyelamatkan banyak nyawa saat gempa melanda wilayah Jepang pada 1995. Upaya mitigasi gempa, kata dia, harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan komprehensif dengan melibatkan kerja sama semua pihak, baik saat terjadi bencana, dan pascabencana.
Sampai kapan pun gempa dan tsunami akan selalu ada. Yang perlu diubah adalah paradigma dan perilaku manusia untuk memperkecil risiko.
Bencana adalah kejadian berulang sejak dulu kala, ingatan kita terbatas dan lekas lupa. Nenek moyang sudah serasi hidup dengan ancaman bencana. Kearifan ini tampaknya terputus, sehingga kita pemerintah dan masyarakat gagap menghadapi gempa. Bukti kearifan nenek moyang jelas kelihatan dari struktur, arsitek, Rumah Gadang tradisional Minang.
Mitigasi risiko megathrust Sumbar sebaiknya dilakukan dengan kombinasi antara 'separasi' risiko dan pola mitigasi yang sudah berjalan plus penguatan-penguatan.
Separasi risiko yakni pindah ibu kota provinsi dari Padang ke Payakumbuh dan K50K, memerlukan dukungan lapangan terbang sebagai alternatif. Kebutuhan lapangan terbang adalah mutlak sebagai sarana pendukung bantuan bencana dan tidak terputusnya transportasi.
Fungsi Pemda sangat strategis sebagai konduktor dalam penanggulangan bencana. Pemda tidak boleh gagap ketika terjadi serangan mendadak megathrust.
Baca juga: Peringatan 15 Tahun Gempa 7,6 SR: Pentingnya Kesiapsiagaan dan Pentahelix Kebencanaan
Persiapan mitigasi risiko gempa bumi yang kurang serius, pada gilirannya dapat saja menjadi isue gempa politik. Penilaian terhadap prestasi pemerintah tidak hanya dapat diukur dari pembangunan infrastruktur saja.
Persiapan menghadapi gempa bumi tidak kalah pentingnya karena merupakan upaya mitigasi risiko yang serius dan terencana.
Mari hindari pertaruhan korban jiwa, harta, ekonomi, sistem roda pemerintahan, dan pendidikan, demi perjalanan kehidupan harmoni yang berkelanjutan. [*]
(Payakumbuh, 16 Oktober 2018, dan Ditulis ulang, Jakarta, 30 September 2024)
Penulis: Dr. Iramady Irdja, Analis Ekonomi Politik, nantan Pegawai Bank Indonesia