Padangkita.com - Berdasarkan catatan sejumlah literatur, (Sumatra's westkust) Sumatera Barat tercatat pernah memiliki rumah sakit mata pertama di pulau Sumatera. Rumah sakit mata pertama tersebut dibentuk oleh perkumpulan dermawan yang menamakan dirinya Vereeniging tot bestrijding vaan oogziekten ter Sumatra’s Westkust’ (Perhimpunan pencegah penyakit mata di Sumatra Barat).
Tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk membantu dan meringankan penyakit dan penderitaan masyarakat yang terkena penyakit mata, khususnya mereka yang terkena penyakit mata bileh.
Akhirnya perkumpulan tersebut mendirikan rumah sakit mata dan awal mula pembangunan rumah sakit tersebut dimulai pada 27 Oktober 1924. Gubernur W.A.C. Whitlau menjadi inisiator pendirian rumah sakit tersebut.
Menurut dosen dan peneliti dari Universitas Leiden, Suryadi Sunuri, rumah sakit tersebut resmi berdiri dan beroperasi pada 1 Mei 1925. Ini juga merupakan rumah sakit mata pertama yang ada di Kota Padang, Sumatera Barat. Ada pun susunan pengurus (bestuur) rumah sakit tersebut adalah:
Pelindung (beschermheer): Gubernur W.A.C. Whitlau;
Ketua (Voorzitter): Ch. Chr. Ouwerling;
Bendahara (Secr.Penningmeester): H.J.D. Veen;
Komisaris terdiri dari: Sutan Radjat gelar Sutan Masa Bumi, Sim Hong Lie, D. A. Hakim, Abdul Gafar gelar Raja Endah Alam, dan Daud gelar Kari Sutan.
Direktur Dokternya (Geneesheer-Directeur) dipegang oleh ahli penyakit mata Dr. Mohamad Sjaaf, putra Koto Gadang.
Dr. Mohamad Sjaaf adalah orang Minangkabau pertama yang berhasil meraih gelar doktor (Dr) di bidang medis di Universiteit van Amsterdam pada tahun 1923.
Peresmian rumah sakit mata pertama di Padang tersebut berlangsung sangat meriah. Peresmian rumah sakit itu yang diramaikan pula dengan iringan musik. Masih terlihat pita putih yang terentang sebelum digunting oleh Gubernur Whitlau sebagai tanda diresmikannya pengoperasian rumah sakit itu.
Rumah sakit mata tersebut kemudian diberi nama Whitlaustichting, sebagai persembahan bagi Gubernur Whitlau yang dianggap telah berjasa mendorong pembangunan rumah sakit itu.
Adapun fasilitas rumah sakit itu disebutkan sebagai berikut: terdapat kantor ‘Geneesheer-Directeur’ yang ‘bedekatan dengan onderzoekkamer (bilik tempat memeriksa orang sakit). Selandjoetnja […] ada: polykliniek, apotheek, kamar gelap, tempat orang sakit bagi 10 orang perempoean (dioedjoeng barat), kamar verpleegster, kamar operatie, tempat bagi 10 orang perempoean (dioedjoeng timoer) dan beberapa kamar jang lain-lain poela’. Tampaknya prioritas di rumah sakit itu diberikan kepada penderita sakit mata dari kalangan kaum perempuan.
Disebutkan pula peraturan bagi pasien: ‘1. orang jang miskin tidak [perlu] membajar apa-apa; 2. Orang jang sederhana kemampoeannja tidak membajar, tetapi makanannja haroes ditanggoeng sendiri; 3.Orang jang mampoe diwadjibkan membajar menoeroet tarief (peratoeran harga) jang telah ditetapkan’. Kini, di zaman kemerdekaan, jang tidak mampu membayar rumah sakit ditelantarkan, malah sering ditolak. Mereka yang berduit pergi berobat ke luar negeri naik kapal terbang. Pening awak maagak–agak-i: negara ini majukah atau mundur?