Berita Padang, berita Sumbar terbaru dan Berita Demo Omnibus Law UU Cipta Kerja Padang: Tidak Ikut Aksi Unjuk Rasa, 3 Remaja di Padang Tetap Diamankan ke Mako Brimob
Padang, Padangkita.com - Kebetulan berada di lokasi demonstrasi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di DPRD Sumatra Barat (Sumbar), tiga remaja di Kota Padang malah ikut diamankan polisi. Padahal, tiga remaja tersebut tidak ikut aksi dan tak ada sangkut pautnya dengan unjuk rasa.
"Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan dari orang tua, ada beberapa anak yang ditangkap itu bahkan bukan sedang aksi, tetapi kebetulan berada di lokasi," ujar Direktur LBH Padang, Wendra Rona Putra, yang merupakan perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar saat konferensi pers di Kantor LBH Padang, Sabtu (10/10/2020).
Dia menuturkan tiga remaja yang ditangkap saat aksi demonstrasi pada Kamis-Jumat (8-9/10/2020) tersebut yaitu DRA umur 15 tahun, GD umur 14 tahun, dan AA umur 15 tahun.
Lebih rinci, Wendra menjelaskan DRA kebetulan sedang magang di salah satu CV di dekat kantor DPRD Sumbar. Saat demonstasi berlangsung, dia diminta untuk membeli rokok oleh pembimbing. Namun selang beberapa lama dia tak kunjung kembali. Ternyata diketahui sudah berada di Mako Brimob.
"Kemudian, GD. Korban dari rumahnya di kawasan Tabing Padang pukul 15.39 Wib pergi menuju bengkel ayahnya di Jalan Khatib Sulaiman untuk mengantar karburator. Lalu ditunggu ayahnya namun tidak sampai-sampai. Ternyata sudah di Mako Brimob," terangnya.
Selanjutnya, AA, ditangkap pihak kepolisian saat mau pergi latihan futsal di Brandon di belakang Basko Hotel. Ketika yang bersangkutan lewat di DPRD Sumbar, korban sudah tidak terlihat lagi. Tahu-tahu, AA sudah di Mako Brimob.
Wendra menjelaskan tiga remaja ya g ditangkap tersebut mengindikasikan polisi serampangan dalam melakukan pengamanan peserta aksi.
"Itu mengindikasikan bahwa penangkapan tersebut dilakukan secara serampangan. Tidak jelas indikatornya karena kebetulan mereka ada di lokasi sehingga main ringkus dan amankan saja," sampainya.
Pada aksi demonstrasi tersebut, berdasarkan catatan LBH Padang, polisi mengamankan 255 peserta aksi rata-rata pelajar dan anak muda. Polisi menuduh mereka dibayar dan ditangkap karena diduga melakukan aksi kerusuhan saat demonstasi berlangsung.
Wendra membantah hal tersebut. Menurutnya, tuduhan polisi tersebut tidak berdasar. Kata dia jika peserta aksi tersebut dituduh mengikuti aksi karena dibayar, maka polisi harus bisa membuktikan siapa yang membayar, berapa nominalnya, dan bagaimana mekanisme pembayaran, serta apakah ada pertemuan sebelumnya untuk mendata pelajar dan anak muda tersebut.
"Itu semacam delik aduan. Pihak polisi harus jelas dong. Tetapi berdasarkan keterangan yang kami dapat dari orang tua, ada beberapa anak-anak itu yang tidak ikut aksi namun kebetulan berada di lokasi, diamankan oleh pihak kepolisian. Jadi, tuduhan tersebut tidak berdasar," ungkapnya.
Menurut Wendra pula, peserta aksi yang rata-rata terdiri atas pelajar dan anak muda ini termasuk kategori anak yang sejatinya berhak menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam konvensi anak.
Hal tersebut dikarenakan kebijakan pemerintah terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja mungkin saja akan mempengaruhi kehidupan mereka di masa akan datang.
Aspirasi kaum muda dari pelajar mesti juga dilindungi oleh negara. Kepolisian mesti memprioritaskan kebijaksanaan dan kemanusiaan dalam pengawalan aksi yang juga diikuti pelajar. Penting bagi semua institusi kepolisian tidak melakukan stigma negatif dan menangkap semua pelajar yang ikut aksi. Perlu dipahami bahwa kehadiran pelajar didasari dari empati terhadap nasib bangsa. [pkt]