Keberadaan orang Yahudi di Minangkabau hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Banyak pihak yang menyatakan bahwa adanya orang Yahudi di Ranah Minang tidaklah benar, apalagi beberapa tulisan yang beredar di internet ada yang menuliskan kalau orang Minang adalah keturunan Yahudi, hal sudah pasti ditolak mentah-mentah.
Namun, keberadaan usaha milik Jacobson van den Berg & Co di Padang, tentu mengindikasikan orang Yahudi pernah beraktivitas dalam ranah niaga. Terlebih meninggalkan sebuah nama yang dikenang, hal yang menunjukkan bahwa Jacobson van den Berg & Co legendaris di masanya.
Sumatera Barat khususnya pantai barat Sumatra-nya, pada abad ke 17 hingga akhir abad ke 19 masehi menjadi pusat perdagangan dan bisnis yang sangat berkembang.
Pedagang dari sejumlah negara berdatangan untuk bertransaksi berbagai kebutuhan komoditi khususnya rempah-rempah.
Daerah pesisir di Sumatera Barat yang memiliki pelabuhan pun turut berkembang, sebut saja Padang, Pariaman, Tiku, Inderapura, dan daerah-daerah pesisir lainnya. Sehingga tak jarang sejumlah orang-orang asing datang dan berbisnis di kawasan ini, termasuk orang Yahudi.
Peneliti sejarah Yahudi, Romi Zarman mengatakan kota Barus adalah negeri yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Yahudi di Nusantara. Barus adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia.
"Yang datang untuk berdagang ke sini adalah saudagar dari Arab, India dan sejumlah negara lainnya," kata penulis buku Yudaisme di Jawa Abad ke-19 dan 20 ini.
Tidak hanya di Barus, para saudagar Yahudi pun melanjutkan ekspansi bisnisnya ke Aceh. Saudagar-saudagar Yahudi bukan hanya sekedar berniaga tetapi juga menetap di Aceh sekitar abad ke-16 dan 17.
Sementara itu, di Sumatera Barat, tepatnya di pelabuhan Tiku, pernah disinggahi saudagar Yahudi Belanda bernama Jacob van den Heemskerk. Hal itu menurut Romi terjadi awal abad ke-17 setelah sebelumnya berlabuh di Utara Sumatra.
Orang Yahudi yang datang ke Indonesia atau ke Minangkabau saat itu murni hanya untuk berdagang. Pulau Sumatera dan Jawa mereka merupakan tempat transit sebelum menuju ke Tiongkok.
"Mereka (saudagar Yahudi) datang ke sini (Sumatra dan Jawa) murni untuk berdagang, tidak ada tujuan lain," kata Romi.
Pada awalnya orang Yahudi yang terlibat urusan niaga di Minangkabau belum menjadikan daerah ini sebagai tempat tinggal. Namun, saat kota Padang menjadi pelabuhan utama di pantai barat Sumatra pada akhir abad ke 19, keturunan Yahudi sudah mulai menetap di kota tersebut.
"Padang menjadi tujuan utama para saudagar Yahudi setelah Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya," jelasnya.
Menurut Romi, hal tersebut berdasarkan laporan N. Hirsch, seorang Letnan Yahudi Eropa yang bertugas di Bukittinggi pada akhir abad ke-19 dalam judul, “Joodsche toestanden in Indie II” (Nieuw Israelietisch Weekblad, selanjutnya disingkat NIW) Nr 38, 35e Jrg [9 Maret 1900]).