Padang, Padangkita.com - Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand) Defriman Djafri menilai kasus Covid-19 di Sumatra Barat (Sumbar) yang jauh menurun menandakan ada perkembangan baik dalam penanganan pandemi di Jawa dan Bali sebagai episentrum penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Meski demikian, kata dia, Pemerintah Provinsi Sumbar perlu mewaspadai potensi ledakan kasus gelombang ketiga.
"Kalau kita melihat kasus, penurunan terjadi memang ketika episentrum Jawa dan Bali setelah pertengahan Juli 2021 terus melandai sampai sekarang ini. Nah, secara nasional, kita melihat terjadi penurunan," ujarnya saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Selasa (9/11/2021).
Dia mengapresiasi pemerintah dalam mengendalikan penularan kasus Covid-19 di Jawa dan Bali. Hal tersebut karena dua pulau itu merupakan episentrum penularan Covid-19 di Indonesia, termasuk Sumbar. Penanganan kasus Covid-19 di Jawa dan Bali merupakan kunci pengendalian kasus Covid-19 di Indonesia.
"Mobilitas dan banyaknya penduduk memang banyak terjadi di Jawa dan Bali. Karena itu cepat dikendalikan, di luar Jawa dan Bali bisa tidak menjadi episentrum baru," jelasnya.
Defriman juga mengapresiasi tingginya angka capaian vaksinasi di kantong-kantong penyebaran Covid-19 di Jawa dan Bali sehingga mendukung terbentuknya kekebalan kelompok di masyarakat. Di sisi lain, dia menyorot capaian vaksinasi Sumbar yang belum tinggi.
Dia juga mencurigai kemungkinan ada faktor lain penyebab kasus Covid-19 di Indonesia dan Sumbar khususnya menurun. Faktor lain itu yaitu pengaruh iklim atau lingkungan terhadap virulensi dari virus SARS-CoV-2 yang menurun. Meski belum ada bukti konkret khusus untuk kasus di Indonesia, hal ini menjadi pertanyaan para ilmuwan. Dia berharap hal itu bisa terbukti ke depan.
Selain itu, dia mencurigai penyebab kasus Covid-19 rendah karena ada data kasus yang tidak terdeteksi yang belum dilaporkan.
"Yang mungkin agak meragukan itu ya bicara datanya. Apakah benar datanya yang tidak dilaporkan. Pertanyaan saya adalah berapa kemungkinan kasus yang tidak terdeteksi yang tidak dilaporkan dari data yang di-publish selama ini," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah, baik Dinas Kesehatan maupun Satuan Tugas Oenanganan Covid-19, untuk meningkatkan early warning system dalam surveilans. Pemerintah perlu memperkuat sistem peringatan dini ledakan kasus Covid-19.
Defriman menambahkan harus ada pemantauan secara berkala kapan alarm kasus Covid-19 itu berbunyi sehingga tidak terjadi rumah sakit langsung penuh dan terjadi kekurangan oksigen akibat adanya kejadian luar biasa.
Masyarakat juga harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dan pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap itu. Pasalnya, potensi ledakan kasus di Sumbar tetap ada akibat adanya mutasi dari Covid-19 itu sendiri.
"Ancaman tetap ada. Karena ada delta yang varian plus sudah terdeteksi di Singapura. Jangan sampai sama kita dengan yang dulu saat kita berhasil mendeteksi varian di India, namun lambat mengantisipasi, akhirnya terjadi penularan yang masif," sebutnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan pemerintah perlu mewaspadai potensi gelombang ketiga kasus Covid-19 di Januari 2022. Hal tersebut belajar dari gelombang pertama pada pertengahan Januari 2021 dan gelombang kedua pada pertengahan Juli 2021 dipicu tingginya mobilitas masyarakat.
Baca juga: Evaluasi dan Peringatan dr Andani Soal Covid-19 di Sumbar dan Indonesia Umumnya
Pemerintah perlu mewaspadai potensi penularan Covid-19 karena mobilitas masyarakat pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). "Kalau kita lihat sekarang ancaman itu kemungkinan terjadi ya Januari 2022 ini atau bisa lebih cepat lagi. Nataru ini harus juga diantisipasi," terangnya. [fru/pkt]