Padang, Padangkita.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat sejak pertengahan februari 2022, telah melaporkan dugaan aktivitas pembangunan yang merusak ekosistem terumbu karang di Pantai Polimo kepada Polda Sumatera Barat, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat.
"Beberapa OPD bahkan telah turun ke Pantai Polimo Desa Silabu untuk mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti pelaporan. Dari temuan-temuan yang disampaikan oleh masing- masing OPD menyimpulkan bahwa telah terjadi kerusakan terumbu karang dan kegiatan pembangunan logpond untuk kayu juga tidak berizin," terang Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Barat, Tommy Adam dalam keterangan resminya kepada Padangkita.com, Senin (4/4/2022).
Tommy juga menjelaskan, Kepala DKP (Desniarti) melalui suratnya telah meninjau ke Pantai Polimo pada 18-21 Februari, yang membenarkan bahwa ditemukan Koperasi Minyak Atsiri Mentawai belum memiliki izin pemanfaatan ruang laut, dan DKP merekomendasikan agar pembuatan logpond tersebut dihentikan.
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat, Siti Aisyah menginformasikan, bahwa Tim Investigasi dari LH Provinsi telah survey ke pantai polimo Pada Tanggal 18 Maret 2022 bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup Mentawai serta dari Balai Gakkum KLHK Sumbar. LH Sumbar menemukan ada beberapa indikasi pelanggaran yang tidak sesuai dengan dokumennya, pertama pengambilan terumbu karang untuk membuat logpond dermaga dan jalan yang berasal dari terumbu karang.
Selain itu masih ada beberapa indikasi pelanggaran lingkungan yang tidak sesuai dengan dokumennya. dokumen UKL - UPL untuk pembangunan logpond juga tidak ditemukan pembahasan terkait dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan. selain itu DLH Sumbar menemukan bahwa oli bekas tidak disimpan tersendiri dan tidak tertutup di lokasi camp kontraktor PT. Satu Karya Mandiri Pratama sebagai mitra Koperasi Minyak Atsiri Mentawai, sehingga ini akan berisiko mencemari lingkungan sekitar bila terjadi hujan.
Sementara DLH Kab. Mentawai dalam proses pengembangan kasus bahwa pembangunan jalan ke Pantai Polimo tempat logpond kayu serta jalan menuju ke Dusun Maguiruk oleh Koperasi Minyak Atsiri Mentawai tidak berizin, dan juga tidak termuat dalam dokumen UKL-UPL. Menurutnya pembangunan jalan untuk kebutuhan pengangkutan kayu tersebut dari izin PPKNK harus dibahas terlebih dahulu.
Mulai dari DLH Kabupaten Kepulauan Mentawai, Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai serta Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Kepulauan Mentawai, sehingga DLH akan mengeluarkan rekomendasi ke Dinas Penanaman Modal dan Perizinan untuk mengeluarkan izin pembangunan jalan.
Sementara Bupati Mentawai juga menyatakan bahwa izin pengambilan kayu (Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (PKKNK) dengan No. 903/2330/PR.PH-2021) tersebut tidak mensejahterakan masyarakat. karena beliau mengaku bahwa proses perizinan tersebut telah disederhanakan dengan adanya omnibus law sehingga Pemda tidak bisa berbuat banyak.
Merujuk kepada temuan lintas instansi tersebut, (DLH Provinsi Sumbar, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, DLH Kab. Mentawai, Polda Sumbar serta Gakkum) Tommy Adam, Kepala Departemen WALHI Sumatera Barat menilai kuat dugaan “terdapat serangkaian pelanggaran hukum” oleh pihak koperasi minyak atsiri mentawai dalam kegiatan usahanya. Pelanggaran hukum disinyalir tidak hanya soal pembangunan logpond, tetapi juga berkaitan dengan pemanfaatan hasill hutan kayu melalui skema PKKNK.
Penebangan kayu sudah dilakukan, bahkan sebagian hasilnya telah diangkut untuk dijual, sementara pada sisi lain dokumen lingkungan dan akses jalan angkut kayunya masih bermasalah. WALHI juga menaruh perhatian pada pengakuan pihak koperasi yang tidak seutuhnya memahami regulasi terkait usaha yang dijalankannya, tentu ini suatu ironi. Bagaimana mungkin pelaku usaha akan taat hukum jika aturan hukum terkait usahanya saja tidak dipahami utuh.
"Untuk itu, temuan ini harus jadi perhatian oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. Demi mencegah terjadinya pelanggaran hukum yang berlanjut, WALHI Sumbar meminta Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar untuk menggunakan kewenangannya guna menghentikan terlebih dahulu seluruh kegiatan PPKNK tersebut," tegas Tommy.
Menurutnya, selain untuk mencegah pelanggaran hukum berantai, juga demi memastikan tidak ada pembiaran atas segala pelanggaran administrasi dan/atau hukum oleh pihak koperasi. Itu semua juga demi memastikan tidak terjadinya bencana ekologis di Silabu. Beberapa waktu lalu sudah ada warning dari alam, bencana banjir di Silabu.
Baca Juga: Walhi: Potensi Kerugian Negara Akibat Reklamasi Danau Singkarak Capai Rp3,3 Miliar
"Tentu banjir tersebut, harus dipandang sebagai peringatan dini, agar manusia lebih bijaksana dalam pengelolaan hutan. Selain itu, WALHI Sumbar juga mendorong Bupati Mentawai harus berani mengambil langkah tegas dan memposisikan diri untuk berpihak kepada masyarakat dan lingkungan dalam persoalan ini," tutup dia. [isr]