Simpang Empat, Padangkita.com - Ratusan nelayan Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Pasaman Barat (Pasbar), telah kehilangan mata pencarian pasca-jebolnya tanggul kolam limbah sawit PT Bintara Tani Nusantara (BTN) pada Jumat (18/4/2020) lalu.
Para nelayan yang berjumlah 600 orang ini terdiri dari nelayan pinggir pantai yang menangkap ikan dengan pukat, dan nelayan sungai yang menangkap ikan dari Batang Pigogah.
Mereka menuntut perusahaan sawit PT BTN memberi kompensasi ganti rugi. Hingga tadi siang, Kamis (23/4/2020) kompensasi belum terealisasi.
Soalnya, PT BTN masih menunggu keputusan dan rekomendasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pasbar yang memeriksa pencemaran lingkungan akibat bobolnya tanggul kolam limbah.
Akibat tanggul yang jebol itu, limbah pabrik sawit yang diduga beracun mengalir ke Batang Pigogah hingga ke muara laut Air Bangis.
"Biasanya setiap melaut, rata-rata masing-masing kami dapat penghasilan Rp150 ribu per hari. Sekarang cuma dapat sekitar Rp20 ribu, bahkan sering pulang dengan tangan kosong," kata Abdi alias Ombing salah seorang nelayan mewakili rekan-rekannya.
Ombing yakin hilangnya ikan di sekitar pantai Air Bangis akibat racun yang berasal dari kolam limbah pabrik PT BTN. Berdasar hal itu, Ombing dan ratusan nelayan lainnya menuntut kompensasi setidaknya untuk satu bulan ke depan.
Baca juga: Bantuan Tak Kunjung Disalurkan, Warga Tetap Keluar Saat PSBB
"Kami sudah datangi perusahaan dan memberikan data kepada perusahaan. Kami juga sudah sampaikan bentuk kompensasi yang kami tuntut,” ujar Ombing.
Kompensasi yang diminta para nelayan itu adalah Rp150 ribu per hari untuk setiap nelayan selama 30 hari (sebulan).
“Selain kompensasi itu, kami juga berharap perhatian pemerintah daerah," tukasnya.
Hingga sejauh ini, kata Ombing, manajemen PT BTN masih bungkam. Menurut Ombing, PT BTN bahkan seperti ingin mengarahkan masalah itu diselesaikan lewat jalur hukum.
Sebab, lanjut dia, setiap ditanya soal kompensasi, alasan PT BTN selalu masih menunggu hasil pemeriksaan labor Dinas Lingkungan Hidup Pasbar.
"Kami khawatir ada kongkalikong (antara PT BTN dan Dinas Lingkungan Hidup). Kami tidak percaya dengan dinas itu," tegas Ombing.
Ikan Larangan di Batang Pigogah Ikut Mati
Limbah kolam pabrik PT BTN yang jebol juga mengalir ke Batang Pigogah. Akibatnya, ikan dan makhluk hidup di sungai itu mati.
Sepanjang 2 kilometer aliran Batang Pigogah merupakan kawasan kolam ikan larangan. Kini semua ikan dan makhluk lainnya yang ada di sungai itu telah mati.
"Kami sudah tidak bisa mencari rezeki lagi di sungai itu. Padahal selama ini, dari sana kami menghidupi keluarga," kata salah seorang nelayan lainnya.
Dia dan teman-temannya mengaku tak punya mata pencarian lain, karena itu mereka sangat berharap kompensasi yang mereka tuntut ke PT BTN segera dipenuhi.
"Kami sangat berharap pada kompensasi itu. Sebab, sekarang sudah tidak ada mata pencarian kita lagi. Ikan di sungai itu sudah mati semua. Kita bukan nelayan laut, tapi mencari ikan dengan pancing, jala dan lukah di sungai," ujarnya.
Terpisah, ketua kelompok ikan larangan Lubuk Buaya, Nagari Air Bangis, Suarto menjelaskan limbah pabrik mengalir ke Batang Pigogah sekitar pukul 16.00 WIB Jumat lalu. Aliran limbah itu mengalir sampai ke muara lalu ke laut Air Bangis.
Satu hari kemudian, Sabtu (19/4/2020) sampai Senin (21/4/2020), ikan baung, nila dan juga udang serta jenis biota laut lainnya terlihat mengapung mati di Batang Pigogah.
"Hari Sabtu itu warna air laut merah dan berangsur menjadi hitam pekat . Baunya sangat menyengat, sejak itu nelayan tak dapat ikan lagi," katanya.
Untuk itu dia bersama nelayan melakukan pertemuan dengan pihak PT BTN. Berbeda dengan Ombing, menurut Suarto, PT BTN masih punya iktikad baik.
"Kami sudah beberapa kali rapat dengan pihak perusahaan. Iktikadnya ada, tapi realisasi belum," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap agar pihak PT BTN segera memenuhi kompensasi itu. Sebab, dana kompensasi itu benar-benar dihitung dengan kajian riil di lapangan.
Selain untuk nelayan, kata Suarto, kompensasi juga perlu untuk perawatan sungai yang rusak akibat dikotori limbah.
"Sampai sekarang kondisi sungai belum normal, butuh waktu untuk menetralisir air sungai kembali," tukasnya.
Minta Perusahaan Segera Bertanggung Jawab
Terpisah, Ketua DPRD Pasbar, Parizal Hafni mengaku sudah menerima laporan peristiwa jebolnya kolam limbah PT BTN itu. Oleh sebab itu, dia meminta perusahaan bertanggung jawab, dengan cara segera merealisasikan tuntutan nelayan.
"Pihak perusahaan jangan main-main. Kejadian ini (limbah pabrik yang mencemari sungai dan laut) sudah terbukti. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, semua terkena dampak. Nelayan dan tidak bisa mencari ikan lagi," tegas Parizal.
Sementara itu, Manajer Pabrik PT BTN, Harli yang dihubungi lewat telepon mengatakan, PT BTN sudah menyerahkan semuanya kepada Dinas Lingkungan Hidup Pasbar.
"Apakah kami nanti akan ganti rugi atau bayar kompensasi, semuanya sudah kami serahkan pada keputusan Dinas Lingkungan Hidupa," kata Harli. [rom]