PARIWISATA, terutama wisata alam, telah menjadi sektor yang berkembang pesat di banyak negara, termasuk Indonesia. Keindahan alam yang ditawarkan oleh pegunungan, pantai, dan hutan tropis menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Namun, di balik keindahan tersebut, sektor pariwisata juga memiliki dampak yang signifikan terhadap krisis iklim global.
Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana pariwisata berkontribusi terhadap perubahan iklim dan bagaimana kawasan wisata alam dapat memperburuk krisis ini.
Jejak Karbon yang Tinggi
Salah satu dampak terbesar dari pariwisata adalah emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari transportasi. Wisatawan seringkali harus menggunakan pesawat, mobil, atau kapal untuk mencapai destinasi wisata. Pesawat terbang, terutama, merupakan salah satu sumber utama emisi karbon yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Menurut laporan Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), transportasi udara menyumbang sekitar 40% dari total emisi karbon di sektor pariwisata.
Selain transportasi, infrastruktur pendukung pariwisata seperti hotel, restoran, dan atraksi wisata juga menghasilkan emisi. Penggunaan energi untuk pendingin ruangan, pemanas air, dan fasilitas lain di kawasan wisata menambah jumlah emisi gas rumah kaca.
Kerusakan Ekosistem dan Penggundulan Hutan
Pengembangan kawasan wisata seringkali mengorbankan hutan dan ekosistem alami. Untuk membangun hotel, resor, atau jalan, seringkali dibutuhkan penggundulan hutan. Hal ini tidak hanya mengurangi keanekaragaman hayati, tetapi juga mengurangi kemampuan hutan untuk menyerap CO2, salah satu cara alami untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Di kawasan wisata pantai, pembangunan resor dan infrastruktur lain sering kali menyebabkan kerusakan pada ekosistem pesisir, termasuk terumbu karang. Terumbu karang berfungsi sebagai penahan ombak dan habitat bagi banyak spesies laut. Jika terumbu karang rusak, maka ekosistem laut pun terancam, yang pada akhirnya mempengaruhi keseimbangan iklim laut dan darat.
Overtourism dan Tekanan pada Sumber Daya Alam
Destinasi wisata yang populer sering kali menghadapi masalah overtourism, yaitu kondisi di mana jumlah wisatawan melebihi kapasitas lingkungan untuk menampung mereka.
Misalnya, di beberapa taman nasional dan kawasan konservasi, kehadiran terlalu banyak wisatawan dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi, dan pencemaran air. Selain itu, konsumsi air bersih di hotel-hotel mewah dapat menyebabkan kekurangan air bagi masyarakat lokal.
Di banyak kawasan, pariwisata juga memicu peningkatan jumlah sampah dan limbah. Banyak destinasi wisata, terutama di negara berkembang, masih kurang memiliki infrastruktur pengelolaan limbah yang memadai. Akibatnya, sampah plastik dan limbah lainnya sering kali berakhir di sungai atau laut, memperparah polusi dan merusak ekosistem.
Kenaikan Permukaan Laut dan Dampaknya pada Pariwisata
Kawasan wisata pantai sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya kenaikan permukaan laut. Pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir yang menjadi tujuan wisata favorit, seperti Kepulauan Mentawai dan Kawasan Mandeh, menghadapi ancaman serius akibat kenaikan permukaan laut. Pantai yang terendam air akan mengurangi daya tarik wisata dan pada akhirnya dapat menghancurkan ekonomi lokal yang bergantung pada pariwisata.
Bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, seperti badai, banjir, dan kekeringan, juga semakin sering terjadi di berbagai destinasi wisata. Hal ini tidak hanya membahayakan wisatawan, tetapi juga menambah beban ekonomi dan sosial bagi penduduk setempat.
Solusi: Pariwisata Berkelanjutan
Meskipun pariwisata memiliki dampak negatif terhadap krisis iklim, ada juga peluang untuk mengurangi dampaknya melalui praktik pariwisata berkelanjutan.
Pariwisata berkelanjutan berfokus pada upaya untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial, serta menjaga kelestarian sumber daya alam untuk generasi mendatang. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
- Penggunaan Energi Terbarukan: hotel dan resor dapat beralih ke sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin, untuk mengurangi emisi karbon.
- Pengelolaan Sampah yang Efektif: Destinasi wisata harus memiliki sistem pengelolaan sampah yang efisien, termasuk pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Barangkali pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah bisa memberikan sangsi berupa pencabutan ijin usaha bagi pengelola kawasan wisata yang tidak mengelola sampahnya.
- Pelibatan Masyarakat Lokal: Masyarakat setempat harus diberdayakan dalam pengelolaan kawasan wisata agar mereka dapat menjaga kelestarian lingkungan dan mendapatkan manfaat ekonomi.
Pariwisata memang dapat menjadi alat penting untuk mendukung perekonomian, terutama di negara-negara yang memiliki kekayaan alam. Namun, tanpa pengelolaan yang baik, pariwisata juga berkontribusi terhadap krisis iklim.
Baca juga: Kunjungan Wisata ke Sumbar Meningkat Signifikan, Ekonomi Masyarakat Menggeliat
Penting bagi semua pihak—pemerintah, pelaku industri, dan wisatawan—untuk berkomitmen pada pariwisata berkelanjutan dan menjaga agar keindahan alam tetap lestari untuk dinikmati oleh generasi mendatang.
[*]
Penulis: Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si., Dosen Fisika dan Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang (UNP)