Padang, Padangkita.com – Ruas jalan tol yang akan melewati Kabupaten Limapuluh Kota belum jelas kapan akan dibangun. Namun, masyarakat 5 nagari di daerah itu yang bakal terdampak oleh rencana pembangunan jalan tol, terus bergerak.
Kali ini, perwakilan masyarakat 5 nagari yang bakal terdampak jalan tol yang menamakan diri ‘Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol Limapuluh/50 Kota’ atau ‘Format 50 Kota’ hearing dengan Komisi IV DPRD Sumatra Barat (Sumbar).
Lima nagari yang terdampak trase Jalan Tol Padang – Pekanbaru yang merupakan jaringan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) tersebut adalah adalah Nagari Koto Baru Simalanggang, Nagari Koto Tangah Simalanggang, Nagari Taeh Baruah, Nagari Lubuak Batingkok, dan Nagari Gurun.
Mereka menyuarakan pemindahan trase atau jalur yang akan dilewati jalan tol. Diketahui, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) ruas Padang - Pekanbaru telah berjalan. Saat ini, satu seksi Pekanbaru – Bangkinang telah rampung, dan satu seksi lagi, yakni Padang – Sicincin tengah dibangun.
Proyek Jalan Tol Padang - Pekanbaru yang terdiri dari enam seksi, ditargetkan beroperasi tahun 2025. Namun, karena sulitnya pembebasan lahan, target tersebut dipastikan bakal terundur.
Enam seksi atau ruas Jalan Tol Padang – Pekanbaru terdiri dari Seksi I Padang - Sicincin, Seksi II Sicincin - Bukittinggi, dan Seksi III Bukittinggi - Payakumbuh. Kemudian, Seksi IV Payakumbuh - Pangkalan, Seksi V Pangkalan - Bangkinang, dan Seksi VI Bangkinang - Pekanbaru.
Di depan anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Jumat (13/5/2022), Sekretaris Format 50 Kota, Ezi Fitriana menyampaikan banyak persoalan yang dapat hadir dengan adanya proyek pembangunan tol ini, khususnya di Kabupaten Limapuluh Kota.
Terutama terhadap permukiman dan lahan produktif. Masyarakat 5 nagari yang bakal terdampak tol, kata dia, kini diadvokasi oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup). Ia menyebut, dari analisis WALHI Sumbar, kawasan yang menjadi trase untuk pembangunan Jalan Tol Padang - Pekanbaru melewati t 74 nagari (desa) di 20 kecamatan serta 7 kabupaten dan kota.
“Apabila jalan tol dibangun, tentu sumber-sumber penghidupan masyarakat setempat yang mayoritas petani akan hilang. Selain itu, proyek ini jelas akan merampas ruang hidup masyarakat,” ungkap Ezi.
Ruas yang akan melewati Limapuluh Kota, lanjut dia, adalah ruas yang paling banyak dilewati oleh jalan tol. Setidaknya ratusan hektare dan ratusan permukiman akan terancam hilang karena rencana pembuatan jalan tol ini.
Ezi menyampaikan pembangunan jalan tol ini akan mengakibatkan hilangnya tempat hidup lebih dari 539 Kepala Keluarga (KK), hilangnya pusako. Kemudian, hilangnya sumber-sumber penghidupan seperti lahan pertanian serta tanah ulayat masyarakat.
“Format 50 Kota meminta agar DPRD Sumbar mengawal agar masyarakat tidak dikorbankan dalam pembangunan ini,” ujarnya.
Sementara itu, WALHI Sumbar mengingatkan pembangunan jalan tol jangan sampai menyengsarakan masyarakat, apalagi menghilangkan tempat dan sumber-sumber penghidupan rakyat.
Pembangunan seharusnya mengutamakan musyawarah dan memastikan terserapnya aspirasi rakyat dalam proses pembangunan tersebut. Pemerintah juga harus mengkaji beban biaya yang timbul dari potensi-potensi konflik yang akan hadir apabila proses pembangunan cenderung dipaksakan.
Baca juga: Masyarakat 5 Nagari di Limapuluh Kota Tak Pernah Menolak Tol, Cuma Minta Pengalihan Trase
WALHI Sumbar berharap pemerintah dapat mengkaji kembali trase yang melewati Limapuluh Kota, Payakumbuh – Pangkalan, dengan harapan dapat dialihkan dari permukiman padat penduduk. [*/pkt]