Padangkita.com – Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Women Crisis Center Nurani Perempuan mencatat setidaknya ada 132 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2017 dengan jumlah korban mencapai 110 orang. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 109 kasus.
Salah satu bentuk kekerasan yang terus mengalami peningkatan yaitu kekerasan seksual. Menurut Direktur Nurani Perempuan Yefri Heriani, kasus kekerasan seksual yang tahun berada pada angka 42 persen dari total kasus, sekarang mencapai 54 persen. Tahun ini setidaknya ada 72 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke Nurani Perempuan, naik sebanyak 18 kasus dari tahun lalu.
Adapun bentuk kekerasan seksual yang paling banyak dilaporkan adalah perkosaan dengan jumlah 39 kasus, disusul pelecehan seksual 12 kasus, eksploitasi seksual 2 kasus, indikasi perkosaan 3 kasus, kehamilan tak diinginkan 11 kasus, aborsi paksa 2 kasus, dan perkawinan paksa 3 kasus.
“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Kekerasan seksual sudah menyebabkan berbagai persoalan panjang di dalam kehidupan perempuan. Tidak hanya kekerasan fisik yang diderita korban, tetapi juga luka psikologis serta matinya kehidupan perempuan dalam jangka waktu yang panjang. Nurani Perempuan memang belum menerima laporan adanya kematian korban akibat kekerasan itu, tetapi setidaknya telah menyebabkan kematian pada anak yang dikandung oleh korban,” ujarnya.
Yefri kemudian menjelaskan, tidak adanya penanganan yang baik terhadap korban (hak-hak korban tidak terpenuhi) menyebabkan korban terus mengalami kekerasan berulang. Tidak hanya itu, korban juga dapat mengalami berbagai rentetan tindak kekerasan dari kasus tersebut. Hal itu dapat dilihat dari fakta bahwa jumlah kasus kekerasan lebih baik daripada jumlah korban. Fakta tersebut menunjukkan bahwa satu korban tidak hanya menanggung satu bentuk kekerasan berbasis gender.
“Misalnya, pada kasus perkosaan. Dari 39 kasus perkosaan yang dilaporkan, 11 di antaranya mengakibatkan kehamilan yang tak diinginkan dan 3 perkawinan anak usia dini. Kehamilan yang tak diinginkan tersebut berujung dengan dua kasus aborsi paksa dengan 1 kasus kematian bayi,” terang Yefri.
Selanjutnya, Yefri mengungkapkan bahwa dari total kasus kekerasan seksual baru 23 persen yang sampai ke pengadilan. Sebagian di antaranya sudah dijatuhi hukuman, sedangkan sebagian lainnya masih dalam proses pengadilan. Sementara itu, sisanya tidak dapat diproses karena banyak di antara kasus tersebut yang ditolak oleh penegak hukum. Penolakan itu terjadi karena dianggap tidak adanya alat bukti dan korban sudah dewasa.
“Ini menyulitkan kita. Butuh aturan khusus untuk melindungi korban, kalau tidak mereka tetap jadi korban berulang-ulang malah tak sedikit di antara mereka yang dikriminalisasi padahal mereka korban. Ini menjadi PR kita semua, terutama PR pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada perempuan korban kekerasan,” ujarnya.
Berdasarkan catatan tahunan Nurani Perempuan tahun 2017, selain kekerasan seksual juga terdapat kasus kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan manusia, dan kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan. Kasus KDRT berjumlah 47 laporan, diikuti kasus perdagangan manusia 4 laporan, kekerasan dalam pacaran 2 laporan, dan bentuk kekerasan lainnya 7 laporan.