Tanggapan KPI Soal Gugatan UU Penyiaran RCTI dan iNews TV

Tanggapan KPI Soal UU Penyiaran, RCTI Gugat UU Penyiaran

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis. [Foto: Ist]

Jakarta, Padangkita.com - Uji materi UU Penyiaran yang diajukan dua televisi nasional RCTI dan iNews TV dinilai sebagai langkah tepat oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis.

Uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, kata Yuliandre, dapat mempertegas definisi dalam mengatur media baru streaming digital dan tidak bermaksud membatasi kreativitas media sosial.

"Jangan berasumsi membatasi kreativitas media sosial, ini bukan mengebiri kreativitas. Kita mengatur tentang bertumbuhnya industri dalam negeri," ujar Yuliandre Darwis dalam pernyataannya ditulis Jumat (28/8/2020).

Menurut Yuliandre, uji materi UU Penyiaran yang diajukan RCTI dan iNews TV merupakan langkah untuk mencari keadilan di mata hukum.

Lantaran banyak dari berbagai pihak tidak peduli dengan adanya gempuran platform media digital di Indonesia saat ini.

Melihat situasi ini, RCTI dan iNews TV muncul mengajukan judicial review UU Penyiaran ke MK, sehingga ada definisi yang jelas dalam mengatur media baru.

"Ini menarik dan bagus, karena banyak yang nggak peduli dengan situasi ini, kemudian RCTI dan iNews TV mengajukan judicial review agar ada kepastian hukum dengan definisi lainnya, sehingga media baru diatur oleh KPI dan Kominfo," terangnya.

Baca juga: Isi Gugatan RCTI Tentang UU Penyiaran yang Seret Media Sosial, Youtube, Hingga Netflix

Menurut Yuliandre Darwis, bertumbuhnya konten digital dan televisi streaming yang terus marak masuk ke dalam negeri tanpa ada regulasi dapat berpengaruh buruk kepada masyarakat, khususnya generasi muda, terutama konten produksi berbau tontonan dewasa.

"Nah, ada TV streaming masuk ke kita, terus dia nggak ada regulasi dan 100% kontennya dari luar semua, tapi bisa dinikmati di Indonesia. Kedua, dia bisa ada adegan sex kapan saja, bisa ditonton kapan saja. Jadi, harus ada sesuatu aturan yang sama di mata hukum ketika tayang di Indonesia. Harus sama dong," ujarnya.

Persoalan lain, Yuliandre Darwis melanjutkan munculnya konten digital tanpa disaring bisa menjadikan media baru digital untuk memprovokasi dan ajang mempropaganda bagi Indonesia di mata dunia.

"Misal Indonesia adalah negara yang paling ini itu. Bisa saja menjelekkan. Ayo kita lindungi Indonesia dan publik kita," tegasnya. [*/try]


Berita ini sebelumnya dimuat Suara.com jaringan Padangkita.com


Baca berita terbaru hanya di Padangkita.com

Baca Juga

Aturan Bermedsos Anggota Polri di Tahun Politik, Ini Daftar Larangan yang Mesti Dipatuhi!
Aturan Bermedsos Anggota Polri di Tahun Politik, Ini Daftar Larangan yang Mesti Dipatuhi!
Muncul lagi Modus Penipuan Pakai Nama Gubernur Mahyeldi, Kali Ini Berkedok Donasi
Muncul lagi Modus Penipuan Pakai Nama Gubernur Mahyeldi, Kali Ini Berkedok Donasi
TII Bersama FH Unand Bahas Pentingnya Literasi Kampanye di Media Sosial 
TII Bersama FH Unand Bahas Pentingnya Literasi Kampanye di Media Sosial 
Tak Tergoda Ikut Bermain Konten Receh di Media Sosial, Puan Dipuji Pengamat Komunikasi UI
Tak Tergoda Ikut Bermain Konten Receh di Media Sosial, Puan Dipuji Pengamat Komunikasi UI
Video Ade Armando Dihajar Oknum Massa Aksi 11 April Beredar Masif di Sosial Media, Netizen Pro-kontra 
Video Ade Armando Dihajar Oknum Massa Aksi 11 April Beredar Masif di Sosial Media, Netizen Pro-kontra 
Gegara Ekonomi Sri Lanka Tetapkan Status Darurat, Jam Malam Diberlakukan dan Media Sosial Diblokir 
Gegara Ekonomi Sri Lanka Tetapkan Status Darurat, Jam Malam Diberlakukan dan Media Sosial Diblokir