Jakarta, Padangkita.com - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez, menyampaikan keprihatinannya terkait keterlibatan pelajar, termasuk yang masih di bawah umur, dalam aksi demonstrasi yang berakhir ricuh.
Gilang menekankan pentingnya dialog yang kuat antara aparat dan demonstran untuk menjaga ketertiban dan menghindari provokasi yang dapat memicu konflik.
Gilang berharap aparat keamanan lebih mengedepankan pendekatan dialog terbuka dan negosiasi damai dalam meredakan ketegangan. Menurutnya, aparat seharusnya bertindak sebagai fasilitator yang menjamin hak warga untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat tanpa mengorbankan keselamatan mereka.
"Aparat harus bisa melakukan tindakan yang lebih humanis dan membuka lebar dialog dengan pengunjuk rasa. Indonesia adalah negara demokrasi, dan hak menyampaikan pendapat harus dijaga, asalkan dilakukan dengan tertib dan sesuai aturan," ujar Gilang dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, dikutip Kamis (29/8/2024).
Sebagai anggota komisi yang membidangi urusan keamanan, hukum, dan HAM, Gilang menegaskan bahwa aparat harus menjaga muruahnya sebagai pelindung masyarakat. Ia juga meminta agar aparat memberikan hak pendampingan hukum bagi demonstran yang ditangkap akibat kericuhan.
"Aparat harus tetap menjaga muruahnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan malah melukai. Bubarkan aksi dengan cara humanis dan pastikan mereka yang ditangkap mendapatkan hak pendampingan hukum,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan.
Gilang juga kembali mengimbau mahasiswa dan elemen sipil lainnya untuk menggelar aksi demokrasi dengan tertib dan aman.
Sebagai tambahan informasi, DPR RI bersama KPU telah sepakat menyesuaikan Peraturan KPU (PKPU) nomor 8 tahun 2024 tentang Pilkada, yang kini mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi terkait penurunan threshold atau ambang batas syarat dukung dalam pencalonan serta batas usia calon kepala daerah sesuai aturan sebelumnya.
Baca juga: Dasco: DPR Jadi Penjamin Bebasnya 50 Demonstran Penolak Revisi UU Pilkada
Diketahui, unjuk rasa atau demonstrasi mahasiswa bersama masyarakat sipil terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia sebagai reaksi atas rencana revisi UU Pilkada yang merespons dua putusan MK.
DPR akhirnya membatalkan rencana revisi, dan menyatakan untuk mematuhi putusan MK. Namun, aksi demontrasi di sejumlah kota masih berlanjut, di antaranya di Jakarta dan di Semarang, dan Yogyakarta. Sejumlah mahasiswa sempat ditangkap polisi.
Adapun yang mendapat sorotan Gilang ialah tindakan represif aparat yang tidak hanya menyasar demonstran di Semarang, tetapi juga warga yang tidak ikut serta dalam aksi, termasuk anak-anak yang sedang mengaji. Puluhan korban, banyak di antaranya mengalami sesak napas dan luka-luka di bagian kepala, dilarikan ke rumah sakit.
“Massa yang awalnya berusaha menyampaikan aspirasi secara damai, akhirnya harus berhadapan dengan tindakan represif seperti tembakan gas air mata dan mobil meriam air. Ironisnya, ini terjadi ketika mereka tengah memperjuangkan demokrasi yang sehat dan transparan,” kata Gilang.
[*/rjl]