Padang, Padangkita.com - Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) telah menyelesaikan penyusunan Kajian Fiskal Regional (KFR) periode Triwulan II tahun 2021.
Sebagai informasi, KFR merupakan kajian yang disusun untuk memotret dinamika perkembangan kebijakan fiskal baik pusat maupun daerah dalam mendorong laju perekonomian dan perbaikan indikator kesejahteraan masyarakat.
Kepala Kanwil DJPb Sumbar, Heru Pudyo Nugroho mengatakan terdapat beberapa isu yang diangkat dalam KFR Triwulan II ini yakni perkembangan ekonomi regional Sumbar, perkembangan pelaksanaan APBN dan APBD serta peluang investasi sektor pariwisata di Sumbar khususnya di Kawasan Mandeh.
"Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang telah dilaksanakan turut mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sumbar. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan II 2021 dibanding dengan periode sebelumnya," ujarnya dalam keterangan yang diterima Padangkita.com, Senin (16/8/2021).
Heru menuturkan, pada triwulan II 2021, perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumbar terus berlanjut di mana ekonomi Sumbar tumbuh 5,76 persen (y-on-y).
Perekonomian Sumbar pada triwulan tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 4,92 persen.
Menurutnya, perbaikan itu terutama didorong oleh pemulihan ekonomi global yang semakin kuat dan akselerasi stimulus fiskal yang berlanjut.
"Perbaikan ekonomi terjadi pada semua komponen PDRB baik dari sisi pengeluaran maupun dari sisi lapangan usaha. Dari sisi pengeluaran, ekspor menjadi komponen dengan pertumbuhan tertinggi yakni 67,88 persen (y-o-y). Hal ini dikarenakan membaiknya perekonomian dunia yang memicu meningkatnya permintaan ekspor luar negeri," jelasnya.
Sementara itu, ungkap Heru, dari sisi penawaran, perbaikan ekonomi terjadi pada seluruh lapangan usaha di mana lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,07 persen.
Selain terkait perkembangan perekonomian regional Sumbar, dalam KFR Triwulan II 2021 juga menganalisis terkait kinerja indikator kesejahteraan.
Hasil analisis menunjukkan secara umum pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kesejahteraan masyarakat Sumbar.
Kondisi tersebut tercermin pada terkoreksinya sejumlah indikator kesejahteraan, seperti persentase penduduk miskin, Indeks Pembangunan Manusia, tingkat pengangguran, kesenjangan, Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Nelayan.
Tren positif pertumbuhan ekonomi sejalan dengan meningkatnya realisasi APBN di Sumbar. Sebagai instrumen fiskal yang dikelola oleh pemerintah, APBN harus diformulasikan secara tepat untuk mendorong pertumbuhan, pembangunan, dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro baik tingkat regional maupun nasional. Saat ini APBN masih menjadi instrumen fiskal utama untuk menopang perekonomian.
Pada triwulan II 2021, pendapatan negara dan belanja pemerintah pusat di Sumbar mengalami pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Menurutnya pula, pertumbuhan ini menjadi indikasi awal bahwa perekonomian di Sumbar sudah mulai membaik.Heru menerangkan realisasi pendapatan negara di Sumbar sampai dengan triwulan II 2021 sebesar Rp3,34 triliun, tumbuh 23,95 persen (y-o-y). Pertumbuhan ini didorong oleh penerimaan perpajakan yang tumbuh 43,71 persen (y-o-y).
Di sisi lain, belanja pemerintah pusat di Sumbar mengalami pertumbuhan 10,01 persen yang didorong oleh pertumbuhan dari keempat jenis belanja yaitu belanja pegawai, barang, modal dan bantuan sosial.
Sementara belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami kontraksi 4,37 persen yang disebabkan karena adanya penurunan jumlah realisasi DAK Fisik dan Dana Desa.
Dari sisi pelaksanaan APBD, realisasi APBD lingkup Provinsi Sumbar masih belum menunjukan tren positif. Realisasi pendapatan daerah masih terkontraksi 4,28 persen dan belanja daerah juga terkontraksi 11,99 persen (y-o-y).
Terkontraksinya pendapatan daerah tersebut disebabkan karena menurunnya realisasi pendapatan transfer sebesar 4,59 persen dan menurunnya PAD sebesar 3,31 persen. Sementara terkontraksinya belanja daerah disebabkan karena penurunan realisasi pada ketiga komponen belanja daerah.
Dalam KFR ini juga menyoroti terkait masih rendahnya tingkat kemandirian fiskal dari pemerintah daerah di Sumbar. Pendapatan daerah di Sumbar masih bergantung pada dana transfer pemerintah pusat.
Hal ini terlihat dari kontribusi pendapatan transfer terhadap total realisasi pendapatan daerah yang mencapai 82,13 persen, sementara PAD hanya berkontribusi 16,41 persen. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah di Provinsi Sumbar masih cukup rendah.
Sementara itu dari sisi belanja daerah, realisasi belanja daerah di Sumbar mencapai Rp8,22 triliun atau 32,14 persen dari pagu. Rasio belanja pegawai pada sebagian besar pemerintah daerah di Sumbar masih cukup tinggi.
"Secara agregat rasio belanja pegawai seluruh pemerintah daerah adalah 47,36 persen. Besarnya alokasi belanja pegawai ini mengakibatkan anggaran untuk belanja modal sangat minim. Rasio belanja modal di Sumbar hanya sebesar 15,78 persen," ucapnya.
Lebih lanjut, kajian fiskal regional Sumbar kali ini juga membahas mengenai potensi investasi sektor pariwisata khususnya di kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisri Selatan.
Sebagai informasi, kawasan Mandeh dikenal dengan potensi alamnya yang indah dan dijuluki Raja Ampat dari Barat.
Namun demikian, minimnya infrastruktur penunjang pariwisata membuat kawasan itu sulit berkembang.
Oleh karena itu, kata Heru, diperlukan adanya investasi di sektor pariwisata khsususnya dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas pendukung pariwisata seperti hotel, resort, wahana permainan dan lain-lain.
Baca Juga: DJPb Catat Realisasi Insentif Tenaga Kesehatan di Sumbar Capai Rp64,15 Miliar
"Pemerintah daerah perlu terus melakukan promosi dan juga perlu melakukan menetapkan regulasi yang tepat untuk menciptakan iklim investasi yang baik di Kawasan Mandeh," sebutnya. [fru]