Hikayat Intel-Intel Sumatra Barat dan Agen-agen Wanita Hebatnya

Padangkita.com, Berita terkini: Hikayat Intel-Intel Sumatra Barat dan Agen-agen Wanita Hebatnya, Sumatar Barat terbaru

Foto-Foto: Repro Buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945-1950 Jilid II.

Padang, Padangkita.com - Di Sumatra Barat, pernah terdapat dua lembaga intelijen. Namanya, Badan Siasat Perang (BSP) dan Field Intelligence Service (FIS). Meski tidak setua Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) yang merupakan cikal-bakal Badan Intelijen Negara (BIN).

Namun, sepak terjang BSP dan FIS di dunia "telik sandi", barangkali ada yang mirip dengan kiprah BIN, Bais TNI, dan Baintelkam Polri pada saat ini. Bahkan, BSP juga punya agen-agen khusus di lapangan. Inilah, hikayat intel-intel Sumatra Barat (Sumbar).

-----------------

Waktu itu, Januari 1949, Staf Gubernur Militer Sumatra Barat yang berkantor di Nagari Kototinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, menggelar rapat rahasia. Saking rahasianya rapat tersebut, sampai tulisan ini disajikan buat pembaca, belum dapat diketahui di mana persisnya lokasi rapat rahasia itu digelar.

Satu-satunya petunjuk yang diperoleh adalah dari buku "Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I di Minangkabau 1945-1950 Jilid II". Dalam buku ini disebutkan, bahwa rapat rahasia tersebut digelar pada sebuah nagari yang jauh terpencil di pegunungan di Kabupaten Limapuluh Kota.

Jika tidak di Kototinggi, diperkirakan tempat rapat rahasia itu adalah di Nagari Baruahgunuang yang kini masuk Kecamatan Bukit Barisan. Atau bisa juga berputar jauh ke kawasan perkebunan teh di Nagari Halaban. Tempat dimana sebulan sebelumnya atau Desember 1948, Mr. Syafruddin Prawiranegara dkk. memproklamirkan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Meski tempat rapat rahasia ini tidak diketahui secara rinci, tapi peserta rapatnya dapat dicatat. Mereka, selain tokoh-tokoh sipil Sumatra Barat, juga ada perwira TNI. Seperti, Letkol A Halim, Kapten Syofyan Ibrahim, dan Letnan Rachmat Tobri. Para peserta rapat ini merumuskan tentang pembentukan Badan Siasat Perang atau BSP, untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman Agresi II Belanda.

BSP Sumatra Barat yang dibentuk ini, memiliki fungsi ganda. Selain sebagai pelaksana military intelligence atau intelijen militer untuk keperluan operasi (perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia), BSP juga berfungsi sebagai security militer atau pengamanan militer. Secara hirarki pemerintahan pada saat itu, BSP sesungguhnya adalah Staf Gubernur Militer Sumatera Barat. Namun, BSP memiliki Komando dan Sub Komando di berbagai daerah.

Sejarah mencatat, ada tiga Sub Komando BSP di Sumatra Barat. Yakni, Sub Komando A, Sub Komando B, dan Sub Komando C yang disebut juga sebagai BSP Wilayah/Sektor Lainnya. Masing-masing Sub Komando BSP ini, punya daerah kerja yang berbeda-beda. Khusus Sub Komando A, wilayah kerjanya tersebar di Bukittinggi, Agam, Padang Panjang, dan sebagian Padang.

Sedangkan Sub Komando B, wilayah kerjanya mulai dari Kurandji (Padang), Baruang Baruang Balantai (Pessel), Muaro Labuah (Solok Selatan), Lintau (Tanahdatar), hingga Panyakalan (Solok). Sedangkan Sub Komando C atau BSP Wilayah/Sektor Lainnya, punya wilayah kerja di Pariaman, Pasaman, Limapuluh Kota, sebagian Padang, sebagian Agam, dan sebagian wilayah Tanah Datar.

Punya Agen Wanita dan Pelajar

Gadis itu bernama Nursiah Alida. Pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Nursiah Alida masih pelajar. Namun, dia ikut berjuang di wilayah Bukittinggi dan Agam. Dalam berjuang, Nursiah Alida dikenal cerdas dan militan.

Kiprah gadis ini menarik perhatian Sub Komando A BSP Sumatra Barat yang dipimpin Letnan Rachmat Tobri. Alhasil, Nursiah direkrut sebagai agen rahasia. Bukan hanya agen rahasia, Nursiah yang ahli 'perang urat syaraf' dipercaya pula memimpin beberapa unsur operasional BSP atau kesatuan BSP di Agam dan Bukittinggi.

Di antaranya adalah kesatuan BSP yang dipimpin dua kakak beradik, yakni Sersan Mayor Basri dan Sersan Bachtiar di Bukittingggi. Kemudian, juga ada kesatuan BSP dipimpin Sersan Yusuf yang dijuluki "Si Pemberani Dari Kurai", karena sering melancarkan operasi pembunuhan terhadap musuh (tentara Belanda-red) dan kadangkala berhasil merampas senjata lawan. Tentu saja ini dilakukan karena tuntutan perjuangan pada zaman tersebut.

Nursiah Alida bukanlah satu-satunya wanita yang direkrut menjadi "agen khusus" oleh Sub Komando A BSP Sumatra Barat. Selain Nursiah, ada Nurjani dari Padang Panjang. Gadis pejuang ini dipercaya pula membawahi satuan BSP. Satuan yang dipimpin Nurjani (karena tuntutan perjuangan bangsa saat itu-red), dikenal jago dalam mencuri senjata dan dokumen rahasia Belanda.

Bersama Nurjani, Sub Komando A BSP Sumatra Barat juga merekrut tiga wanita lainnya sebagai agen-agen di lapangan. Mereka adalah Syahbiar, Siti Aminah, dan Zurniah. Mereka bertugas menjadi mata-mata di daerah pendudukan Belanda. Sekaligus sebagai penghubung dan pelaksana perang urat syaraf.

Tidak hanya merekrut gadis-gadis tangguh, Sub Komando A BSP Sumatra Barat, juga merekrut pelajar laki-laki sebagai agen lapangan. Salah satunya adalah Hasan Tahir, pelajar yang lincah dan berani melakukan infiltrasi (penyusupan) ke daerah pendudukan Belanda ini, punya jiwa pengabdian yang murni tanpa reserve.

Bahkan, Hasan Tahir bisa mencuri dokumen musuh, memotret perwira penting musuh, mencatat dan memotret kedudukan musuh, hingga mengumpulkan informasi gerakan pasukannya.

Disamping merekrut pelajar sebagai agen lapangan, Sub Komando A BSP Sumatra Barat, punya "sel" di dalam tubuh Nefis yang merupakan badan intelijen Belanda. Adapun "sel" BSP yang terdapat di dalam Nefis itu, dipimpin seorang agen khusus bernama Abdul Muthalib. Tugasnya (sesuai dengan tuntutan perjuangan pada zaman itu), selain mencuri dokumen penting Belanda, juga melakukan peracunan dan pembunuhan tanpa bahan peledak.

Operasi-operasi "Telik Sandi" yang dilakukan Sub Komando A BSP Sumatra Barat ini, cukup bermanfaat bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam tugas memimpin Sub Komando A ini, Letnan Rachmat Tobri dibantu sejumlah stafnya. Seperti, Letnan S Nata, Letnan Achmad Maulana, Letnan Achmad Syahdi, Letnan Suwir Achir, Letnan Darwis, Letnan Zakir "Almunir", dan lain-lain. Dalam perjalanan waktu, Letnan Rachmat Tobri digantikan oleh Letnan Idrus Laksamana.

Dilengkapi Agen-agen Khusus

Namanya Sersan Ilyas. Gelarnya Rajo Indo Sutan. Di dunia intelijen Sumatra Barat pada zaman mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Sersan Ilyas nampaknya cukup terkenal dan disegani. Sebab, pria yang dalam dokumen fotonya terlihat suka melipat lengan panjang bajunya sampai ke siku itu bukanlah "intel melayu" atau intel-intel yang aksi penyamarannya gampang  diketahui.

Saking jagonya di dunia spionase, Sersan Ilyas pada masanya, menjadi satu-satunya Staf Bagian Siasat Resimen III/Kurandji, Padang, yang berhasil menyusup ke dalam badan intelijen Belanda (Nefis). Sampai-sampai, Sersan Ilyas nyaris kehilangan nyawanya karena dicurigai oleh pihak kita sendiri.

Sersan Ilyas bukan satu-satunya agen khusus yang dimiliki oleh Bagian Organisasi dan Siasat di Resimen III/Kurandji. Selain Sersan Ilyas, juga ada beberapa agen khusus lainnya. Seperti, Sersan Muchtar alias Sutan Sidi yang dikenal kritis dan berani. Kemudian, Kopral Dja'far yang jago menembak dengan berbagai macam senjata, dan Sersan Ja'kub yang kerjanya memonitoring radio sebagai alat komuniksi tercanggih pada zaman itu.

Dikutip dari buku "Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I di Minangkabau 1945-1950 Jilid II", semua agen-agen khusus Resimen III/Kurandji ini kemudian tergabung dalam Sub Komando B BSP Sumatra Barat. Adapun Sub Komando B BSP Sumatra Barat ini, mulai efektif bertugas sejak 1 Agustus 1949, ditandai dengan pengangkatan Letnan Muda Kasmir sebagai pemimpinnya atau Komandan Detasemen oleh Kepala BSP/Staf Gubernur Militer Sumatra Barat.

Sebelum Sub Komando B BSP Sumatra Barat ini terbentuk, Resimen III/Kurandji sebagai sebuah satuan TNI yang ada di Kuranji, Padang, dengan pimpinannya Letnan Kolonel Ahmad Husein, sudah memiliki Bagian Organisasi dan Siasat. Di mana, untuk Sub Bagian Siasat ini dipimpin oleh Kapten Zainul Arifin yang lebih populer dipanggil "Toge". Namun, karena adanya pembentukan Sub Komando B BSP Sumatra Barat, anggota Siasat Resimen III Kuranji, langsung bergabung dengan badan ini.

Sejarah mencatat, Sub Komando B BSP Sumatra Barat yang dipimpin Letnan Muda Kasmir, cukup berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas intelijen pada zaman mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya, Letnan Muda Kasmir yang merupakan angkatan pertama Pendidikan Opsir Divisi IX/Banteng, dibantu oleh sekretarisnya, Sersan Mayor Ismael Rahman alias Tanti Maradjo yang kemudian menjadi Pembantu Letnan. Selain itu, Letnan Muda Kasmir juga dibantu oleh Sersan Mayor Syamsul Arifin.

Serupa dengan Sub Komando A yang berada di Bukittinggi, Sub Komando B BSP Sumatra Barat yang berada di Kuranji, Padang, juga punya satuan-satuan khusus dan agen-agen khusus di lapangan. Bahkan, Sub Komando B BSP Sumatra Barat pada masa jayanya dulu, berhasil membagi tugas intelijen dalam lima bidang.

Pertama, bidang politik dan pengawas aliran masyarakat. Kedua, bidang kriminalitas dan keamanan masyarakat. Ketiga, bidang internal security dan counter intelligence. Keempat, bidang ketentraman dan pertahahanan. Serta kelima, bidang infilitrasi (penyusupan) dan psy-war.

Selain memiliki lima bidang, Sub Komando B BSP Sumatra Barat, juga punya satu detasemen khusus yang dinamai sebagai Detasemen Suluah Bendang. Detasemen yang dipimpin Sersan Djamaher alias Manangkilang ini, rupanya sudah terbentuk jauh menjelang cease fire dan perundingan-perundingan dengan pihak Belanda. Detasemen ini memiliki tugas melakukan kontra intelijen.

Keunikan Intel-intel Zaman Dulu

Pria itu bernama Osman Chalik. Namun, mereka yang kenal denganya lebih sering memanggil Oscha. Dia adalah seorang intel dengan pangkat Pembantu Letnan. Dalam buku yang sama disebutkan, Oscha adalah intel yang tenang, pandai berbicara, dan jago mempengaruhi orang.

Oscha yang dalam laporan-laporan intelijennya memakai kode: O.S.381, punya perhatian sangat besar pada perkembangan partai-partai politik dan aliran-aliran tertentu dalam masyarakat. Kemampuan persepsi dan analisanya sangat tajam. Bahkan dapat dijadikan pangkal tolak penentuan kebijaksanan. Maka tidak heran, Oscha dipercaya memimpin Bidang Politik dan Pengawasan Aliran Masyarat pada Sub Komando B BSP Sumatra Barat.

Jika Oscha adalah pribadi yang tenang, lain pula dengan temannya, Sersan Mayor Amir Hamzah. Sang Serma yang dipercaya memimpin Bidang Kriminalitas dan Keamanan Masyarakat pada Sub Komando B BSP Sumatra Barat, dikenal sebagai pribadi yang selalu "correct" dalam penampilan dan keseharian. Konon, penampilan Serma Amir Hamzah dalam bertugas, tak kalah dari gaya-gaya "G.I Man" ataupun "James Bond" dalam film-film detektif.

Tak hanya gagah pada masanya, Serma Amir Hamzah yang disebut-sebut "berisi" alias punya ilmu spritual, dikenal selalu memuaskan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I di Minangkabau 1945-1950 Jilid II" disebut, Serma Amir Hamzah berhasil menguak huru-hara pada zaman itu.

Termasuk menguak kasus pembunuhan terhadap Pembantu Letnan Munaf alias Baruang yang ditemukan jadi mayat di daerah Panyinggahan, tepian Danau Singkarak.

Jika Serma Amir Hamzah jago mengungkap kasus kriminalitas, lain pula halnya dengan Letnan A Rani. Sang Letnan yang dipercaya memimpin Bidang Internal Security dan Counter-Intelligence pada Sub Komando B BSP Sumatra Barat, dikenal sebagai sosok yang pendiam dan lebih banyak menyendiri. Agaknya, dia betul-betul menikmati jalan sunyi di dunia intelijen.

Berbeda dengan Letnan A Rani, rekan kerjanya yang lain, yakni Letnan Nusyirwan yang dipercaya memimpin Bidang Ketentaraan dan Pertahanan Sub Komando B BSP Sumatra Barat, dikenal sebagai sosok yang lincah.  Mungkin karena tugasnya adalah bergerak secara mobile. Menariknya, dalam bertugas di dunia intelijen, Letnan Nusyirwan ditakdirkan satu bidang dengan ayah kandungnya bernama Arisan.

Namun, bekerja satu bidang dengan ayah sendiri, agaknya tidak membuat Letnan Nusyirwan "mati langkah". Sejarah pun mencatat, Letnan Nusyirwan yang diantaranya ditugaskan melakukan vernielings-corps atau "bumi hangus", bisa menjalin kerjasama dengan (pengurus/pengelola) pabrik senjata TNI di Sawahlunto, untuk mendapatkan bahan-bahan peledak seperti dinamit, vuurkoord, detonator, dan lainnya.

Tidak kalah dengan Letnan Nusyirwan, rekan kerjanya yang lain pula, yakni Sersan Mayor Darmawis, juga dikenal gesit. Meski pembawannya disebut-sebut agak ugal-ugalan, namun Serma Darmawis yang berparas "ganteng", belum pernah teledor dalam pelaksanaan tugasnya. Bahkan, Serma Darmawis mengomandoi "agen-agen wanita" yang menjadi satuan tugas di bawahnya.

Di antara "agen-agen wanita" yang menjadi satuan di bawah Serma Darmawis itu bernama Etek Ida, Siti Anis, dan Sjamsinar yang merupakan seorang guru sekolah di daerah pendudukan Belanda. Agen-agen wanita ini dikenal berani. Bahkan, satu diantaranya, yakni Etek Ida, yang cekatan dalam menyelundupkan informasi dan granat tangan, menjadi korban keganasan tentara Belanda dalam sebuah peristiwa di Muara-Labuh (Muarolabuah, Solok Selatan).

Dalam buku itu disebutkan, jenazah Etek Ida yang menjadi korban keganasan Belanda di Muarolabuah, tidak pernah ditemukan. Besar kemungkinannya, telah dihanyutkan.

Agaknya, kondisi ini mirip dengan anekdot di dunia intilejen. Yakni, "jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki, jika hilang tak akan dicari, dan jika mati tak ada yang mengakui". Namun, kematian Etek Ida, diakui dalam sejarah intelijen dan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia di Sumatra Barat.

Sementara itu, Sub Komando C BSP Sumatra Barat yang disebut sebagai BSP Wilayah atau Sektor lainnya, juga punya debut yang cukup baik di dunia intelijen pada zaman mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh BSP Wilayah atau Sektor lainnya ini, diantaranya adalah Letnan Bachtiar, Letnan Djafar, Letnan Azwar, Letnan Agus Effendi, Letnan Zen Ibrahim, Letnan Rajab, dan Letnan Rubain, dengan wilayah tugas meliputi Padang/Pariaman, Pasaman, Agam, Limapuluh Kota, dan Tanahdatar.

Riwayat Field Intelligence Service

Jauh sebelum BSP atau Badan Siasat Perang Sumatra Barat terbentuk dan dirancang dari sebuah desa terpencil di pegunungan Kabupaten Limapuluh Kota, ternyata di Sumatra Barat sudah ada pula semacam unit intelijen di tubuh militer. Namanya adalah Field Intelligence Service atau FIS.

Dalam buku dijelaskan, bahwa FIS ini berkedudukan dalam Staf PI Divisi IX/Banteng. Komando FIS adalah Letnan I Yunus Boy atau Marah Yunus. Tugasnya  mengarahkan perhatian, terutama terhadap pengamanan "barisan belakang" untuk menghindari terjadinya kekacauan kita sama kita.

Salah satu aspek counter intelligence yang dilakukan FIS pada masa itu adalah mencari atau mengetahui kelemahan-kelemahan yang pada pihak kita sendiri. Dan mengatasinya, tidak perduli apakah itu hasil dari intrik-intrik musuh, ataukah karena kebodohan/kelalaian kita sendiri.

Sejarah juga mencatat, FIS ikut mengawal proses penyerahan kota-kota di Sumatra Barat dari pihak Belanda kepada pihak Republik. Dimana, proses penyerahan ini dimulai di Payakumbuh. Saat itu, Letnan Marah Yunus bertugas langsung di Payakumbuh.

Namun, keberadaan FIS ini dalam dunia intelijen di Sumatra Barat, agaknya kurang populer. Hal ini, seperti terungkap dalam buku, diperkirakan terjadi karena pada permulaan perjuangan kemerdekaan, bangsa kita belum mengetahui arti intelijensi itu secara mendalam. Yang pernah didapat dari pelajaran militer Jepang hanya mengenai Joho atau dinas mata-mata sebagai alat pengumpul informasi saja.

Kemudian, pada bagian lain buku ini disebutkan pula bahwa FIS sebagai organ praktis, tidak pernah ada di daerah kekuasan Resimen III/Kurandji. Pernah seorang Pembantu Letnan bernama Sulaiman yang mengaku dari FIS. Setelah melapor dan diwawancarai Staf Resimen III, dia pergi dan tak pernah tampak lagi batang hidungnya.

Kemudian, ada pula yang mengaku dari F.P.002 yang katanya dikirim oleh Zulkifli Lubis (legenda intelijen Indonesia-red), namun orang ini juga hilang tak tentu rimbanya, setelah diminta datang ke kantor Staf Resimen.

Terlepas dari peristiwa-peristiwa ini, pada akhirnya barisan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Sumatra Barat, tetap dapat mencapai hasil memuaskan di dunia intelijen.

Baik dalam hal pengumpulan informasi atau bahan keterangan, maupun dalam menentukan langkah-langkah penting di lingkaran intelijen. Sejarah panjang ini, agaknya bisa menginspirasi kita semua, bahwa dunia intelijen yang sunyi dan sepi itu, turut berkontribusi besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Merdeka! [pkt]

Baca Juga

Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan
Gubernur Mahyeldi Dorong Petani Sumbar Manfaatkan Perhutanan Sosial untuk Tingkatkan Kesejahteraan
Mahyeldi-Vasko Tegaskan Komitmen untuk Sektor Pertanian Rendah Emisi
Mahyeldi-Vasko Tegaskan Komitmen untuk Sektor Pertanian Rendah Emisi
Gubernur Sumbar Mahyeldi Raih Berbagai Penghargaan Sepanjang 2024
Gubernur Sumbar Mahyeldi Raih Berbagai Penghargaan Sepanjang 2024
Kafilah Sumbar Siap Berkibar di MTQN ke-30, Wagub Janjikan Bonus Fantastis
Kafilah Sumbar Siap Berkibar di MTQN ke-30, Wagub Janjikan Bonus Fantastis
Pj Wali Kota Padang Sambut Hangat Pahlawan Merah Putih Asal Sumbar
Pj Wali Kota Padang Sambut Hangat Pahlawan Merah Putih Asal Sumbar