Masjid Gantiang, Siar Islam Hingga Markas Perjuangan

Masjid Gantiang, Siar Islam Hingga Markas Perjuangan

(Foto : wikimedia.org)

KEBERADAAN Masjid Raya Ganting tidak bisa dilepaskan dari perkembangan siar Islam di Minangkabau. Konon kabarnya, masjid tertua di Sumbar tersebut pada awalnya berdiri di kaki Gunung Padang.

Karena alasan tertentu dan kepentingan ummat dipindahkan ke tepian Batang Araw. Menurut cerita rakyat sekitar, pemindahan ke tepian Batang Araw disebabkan rencana Belanda yang ingin membuat jalan ke Teluk Bayur.

Lampiran Gambar

Kegiatan Pesantren Ramadhan di Masjid Raya Gantiang (Foto : Erinaldi)

Terakhir, masjid itu dipindahkan ke jalan Ganting No 3 Kelurahan Ganting Selatan, Kec. Padang Timur. Biaya pembangunan masjid berasal dari sumbangan kaum muslim, saudagar Pasa Gadang, dan perantau Kampung Ganting yang bermukim di Sibolga, Medan, dan Luar Negeri. Pengerjaannya dilakukan secara gotong royong dan dibantu dan dipimpin seorang Kapten dari Korps Zeni dengan mendatangkan tukang dan material dari Pasaman.

Di tahun 1918, para ulama Minang di Sumatra Barat pernah menjadikan masjid Raya Ganting sebagai tempat musyawarah pertama untuk mengembangkan agama Islam.

Sejak berdiri, masjid Raya Ganting dimanfaatkan sebagai tempat bimbingan manasik haji bagi kaum muslim yang akan berangkat ke Tanah Suci. Menurut catatan sejarah, orang pertama yang memberikan bimbingan manasik haji di masjid Raya Ganting yakni Syekh Abdul Hadi. Beliau berasal dari Arab Saudi. Konon, Syekh Abdul Hadi sempat bermukim Minang dalam waktu lama dan menikah dengan wanita Minang. Dari pernikahannya tersebut, beliau dikaruniai 7 orang anak.

Manasik haji dilakukan di halaman masjid. Sedangkan teori manasik diberikan di gedung bekas perguruan Thawalib. Pada masa jayanya, perguruan Thawalib mengelola Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, dan Normal School. Di masjid dan lembaga pendidikan tersebut Syekh Daud Rasyidi dan H Mansur Dt Palimo Kayo, serta beberapa tokoh pergerakan Islam di Minang mengabdikan ilmu dan menyemai bibit perjuangan pada kaum.

Menurut catatan sejarah, Soekarno dan Hatta pernah berkunjung ke masjid tersebut pada tahun 1942 sekembalinya dari tempat pembuangan di Bengkulu.

Di tahun 1918, para ulama Minang di Sumatra Barat pernah menjadikan masjid Raya Ganting sebagai tempat musyawarah pertama untuk mengembangkan agama Islam. Sejalan dengan perkembangannya, di 1932 masjid tersebut menjadi pusat penyelenggara Jambore Gerakan Kepanduan (pramuka) Muhammadiyah seluruh Indonesia yang pada waktu itu dikenal dengan Hizbul Wathan.

Menurut catatan sejarah, Soekarno dan Hatta pernah berkunjung ke masjid tersebut pada tahun 1942 sekembalinya dari tempat pembuangan di Bengkulu. Kedua tokoh tersebut sering mengerjakan shalat di masjid Raya Ganting. Saat itu, dua tokoh tersebut menginap di rumah Umar Marah Alamsyah yang berada tepat di belakang masjid.

Pada perkembangannya, masjid Raya Ganting tidak hanya dijadikan sebagai pusat siar Islam di Minang. Masjid tersebut juga pernah menjadi markas besar Gyugun (perwira militer yang anggotanya terdiri dari alim ulama) dan Heiho (pasukan pembela tanah air yang prajuritnya berasal dari santri) untuk wilayah Sumatera Barat dan Tengah.

Hingga saat ini, Masjid Raya Ganting menjadi tempat bersejarah yang terus menggeliat tanpa henti.

Menurut informasi dari bernbagai pihak, saat pasukan Sekutu mendarat di Sumatera, banyak sekali tentara Inggris dari kesatuan Muslim India membelot dan bergabung dengan laskar rakyat. Dari masjid tersebut mereka mengatur strategi penyerangan mempertahankan kemerdekan. Peristiwa penyerangan ke Tangsi (barak, asrama) militer Inggris dari Kesatuan Gurkha diatur dari masjid Ganting. Di tahun 1950 majid Raya Ganting mulai ramai dikunjungi masyarakat.

Bahkan pejabat-pejabat penting seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Ketua MPR KH Ahmad Saigu, Ketua MPR Jenderal Abdul Haris Nasution serta beberapa tokoh dari negara Malaysia juga pernah berkunjung ke masjid tua tersebut.

Hingga saat ini, Masjid Raya Ganting menjadi tempat bersejarah yang terus menggeliat tanpa henti. Di bulan Ramadhan, antrian pengunjung memadati setiap sudut masjid hingga bagian luar untuk menunaikan ibadah Shalat Taraweh berjemaah. Di siang harinya, masjid kuno itu dipadati anak-anak yang mengikuti pesantren ramadhan.

Baca Juga

Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"