Padang, Padangkita.com – Hingga hari ini, Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah masih bungkam soal kasus surat yang ditandatanganinya digunakan untuk meminta sumbangan.
Padahal, banyak kalangan telah mendorong agar Gubernur Mahyeldi secara terbuka mengklarifikasi masalah tersebut. Dari catatan Padangkita.com, setidaknya sejumlah lembaga telah meminta dan menyarankan agar Gubernur Mahyeldi bersuara menjelaskan polemik yang sudah berlangsung sejak sebulan terakhir.
Lembaga pertama yang ingin penjelasan Gubernur Mahyeldi adalah Polresta Padang yang sampai saat ini masih menyelidiki kasus tersebut. Kemudian, Ombudsman dan Komisi Informasi (KI) Sumbar.
Terbaru, DPRD Sumbar melalui sejumlah fraksi. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumbar Hidayat malah mengancam akan menggunakan hak angket, jika Gubernur Mahyeldi tidak juga menyampaikan klarifikasi secara terbuka soal surat gubernur minta sumbangan tersebut.
Sebelumnya, Fraksi Demokrat melalui anggotanya Nofrizon telah lebih dulu menyuarakan hak angket untuk membongkar apa yang terjadi sebenarnya dalam kasus itu.
Sejauh ini komentar Mahyeldi soal surat minta sumbangan itu hanyalah berupa kalimat pendek, “nanti kita cek ya!” Kecuali itu, yang terjadi malah tindakan reaktif. Salah seorang ajudan Gubernur melarang wartawan bertanya soal surat minta sumbangan, yang kemudian menciptakan polemik baru.
Apakah diamnya Mahyeldi merupakan strategi?
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi menilai, sikap diam Gubernur tersebut sepertinya bukan strategi. Sebab, menurut Asrinaldi, kalau memang strategi, gubernur bisa saja diam, tetapi ada gerakan atau tindakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kalau diam lalu mendiamkan, ya jelas bukan strategi,” kata Asrinaldi dalam perbincangan dengan Padangkita.com, Sabtu (4/9/2021).
Sejalan dengan banyak kalangan, Asrinaldi mendorong Gubernur Mahyeldi berani mengklarifikasi masalah tersebut secara terbuka. Ia percaya, jika Gubernur Mahyeldi benar-benar membuka secara terang benderang dan melakukan perbaikan kalau memang ada kesalahan, maka polemik akan berhenti.
“Jangan biarkan masyarakat terus terbelah. Pro kontra terus terjadi. Orang terus beropini liar. Ini tidak baik bagi Gubernur sendiri,” ujar Asrinaldi.
Ia pun heran, kenapa Gubernur Mahyeldi lebih memilih sikap seperti sekarang. Sebab, kata Asrinaldi, pada akhirnya segala konsekuensi akibat kasus itu tetap tak bisa terhindarkan.
“Oleh sebab itu, saya menyarankan Gubernur tampil. Jika memang perlu, libatkan semua OPD, sampaikan terus terang. Jangan biarkan masyarakat resah. Ingat, salah satu tugas pemerintah menciptakan ketentraman,” ungkap Asrinaldi.
Kini, lanjut Asrinaldi, dengan terus diamnya Gubernur, maka masalah ini akan terus digiring dan tak terkendali. Orang yang paling dirugikan, tentu saja Gubernur sendiri dan orang-orang lingkarannya, termasuk juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Sekarang, misalnya, jika dibuka dan diakui ada kesalahan, konsekuensinya apa? Paling, sanksi administrasi sesuai peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah. Lalu, kalau pun ada hak angket yang berujung pemakzulan, prosesnya tidak singkat. Bahkan, mungkin sampai Gubernur habis masa jabatan,” terang Asrinaldi.
Sekadar diketahui, kasus surat yang ditandatangani Gubernur Mahyeldi untuk minta sumbangan, awalnya diusut oleh Polresta Padang. Surat yang diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar itu, semula diduga palsu. Sebab, surat itu dipakai oleh lima orang yang bukan berstatus ASN, untuk mengumpulkan sumbangan.
Sekitar Rp170 juta sumbangan yang mereka kumpulkan dari sejumlah perusahaan dan perguruan tinggi masuk ke rekening pribadi. Terakhir, 5 peminta sumbangan kepada polisi mengaku telah mengembalikan semua sumbangan kepada penyumbang.
Namun, dalam perjalanan, salah seorang pejabat pada Bappeda mengaku bahwa surat itu memang dia yang menerbitkan. Hal itu pun dibenarkan oleh mantan Kepala Bappeda Sumbar yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumbar Hansastri. Surat itu rencananya memang digunakan untuk mengumpulkan sumbangan guna menerbitkan buku (soft copy) tentang profil daerah Sumbar dalam 3 bahasa, Indonesia, Inggris dan Arab.
Dengan terbukanya informasi soal keaslian surat tersebut, maka polisi menyatakan dugaan penipuan dalam kasus itu tidak terbukti. Namun, Polresta Padang sendiri belum secara resmi menutup kasus tersebut.
Baca juga: Keras! Gerindra Ancam Gunakan Hak Angket Jika Gubernur Mahyeldi Tak Segera Lakukan Ini
Bukannya mereda, kini muncul lagi surat yang baru. Kali ini surat yang ditandatangani Gubernur Mahyeldi diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumbar. Dalam surat di DPMPTSP ini, juga ada pelibatan pihak ketiga. (*/pkt)