Dari sederet istri Sukarno menurut sebagian orang Indonesia, Ratna Sari Dewi Sukarno adalah istri tercantik. Kisah Sukarno dengan gadis Jepang itu sempat dikira ada unsur politis.
Padangkita.com - Wanita bernama asli Naoko Nemoto itu memiliki wajah yang paling rupawan di antara istri-istri Bung Karno.
Naoko lahir di Tokyo 6 Februari 1940, dari keluarga miskin. Awalnya ia bekerja sebagai agen asuransi, sebelum menjadi seorang entertainer.
Pada 16 Juni 1959, Naoko mengisi acara di hotel Imperial, Tokyo, guna menyambut kedatangan tamu negara.
Di sanalah Bung Karno pertama kali bertemu Naoko, dan jatuh hati. Setelah pertemuan itu, keduanya rutin saling berkirim surat cinta.
Setiap Sukarno berkunjung ke Jepang untuk membicarakan pampasan perang, ia selalu menemui Naoko. Affair Bung Karno dengan Naoko ini rupanya mengkhawatirkan sejumlah pihak.
Dalam kisah yang ditulis Julius Pour di buku Kisah Istimewa Bung Karno, ABRI sangat khawatir dengan kisah cinta Bung Karno ini.
Pernikahan keduanya pun sempat diduga sangat dipenuhi muatan politis. Wanita asli Jepang ini sempat dianggap banyak orang memanfaatkan Bung Karno demi memperlancar bisnis para konglomerat Jepang.
Pasalnya, saat itu musuh pemerintah mencoba memanfaatkan situasi itu untuk menjelek-jelekkan nama dan kelakuan Bung Karno. Apalagi saat itu Indonesia sedang melancarkan Konfrontasi Malaysia.
Pimpinan ABRI lantas mengirim dua perwiranya, Ahmad Yani dan Soenarso untuk menyusul Bung Karno yang kala itu tengah berada di Jepang menemui Naoko.
Setibanya di hotel tempat Sukarno menginap, Ahmad Yani dan Soenarso sempat berdebat tentang siapa yang harus berbicara kepada Bung Karno dan mengajaknya pulang.
Keduanya takut jika sang Presiden marah.
Akhirnya Soenarso yang bicara dan berterus terang kepada Bung Karno agar segera pulang dan memutuskan tali asmaranya dengan Naoko.
Sebenarnya Soenarso sudah bersiap menerima kemurkaan Sang Presiden. Ternyata jawaban Bung Karno sungguh tak disangka. “Lha, cara untuk memutuskan (Nemoto) bagaimana?” .
“Gampang, Pak. Sekarang saja Bapak kembali ke Jakarta, tanpa memberitahu siapa pun, kecuali protokol pemerintah Jepang,” saran Soenarso. Nasihat itu langsung dijalankan Bung Karno. Sore itu juga, dia dan rombongannya terbang ke Jakarta.
Malam hari setelah Sukarno pergi, ternyata Naoko datang ke hotel. Dia terkejut karena Bung Karno sudah pulang, tanpa pamit.
Perasaannya campur aduk, antara sedih karena ditinggal kekasih dan harga diri yang terhina. Dalam kesedihan, Naoko akhirnya mengambil jalan pintas, yakni mencoba harakiri.
Beruntung nyawanya bisa diselamatkan oleh pihak hotel yang langsung membawanya ke rumah sakit.
“Ketika berita bunuh diri tadi sampai di Jakarta, kami sendiri juga bingung, disampaikan tidak kepada Bung Karno,” kenang Soenarso tentang kisah cinta Bung Karno ini.
Namun kabar itu akhirnya sampai ke Bung Karno juga. Reaksinya bisa ditebak. Sebagai pria yang bertanggung jawab, Sukarno langsung terbang ke Jepang tanpa peduli nasihat apa pun.
Setelah peristiwa itu tak ada satu pihak pun yang bisa menghalangi jalinan cinta Bung Karno ke Naoko. Bung Karno akhirnya menikahi Naoko dengan hukum Islam pada 3 Maret 1962.
Ini ibarat kebahagiaan tapi juga musibah bagi Naoko. Di satu sisi ia merasa bahagia, tapi juga sedih akan peristiwa yang dialami keluarganya di Jepang.
Kabarnya, ibu Naoko langsung terkena serangan jantung dan meninggal dunia begitu mendengar anaknya menikah dengan Sukarno dan berganti agama.
Sementara kakaknya, usai sang ibu meninggal, bunuh diri karena merasa nama keluarganya tercemar. Dia terhina karena adiknya menjadi “selir” dari presiden negara miskin seperti Indonesia.
Dari perkawinannya dengan Bung Karno, lahir seorang putri yang diberi nama Kartika Sukarno. [Son]