Painan, Padangkita.com — Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia memasuki babak baru pascaterbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025, yang merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Regulasi baru ini menggeser paradigma penyelenggaraan haji dari sekadar urusan teknis keberangkatan menjadi instrumen pembangunan peradaban dan pemberdayaan ekonomi umat.
Arah kebijakan baru ini mulai disosialisasikan secara masif, salah satunya oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Dalam kegiatan "Jamarah" (Jagong Masalah Umrah dan Haji) yang digelar di Hannah Hotel, Painan, Selasa (21/10/2025), Kanwil Kemenag Sumbar bersama Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni, membedah implikasi undang-undang baru ini.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri dari perwakilan Kanwil Kemenag, calon jemaah haji, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), serta perwakilan bank penerima setoran.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Kanwil Kemenag Sumbar, yang diwakili oleh Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Kabid PHU) M. Rifki, menjelaskan perbedaan fundamental dalam regulasi terbaru.
Menurut Rifki, transisi kelembagaan ini merupakan amanat dari Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah pembenahan menyeluruh menuju penyelenggaraan ibadah haji yang lebih profesional.
“Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, perubahan ketiga undang-undang haji ini mengamanatkan tiga pilar utama, yakni sukses penyelenggaraan, sukses ekosistem ekonomi haji, dan sukses keadaban serta peradaban haji,” jelas Rifki.
Ia merinci, pilar "sukses ekosistem ekonomi haji" menuntut keterlibatan aktif masyarakat dan pelaku usaha domestik dalam rantai pasok kebutuhan jemaah selama di Arab Saudi.
Rifki mencontohkan, selama ini sebagian bahan pangan untuk konsumsi jemaah haji Indonesia masih didatangkan dari negara lain, seperti Thailand dan Vietnam.
“Ke depan, kita berharap produk dalam negeri, seperti beras dan bumbu rendang dari Sumatera Barat, dapat masuk ke rantai pasok haji. Dengan begitu, nilai ekonominya bisa kembali dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rifki menjelaskan bahwa dalam masa transisi kelembagaan ini, Kanwil Kementerian Haji akan diklasifikasikan dalam dua tipe, A dan B. Klasifikasi ini akan ditentukan berdasarkan jumlah jemaah, panjangnya daftar tunggu, serta kapasitas layanan haji dan umrah di setiap provinsi.
Selain membahas arah kebijakan baru, Rifki juga menyampaikan bahwa persiapan penyelenggaraan haji tahun 2026 sudah dimulai.
“Bidang PHU Kanwil Kemenag Sumbar saat ini tengah melakukan verifikasi data bagi calon jemaah haji, sekitar 80 persen dari total kuota tahun sebelumnya,” katanya.
Ia berharap langkah proaktif ini menjadi awal dari perencanaan yang lebih matang dalam memberikan pelayanan terbaik bagi calon jemaah.
Menutup arahannya, Rifki menekankan bahwa keberhasilan haji di era baru ini tidak lagi hanya diukur dari kelancaran teknis pelaksanaannya semata.
“Dengan adanya pilar sukses keadaban dan peradaban, haji harus berdampak. Tidak hanya bagi yang berangkat, tetapi juga bagi masyarakat luas yang merasakan nilai keberkahannya,” pungkas Rifki. [*/hdp]