Painan, Padangkita.com - Kejaksaan Negeri Kabupaten Pesisir Selatan (Kejari Pessel) telah mulai mendalami laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PETA soal dugaan penyimpangan penggunaan anggaran biaya operasional Tempat Pemugutan Suara (TPS) PSU DPD RI.
Untuk kepentingan itu, penyidik Kejari telah meminta keterangan lanjutan terhadap LSM PETA untuk pendalaman bukti-bukti dugaan penyimpangan penggunaan anggaran, pada Selasa (30/7/2024).
Ketua Umum LSM Peduli Transparansi Reformasi (PETA), Didi Someldi Putra menilai, pemanggilan oleh Kejari Pessel terhadap pihaknya sebagai pelapor untuk memberikan keterangan lebih lanjut, adalah bentuk keseriusan penyidik dalam menindaklanjuti kasus itu.
LSM PETA melaporkan semua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pessel atas dugaan penyimpangan penggunaan biaya operasional TPS PSU DPD RI di Pessel, pada Senin (22/7/2024).
"Dalam permintaan keterangan itu, saya menyampaikan sejumlah bukti-bukti sebagai informasi tambahan yang diharapkan dapat memperkuat laporan pada Selasa 22 Juli 2024 lalu," ungkap Didi, di Painan, Rabu (31/7/2024).
Ia berharap, dengan adanya permintaan keterangan tambahan sebagai bahan untuk pendalaman bukti-bukti, kasus tersebut dapat dituntaskan seadil-adilnya.
"Seberapa besar kerugian negaranya nanti, jika terbukti? Kami berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dan keadilan dapat ditegakkan," ungkapnya.
Didi mengungkapkan, dugaan korupsi penyelewengan anggaran PSU DPD RI tersebut tercium dalam penggunaan biaya operasional TPS yang dilaksanakan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS).
"Laporan ini atas dugaan terjadinya ketidaktepatan penggunaan dana biaya operasional penyelenggaraan pemungutan suara di TPS," ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa ketidaktepatan penggunaan anggaran ini bervariasi, mulai dari pemotongan dana hingga pengalihan dana dengan berbagai alasan.
"Meskipun jumlahnya terbilang kecil, namun hal ini terjadi di banyak TPS," katanya.
Ia mencontohkan, jika per TPS terdapat Rp500 ribu anggaran operasional yang tidak tepat penggunaannya, kemudian dikali dengan jumlah TPS yang berjumlah 1.640 TPS, maka dugaan kerugian negara dapat mencapai Rp820.000.000.
Didi pun menegaskan, guna memperlancar proses penegakan hukum, dirinya bersedia membantu menghadirkan sejumlah saksi, termasuk juga menambahkan dokumen jika dibutuhkan.
"Kami mendesak Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut dan mengusut tuntas dugaan korupsi ini,” tegasnya.
Ia juga meminta agar KPU Kabupaten Pesisir Selatan dan Bawaslu Kabupaten Pesisir Selatan bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan dalam proses penegakan hukum.
"Kasus dugaan korupsi ini telah menarik perhatian publik di Kabupaten Pesisir Selatan. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat segera diusut tuntas," imbuhnya.
Kepala Kejari (Kajari) Pessel, Muhammad Jafis melalui Kepala Seksi Datun Kejaksaan Negeri Kabupaten Pesisir Selatan, Teddy Arihan mengungkapkan, bahwa pihaknya segera menidaklanjuti laporan LSM PETA.
Menurutnya, sebagai langkah awal, pihaknya akan mempelajari terkait laporan yang masuk dan mengklarifikasi KPU Pesisir Selatan soal dugaan yang dilaporkan.
"Kita pelajari dulu. Nanti. Kalau ada indikasi, kita tindak lanjuti," terangnya.
Terkait proses laporan tersebut, pihaknya akan memberi pemberitahuan ke LSM PETA
"Apa dasar perbedaan (dugaan penyimpangan anggaran), dari satu TPS dengan TPS lainnya. Ini akan kita pelajari sesuai dengan bukti-bukti," ujarnya.
Baca juga: Dugaan Penyimpangan Anggaran PSU DPD RI, Komisioner KPU Pessel Dilaporkan ke DKPP
Diketahui, besaran anggaran biaya operasional per TPS adalah sebesar Rp3.500.000. Anggaran ini untuk pendirikan TPS, makan dan minum petugas KPPS, serta biaya operasional lainnya.
[*/min]