Tua Pejat, Padangkita.com - Perwakilan masyarakat Mentawai resmi mengajukan judicial review (JR} tentang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Koordinator pemohon, Dedi Juliasman Sakatsilak mengatakan, dirinya bersama tiga orang rekannya mendaftarkan permohonan JR tersebut pada Kamis (8/9/2022) pukul 15.38 secara daring.
"Kami mewakili komunitas masyarakat Mentawai di Jakarta yang jumlahnya mencapai 300 orang," ujarnya saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Jumat (9/9/2022).
Dalam mengajukan permohonan tersebut, pihaknya didampingi oleh pengacara dari Rinto Wardana Law Firm.
Dedi menuturkan, pihaknya mengajukan permohonan JR karena UU Sumbar dinilai diskriminatif terhadap masyarakat Mentawai.
Pihaknya menyoroti keberadaan Pasal 5 Huruf c dalam UU tersebut yang memuat poin bahwa Provinsi Sumbar memiliki karakteristik nilai falsafah adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.
Menurut mereka, pasal tersebut identik dengan masyarakat Minangkabau.
"Hal itu berbeda jauh dengan suku Mentawai yang punya falsafah hidup yang biasa dikenal dengan Arat Sabulungan, punya bahasa sendiri, dan adat istiadat sendiri," jelasnya.
Jika UU Sumbar ini diterapkan, maka akan diskriminatif terhadap masyarakat Mentawai. Oleh karena itu, pihaknya mengajukan permohonan JR ke MK.
"Kita sudah ajukan ke MK. Saat ini, kita masih menunggu jadwal sidang," ungkap Dedi.
Dalam permohonan JR tersebut, pihaknya menyampaikan ke MK bahwa masyarakat Mentawai tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan UU Sumbar.
"Karena memang pada faktanya perwakilan Mentawai di DPR RI itu tidak ada. Sementara, lumbung suaranya di DPR RI dari Sumbar itu, ya, dari Mentawai," sebutnya.
Padahal, kata dia, aturan perundang-undangan disebutkan penyusunan UU harus melibatkan masyarakat secara umum.
Dalam permohonan JR itu, pihaknya juga menyampaikan keberatan atas Pasal 5 Huruf c dalam UU Sumbar. Pihaknya tidak menuntut UU itu dicabut atau dibatalkan
"Tuntutan kita adalah kita minta ada keputusan khusus dari MK yang mengakomodir tentang Mentawai bahwa Pasal 5 Huruf c itu hanya berlaku untuk etnis Minangkabau, tidak untuk Mentawai. Itu yang kita harapkan. Jadi, tidak panjang polemik itu," sebutnya.
Pihaknya tidak juga tidak menuntut UU Sumbar direvisi dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar.
Baca Juga: UU Sumbar Dinilai Diskriminasi Budaya Mentawai, Ini Kata Kesbangpol
"Karena merubah UU itu perlu waktu minimal dua tahun, lima tahun, dan itu lama kan. Tapi, kalau bisa ditambahkan, kita sangat bersyukur. Tapi, kalau memang tidak bisa ditambahkan atau diubah, putusan khusus MK itu sudah cukup," ucap Dedi. [fru]
*) BACA informasi pilihan lainnya dari Padangkita di Google News