"Prabowo Deng Xiaoping Indonesia" dari Perspektif Ekonomi Politik

"Prabowo Deng Xiaoping Indonesia" dari Perspektif Ekonomi Politik

Iramady Irdja. [Foto: dok.pribadi]

"KITA tidak perlu takut mengadopsi metode-metode manajemen maju yang diterapkan di negara-negara kapitalis. Hakikat sosialisme adalah pembebasan dan pengembangan sistem-sistem produksi. Sosialisme dan ekonomi pasar bukan tidak sejalan. Kita seharusnya prihatin dengan penyimpangan-penyimpangan ke arah kanan, namun yang terutama, kita harus prihatin dengan penyimpangan-penyimpangan ke arah kiri." (Deng Xiaoping)

Dari Perspektif Ekonomi Politik, julukan Prabowo Deng Xiaoping Indonesia (PDXI), merupakan harapan besar melalui analisis ilmiah perbandingan kedua tokoh hebat ini.

Penulis mencoba menggali persamaan awal. Secara rasional diketahui Prabowo dan Deng memiliki semangat, cita-cita, strategi, taktis, dan program serupa, tapi tidak sama.

Ternyata Prabowo sangat mengagumi ketokohan Deng Xiaoping sebagai model pemimpin yang berhasil memadukan kontrol politik yang kuat dengan liberalisasi ekonomi yang terarah demi mencapai kemajuan nasional yang spektakuler.

Deng seorang pemimpin yang mampu melakukan transformasi ekonomi yang berani dan pragmatis dengan tetap mempertahankan stabilitas politik dan kendali pusat. Sedangkan Prabowo mencoba gerakan serupa dengan serius dan fokus.

Julukan "PDXI", dari sudut pandang ekonomi politik, adalah pengakuan atas potensi Prabowo sebagai pemimpin dengan argumentasi: Pertama, berani melakukan reformasi ekonomi yang non-konvensional dan pragmatis. Kedua, ambisius dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai status negara maju. Ketiga, kuat dalam menjaga stabilitas politik, yang memungkinkan pelaksanaan program ekonomi secara efektif dan berkelanjutan.

Meskipun dari kedua tokoh ini terdapat perbedaan "Bobot Tantangan" yang dihadapi, namun tidak mengurangi semangat penulis untuk identifikasi kedua tokoh dari perspektif ekonomi politik.

Bobot Tantangan Ekonomi Politik

Dari perspektif ekonomi politik, dapat diketahui dengan detail bobot tantangan perjuangan Deng Xiaoping dalam buku "Deng Xiaoping and the Transformation of China" karya Ezra F. Vogel.

Tantangan Ekopol Deng Xiaoping

Tampak sekali tantangan terberat Deng yakni mengubah arah ideologi yang sudah tertanam dalam jiwa masyarakat oleh pemerintah komunis Mao Zedong. Makanya pertarungan ekonomi politik ini sangat berat dengan risiko nyawa sekalipun.

Deng Xiaoping, melalui visi pragmatis dan kekuatan politiknya yang terpusat, secara radikal mengubah sistem ekonomi politik Tiongkok menjadi kekuatan ekonomi global dengan karakteristik sosialis pasar, dengan bobot tantangan:

Pertama, Deng harus melawan kaum konservatif Maois yang kuat dan berbahaya. Deng harus meyakinkan Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk mengadopsi mekanisme pasar yang secara historis dianggap musuh Komunisme, sambil tetap mempertahankan kekuasaan tunggal PKT.

Kedua, menerima warisan sistem ekonomi komando terpusat, tertutup, dan tidak efisien. Hak ini sebagai akibat kebijakan ideologis Mao program "Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Kebudayaan".

Ketiga, menciptakan dari nol kerangka kerja pasar, bank modern, dan regulasi investasi asing. Membangun kepercayaan rakyat melalui peningkatan standar hidup secara cepat.

Dengan demikian, tantangan dan risiko selalu berdampingan. Deng mengalami resiko yang berat. Dia lolos dari tiga kali pembersihan politik yang signifikan oleh lawan-lawan politiknya, terutama selama era dominasi Mao Zedong.

Selain itu, PKT memaksa Deng mengambil keputusan keras untuk menjaga kekuasaan partai. Hal ini menjadi puncak risiko Deng pada Peristiwa Tiananmen tahun 1989 sehingga menjadi sorotan secara nasional dan internasional. Deng kembali dicopot dari jabatannya.

Tantangan Ekonomi Politik Prabowo

Di sisi lain, bobot tantangan Prabowo tentang akselerasi, pemerataan, dan peningkatan kualitas dalam sistem yang sudah relatif mapan:

Pertama, menerima warisan ekonomi pasar terbuka dengan pertumbuhan moderat, sistem demokrasi, dan tingkat utang yang relatif terkontrol.

Kedua, tidak terdapat pergeseran ideologi mendasar. Indonesia sudah menganut ekonomi Pancasila dan pasar. Tantangan lebih pada kebijakan fiskal, birokrasi, dan mempertahankan stabilitas politik dalam sistem demokrasi multipartai yang rentan terhadap checks and balances.

Ketiga, meningkatkan peran BUMN untuk industrialisasi, reformasi struktural, dan hilirisasi. Memenuhi janji-janji kampanye yang masif seperti: MBG, KDMP yang memerlukan anggaran besar, tanpa mengorbankan disiplin fiskal dan reputasi di mata investor global.

Dari analisa di atas diketahui bahwa Deng Xiaoping menghadapi bobot tantangan yang jauh lebih berat. Dia harus melakukan revolusi ekonomi di tengah krisis ideologi dan politik yang akut, dengan risiko keruntuhan total jika gagal.

​Sebaliknya, Prabowo beroperasi dalam sistem yang sudah terbuka dan relatif stabil. Tinggal fokus akselerasi dan implementasi. Berbeda dengan tantangan Deng yang meliputi transformasi dasar dan kelangsungan hidup.

Jadi, bobot tantangan terberat Prabowo terletak pada pemberantasan korupsi, menegakkan hukum, membenahi sistem pemerintahan sudah rusak. Modalnya cukup dengan ketegasan yang lugas sesuai dengan karakter Prabowo sebagai seorang jenderal tempur.

Persamaan dan Perbedaan

Dari YouTube yang cukup viral, Ray Dalio melihat persamaan gaya kepemimpinan dan pendekatan ekonomi politik Presiden Prabowo Subianto dengan Deng Xiaoping, terutama dalam konteks transformasi ekonomi.

Penulis mencoba melihat persamaan kedua tokoh dari perspektif ekonomi politik:

Pertama, kedua tokoh sama-sama menekankan peran kuat negara, melalui BUMN, dalam mengendalikan sektor-sektor strategis dan mengarahkan pembangunan.

Kedua, sama-sama memiliki pendekatan pragmatis yang berfokus pada hasil ekonomi dan percepatan pembangunan negara, daripada terikat pada ideologi kaku. Dalam hal ini, Deng Xiaoping terkenal dengan ungkapan pragmatisnya: "tidak peduli kucing hitam atau kucing putih, yang penting bisa menangkap tikus".

Ketiga, visi yang sama untuk memimpin negara besar mengelola masa transisi dan mengubahnya menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa.

Kemudian perbedaan keduanya. Gregory C. Chow, Guru Besar Emeritus Ekonomi Politik, Princeton University, dalam bukunya "Memahami Dahsyatnya Ekonomi China" mengatakan bahwa pada awal 1980-an hampir semua warga negara China miskin. Bahkan pada tahun 1995, penulis masih menyaksikan kemiskinan China. Ketika itu Beijing jauh tertinggal dari kemajuan Jakarta.

Dari realitas kondisi China dan Indonesia dapat pula dijadikan awal berangkat melihat perbedaan secara objektif:

Pertama, Deng memimpin reformasi setelah era ideologi ketat Mao Zedong. Bekerja keras melakukan transformasi ekonomi yang sangat terpusat dan tertutup menjadi lebih terbuka. Sementara itu, Prabowo sudah mendapati Indonesia memiliki sistem ekonomi pasar yang sudah berjalan dan demokrasi multipartai.

Kedua, sistem politik Deng mempertahankan dominasi PKT dan menolak “perjuangan kelas" demi pembangunan ekonomi pasar dalam kerangka politik otoriter. Di sisi lain, Prabowo beroperasi dalam sistem demokrasi multipartai Indonesia.

Ketiga, reformasi Deng fokus pada liberalisasi pertanian, pembukaan investasi asing, dan pembentukan Zona Ekonomi Khusus (ZEK). Sedangkan progran Prabowo, lebih memiliki aspek populis dan fokus pada pengentasan masalah sosial antara lain seperti stunting.

Prabowo diketahui mengagumi reformasi ekonomi Deng Xiaoping dan pernah menyatakan keinginannya untuk meniru pendekatan Deng, terutama dalam mengelola sumber daya alam melalui perusahaan negara.

Julukan "PDXI" dari Perspektif Ekonomi Politik mengandung harapan yang dapat menginspirasi Prabowo dan pendukung seluruh rakyat Indonesia:

Visi Prabowo, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 6%-8%, mencerminkan ambisi pertumbuhan yang tinggi. Julukan "PDXI", diharapkan dapat menginspirasi Prabowo meniru keberhasilan Deng dalam mencapai akselerasi pertumbuhan yang masif rata-rata 9,5%.

Visi ekonomi Prabowo menekankan pada kedaulatan pangan, energi, dan sumber daya alam, serta program hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah komoditas. Prabowo juga mengadopsi pendekatan Deng yang sangat pragmatis dalam kebijakan ekonomi, tidak terikat dogma, fokus pada hasil pertumbuhan, dan pengentasan kemiskinan.  

Julukan "PDXI", mengandung harapan agar Prabowo sukses membawa Indonesia yang makmur, sejahtera, yang berkeadilan. Sama dan sebangun dengan kesuksesan Deng telah membawa Tiongkok menjadi negara kuat dalam segala bidang dari perspektif ekonomi politik.

Prabowo cukup lantang dalam penegakan hukum dan memberantas korupsi yang telah merusak simpul pemerintahan dan rakyat.

Julukan "PDXI", memiliki makna agar mencontoh keberanian Deng memberantas korupsi. Pada era Deng, terjadi peningkatan signifikan dalam penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan ekonomi serius, termasuk korupsi dan penyuapan.

Prabowo cukup gencar ingin membenahi birokrasi dan aparat yang telah merusak sistem pemerintahan.

Julukan "PDXI", guna meniru ketegasan Deng dalam proses Pengadilan terbuka terhadap "Geng Empat" (termasuk janda Mao Zedong, Jiang Qing). Geng Empat sebagai simbol faksi radikal ultra-kiri dan kekuatan yang merusak sistem negara selama Revolusi Kebudayaan.

Baca juga: Demokrasi Ekonomi Politik: Refleksi HUT ke-80 Republik Indonesia

Semoga julukan "Prabowo, Deng Xiaoping Indonesia (PDXI)" menjadi viral dan mampu mendorong semangat semua komponen bangsa mendukung Prabowo dalam membela Kedaulatan Rakyat. Bersatu dalam penegakan hukum guna memberantas korupsi, manipulasi, perampasan hak rakyat, dan pelanggaran konstitusi. [*]

Penulis: Dr. Iramady Irdja, Analis Ekonomi Politik, mantan Pegawai Bank Indonesia

Baca Juga

Kemitraan Strategis Indonesia - Prancis untuk Stabilitas Indo-Pasifik
Kemitraan Strategis Indonesia - Prancis untuk Stabilitas Indo-Pasifik
Panggung Citra, Bayang Kinerja
Panggung Citra, Bayang Kinerja
Demokrasi Ekonomi Politik: Refleksi HUT ke-80 Republik Indonesia
Demokrasi Ekonomi Politik: Refleksi HUT ke-80 Republik Indonesia
Perpajakan dari Perspektif Ekonomi Politik
Perpajakan dari Perspektif Ekonomi Politik
Gubernur Mahyeldi: Pesan Presiden Harus Jadi Acuan Sumbar dalam Menyusun Program Daerah
Gubernur Mahyeldi: Pesan Presiden Harus Jadi Acuan Sumbar dalam Menyusun Program Daerah
Gubernur Mahyeldi Ajak Warga Sumbar Resapi Pesan Presiden Prabowo untuk Bangun Daerah
Gubernur Mahyeldi Ajak Warga Sumbar Resapi Pesan Presiden Prabowo untuk Bangun Daerah