Rp56 Miliar untuk Hutan Sumbar: Atasi Perubahan Iklim, Dana Disalurkan Langsung ke Masyarakat

Rp56 Miliar untuk Hutan Sumbar: Atasi Perubahan Iklim, Dana Disalurkan Langsung ke Masyarakat

Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah membuka kegiatan Kick Off Implementasi RBP REDD+ GCF Output 2 dan Workshop Nasional: “Sinergi Mengelola Sumber Daya Alam, Suara Komunitas untuk Sumatera Barat Madani yang Unggul dan Berkelanjutan. [Foto: Padangkita]

Padang, Padangkita.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat meluncurkan program mitigasi perubahan iklim setelah resmi menerima pendanaan senilai 3,58 juta dolar AS atau setara Rp56 miliar dari Green Climate Fund (GCF).

Dana ini diberikan melalui skema Result-Based Payment (RBP) REDD+ sebagai pengakuan atas kinerja pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat dalam menjaga kawasan hutan, mencegah deforestasi, serta berhasil mengurangi emisi dari sektor Forest and Other Land Uses (FOLU) pada periode 2014-2016.

Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, menyatakan program ini memiliki arti strategis karena sebagian besar masyarakatnya hidup bergantung pada kelestarian hutan.

"Keseriusan ini karena 80 persen masyarakat Sumbar berada di sekitar hutan, bahkan dilindungi oleh hutan," kata Gubernur Mahyeldi saat membuka kegiatan Kick Off Implementasi RBP REDD+ GCF Output 2 dan Workshop Nasional: “Sinergi Mengelola Sumber Daya Alam, Suara Komunitas untuk Sumatera Barat Madani yang Unggul dan Berkelanjutan, Kamis (28/8/2025).

"Bagaimana potensi sekitar hutan bisa bermanfaat tanpa merusak dan masyarakat bisa menjalani kehidupan yang layak," tambahnya.

Dana hibah ini akan difokuskan untuk memperkuat tata kelola hutan, menyusun arsitektur REDD+ di tingkat provinsi, serta mendukung pencapaian target iklim nasional melalui FOLU Net Sink 2030.

Sejalan dengan itu, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai skema pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Direktur Penghimpunan dan Pengembangan Dana dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Endah Tri Kurniawati, memberikan apresiasi pada pendekatan Sumatera Barat dalam mengelola hutan.

"Sumatera Barat sangat kental dengan tradisinya yang kemudian menjadi satu sistem yang menjadi contoh baik dalam pengelolaan perhutanan di Indonesia," ujar Endah.

Salah satu aspek penting dari program ini adalah mekanisme penyaluran dana yang dirancang untuk langsung menjangkau kelompok masyarakat di tingkat tapak.

Dana dari BPDLH tidak akan masuk melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan disalurkan melalui lembaga perantara yang telah ditunjuk.

"Harapannya melalui program ini kapasitas masyarakat pengelola hutan meningkat dan jumlah izin perhutanan sosial pun bertambah tiap tahun," lanjut Endah.

Untuk menjalankan tugas ini, Gubernur Mahyeldi telah menunjuk Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi sebagai lembaga perantara (lemtara).

Menurut Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, kepercayaan ini diberikan atas dasar rekam jejak panjang lembaga tersebut di Ranah Minang.

Hingga saat ini, KKI Warsi telah mendampingi 48 izin kelola Perhutanan Sosial (PS) yang tersebar di delapan kabupaten, yaitu Limapuluh Kota, Agam, Pasaman, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Solok, dan Dharmasraya.

Selain itu, KKI Warsi juga membina 23 kelompok usaha yang mengelola Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yang terdiri dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), dan Kelompok Perempuan (KP).

Program pemberdayaan juga menyasar perempuan secara khusus, di mana tercatat 26 perempuan di 12 nagari telah berperan sebagai motor penggerak dalam mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pengambilan keputusan dan mendapat akses untuk pengelolaan serta perlindungan hutan.

Kolaborasi antara KKI Warsi dengan Dinas Kehutanan Sumatra Barat dalam menyusun kerangka penggunaan dana RBP-GCF, yang diperkuat dengan penandatanganan MoU, menjadi landasan kuat untuk implementasi program ini di lapangan.

Inisiatif RBP REDD+ GCF merupakan program yang dirancang untuk memberikan insentif finansial kepada provinsi yang mampu menunjukkan kinerja dalam meningkatkan tutupan hutan dan menahan laju deforestasi.

Di Sumatera Barat, skema perhutanan sosial terbukti berkontribusi pada peningkatan tutupan hutan, dengan pertambahan sekitar 3.000 hektar pada tahun 2024.

Ke depan, program ini diharapkan tidak hanya menjadi insentif atas kinerja masa lalu, tetapi juga menjadi model kolaborasi yang efektif antara pemerintah, lembaga, dan masyarakat.

Baca Juga: Limapuluh Kota – Warsi Kerja Sama Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Bersama Masyarakat

Dengan menempatkan masyarakat sebagai pusat pengelolaan dan memastikan manfaat ekonomi yang adil, program ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan wilayah, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan kontribusi nyata pada pencapaian target iklim nasional. [*/hdp]

Baca Juga

Gubernur Mahyeldi Paparkan Keberhasilan Perhutanan Sosial Sumbar di Forum Iklim Bali
Gubernur Mahyeldi Paparkan Keberhasilan Perhutanan Sosial Sumbar di Forum Iklim Bali
Sumbar Raih Penghargaan Pemerintah Daerah Terbaik di Festival Perhutanan Sosial Nasional
Sumbar Raih Penghargaan Pemerintah Daerah Terbaik di Festival Perhutanan Sosial Nasional
KKI Warsi dan Masyarakat Adat Dorong Penetapan Perda Masyarakat Hukum Adat di Limapuluh Kota  
KKI Warsi dan Masyarakat Adat Dorong Penetapan Perda Masyarakat Hukum Adat di Limapuluh Kota  
Tak Mau Bencana Terulang, 6 Nagari di Sumpur Kudus Perkuat Pengamanan Perhutanan Sosial 
Tak Mau Bencana Terulang, 6 Nagari di Sumpur Kudus Perkuat Pengamanan Perhutanan Sosial 
KKI WARSI Perkuat Sinergi dengan Media dan CSO untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Sumbar
KKI WARSI Perkuat Sinergi dengan Media dan CSO untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Sumbar
Mahyeldi-Vasko: Perhutanan Sosial Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Sekitar Hutan
Mahyeldi-Vasko: Perhutanan Sosial Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Sekitar Hutan