Padang, Padangkita.com - Pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai memberi berpengaruh besar pada penerimaan negara dan daerah, tak terkecuali Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Indikator ekonomi makro Sumbar mencatat bahwa pandemi Covid-19 pada tahun 2020 menekan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar terkontraksi sekitar -1,6%. PDRB (Pendapat Domestik Regional Bruto) per kapita pun terkontraksi atau trurun ke angka Rp30,64 juta dari sebelumnya pada tahun 2019 berada di angka Rp31,67 juta.
"Untuk tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Sumbar diperkirakan berada pada angka 5,4 - 5,7 persen. Hal ini didorong trendpositif dari harga CPO (crude plam oil) dan karet dunia, sehingga mendorong sektor pertanian dan perkebunan" kata Audy Joinaldy dalam Rapat Paripurna Penyampaian Nota Pengantar Ranperda tentang APBD Sumbar 2022, di ruang rapat utama DPRD Sumbar, Kamis (14/10/2021).
Audy menambahkan, bahwa kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut adalah pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru yang diyakini mampu mendorong adanya investasi di koridor pertumbuhan ekonomi utama Sumbar.
Dari sisi ketimpangan pendapatan masyarakat yang diukur dari gini ratio, walaupun cenderung mengalami penurunan secara lambat dalam 10 tahun terakhir, tetapi secara pemerataan pendapatan justru mengalami tren positif, di mana pada tahun sebelumnya 0,006 poin menjadi 0,301 pada tahun 2020. “Pandemi Covid-19, kata Audy, justru menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat di Sumbar,” ujar Audy.
Untuk aspek kemiskinan dan pengangguran, pandemi Covid-19 juga menambah jumlah penduduk miskin baru sebanyak 16,57 ribu jiwa sehingga meningkatkan angka kemiskinan dari 6,40% menjadi 6,56%.
Selanjutnya laju Inflasi Sumbar pada triwulan IV tahun 2020 tercatat sebesar 2,11% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi pada triwulan III tahun 2020 sebesar 0,16% (yoy).
Audy menjelaskan, dengan memperhatikan perkembangan beberapa indikator ekonomi makro tersebut maka dirumuskan beberapa arah kebijakan pembangunan ekonomi Sumbar untuk tahun 2022, yakni:
Pertama, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah kasus harian Covid-19 dan pembatasan pergerakan orang dan barang yang terkait dengan sektor transportasi dan pergudangan maka peningkatan persentase angka vaksinasi COVID-19 di Sumbar menjadi suatu keharusan.
Kedua, transformasi struktural ekonomi daerah menjadi titik krusial dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat secara nasional. Ketergantungan terhadap sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang memiliki nilai tambah tinggi menjadi prasyarat penting agar tidak terjebak dalam middle income trap.
Ketiga, tingkat inflasi akan terjaga pada tingkat yang sama dalam 5 tahun terakhir melalui beberapa program pengendalian inflasi selama pandemi Covid-19 terbukti mampu menahan laju inflasi dan akan tetap berlanjut pada tahun 2022.
Keempat, kebijakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan nilai IPM dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran serta ketimpangan pendapatan daerah.
"Dengan memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro, maka disusunlah estimasi pendapatan daerah pada rancangan APBD tahun 2022 dengan total Pendapatan Daerah diperkirakan sebesar Rp6,612 triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan transfer dan pendapatan lainnya," jelasnya.
Adapun Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp2,501 triliun terdiri dari, Pajak daerah sebesar Rp1,917 triliun, retribusi daerah sebesar Rp25,002 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp94,896 miliar dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp464,525 miliar.
Untuk pendapatan transfer sebesar Rp4,033 triliun yang sepenuhnya berasal dari transfer pemerintah pusat yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp125,046 miliar, dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp1,887 triliun, dana alokasi khusus fisik (DAK Fisik) sebesar Rp280,245 miliar, dana alokasi khusus non-fisik (DAK Non-Fisik) sebesar Rp1,741 triliun. Serta pendapatan lainnya yang sah sebesar 76,99 miliar.
Sementara itu, belanja daerah pada rancangan APBD tahun 2022 sebesar Rp6,842 triliun yang terdiri dari belanja operasional sebesar Rp4,96 triliun, belanja modal sebesar Rp897,427 miliar, belanja tidak terduga sebesar Rp55,13 miliar dan belanja transfer sebesar Rp973,044 miliar.
Berdasarkan estimasi APBD tersebut, Audy menyampaikan terdapat defisit APBD tahun anggaran tahun 2022 sebesar Rp230 miliar.
Untuk menutupi defisit tersebut, diupayakan melalui pembiayaan netto yang merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan.
Baca juga: Realisasi Belanja APBD Sumbar 60.48 Persen Peringkat 3 Nasional
"Penerimaan pembiayaan direncanakan sebesar Rp250 miliar dan pengeluaran pembiayaan daerah sebesar Rp20 miliar, sehingga pembiayaan netto sama dengan defisit anggaran sebesar Rp230 miliar," terangnya. [*/pkt]