Jakarta, Padangkita.com - Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tengah melakukan riset bersama untuk menemukan potensi antivirus salah satu tanaman yang telah dikenal penggunaan minyak atisirinya yaitu eucalyptus.
Minyak atsiri dan berbagai ekstrak tanaman telah dianggap memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk pengobatan banyak penyakit infeksius termasuk penyakit yang disebabkan oleh beberapa virus seperti virus influenza dan bahkan virus corona.
"Riset ini untuk membuktikan kemampuan potensi antivirus eucalyptus terhadap beberapa virus," ujar Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry dalam keterangan yang diterima padangkita.com, Rabu (6/5/2020)
Fadjri mengungkapkan meskipun belum menggunakan virus COVID-19 dalam pengujiannya eucalyptus memiliki potensi sebagai antivirus yang diharapkan dapat membantu mencegah penyebaran COVID-19.
"Penelitian dan pengembangan lanjutan akan terus dilakukan sehingga akan memperoleh hasil yang lebih optimal," ujar Fadjry.
Baca juga: Tak Terhalang Pandemi, 2 Film Pariwisata Indonesia Raih Penghargaan Internasional
Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner sekaligus peneliti yang menggeluti bidang virologi, Indi Dharmayanti mengatakan bahwa virus yang diuji termasuk virus influenza H5N1, Gammacorona dan Betacoronavirus Clade 2a sebagai model dari virus corona yang diuji secara in vitro.
Alphacoronavirus dan Betacoronavirus secara umum menginfeksi mamalia, sedangkan Gammacoronavirus dan Deltacoronavirus dapat menginfeksi unggas, burung liar, babi, paus dan lumba-lumba.
Hasil riset yang dilaksanakan di laboratorium BSL level 3 milik Balai Besar Penelitian Veteriner menunjukkan bahwa eucalyptus dapat di manfaatkan sebagai antivirus dengan efektivitas membunuh virus 80-100% tergantung jenis virus.
"Termasuk terhadap virus Corona yang digunakan serta virus influenza H5N1," tambah Indi.
Hambat Replikasi Coronavirus
Sementara itu Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Evi Savitri menjelaskan bahwa minyak atsiri eucalyptus memiliki senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun eucalyptus.
"Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki aktivitas antivirus, anti inflamasi dan antimikroba," ungkapnya
Evi menambahkan bahwa senyawa ini juga dapat berfungsi menghambat replikasi coronavirus dengan mengikat protein Mpro yang terdapat pada virus. Protein tersebut berperan dalam pematangan virus dan pembelahan polyprotein virus sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi.
"Dalam penelitian ini, proses pembuatan minyak eucalyptus dilakukan melalui proses destilasi uap di laboratorium Balittro," lanjut Evi.
Penggunaan teknologi nano juga dilakukan untuk menghasilkan beberapa sediaan bahan aktif yang lebih stabil dan memiliki efektifitas lebih tinggi.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Prayudi Syamsuri, bahwa dari hasil penelitian tersebut Balitbangtan juga telah mengembangkan beberapa prototype produk yang dihasilkan antara lain berupa roll on, balsam, minyak aromaterapi, inhaler, dan kalung. (*)