Kata Komnas Perempuan Soal Usulan Revisi UU ITE

Berita Jakarta hari ini: Komnas Perempuan menilai Revisi UU ITE kebutuhan genting untuk memastikan upaya penghapusan KS terhadap perempuan.

Ilustrasi Revisi UU ITE. [Foto: Ist]

Berita Jakarta hari ini: Komnas Perempuan menilai Revisi UU ITE merupakan kebutuhan genting untuk memastikan upaya penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Jakarta, Padangkita.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan bahwa revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan kebutuhan genting untuk memastikan upaya penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Berbagai kajian dan data menunjukkan UU ITE tidak mampu melindungi perempuan dari kekerasan seksual dan eksploitasi, terutama melalui penyebaran materi bermuatan seksual. Sebaliknya, justru membuat perempuan korban Kekerasan Keksual (KS) rentan mengalami reviktimisasi bahkan kriminalisasi," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amirudiin dalam siaran pers yang diterima Padangkita.com, Kamis (11/3/2021).

Hal ini, kata Mariana, merisikokan pelaksanaan tanggung jawab konstitusional negara pada pemenuhan hak, terutama atas jaminan dan kepastian hukum, rasa aman, bebas dari diskriminasi dan kekerasan.

Berdasarkan Catatan Tahunan pada 2021, jelas Mariana, pelaporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di ruang daring atau disebut juag Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) melonjak tajam.

Bahkan, pengaduan langsung ke Komnas Perempuan mengenai KBGS meningkat hampir empat kali lipat, yaitu dari 281 menjadi 942 kasus.

"Sebanyak 454 kasus adalah KBGS di ranah publik, artinya 397 kasus lainnya merupakan KBGS di ranah personal, yaitu dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan perkawinan atau pertalian darah dan juga oleh mantan suami atau pacar," jelasnya.

Dijelaskannya, fakta mantan suami atau pacar melanjutkan kekerasan terhadap mantan pasangannya di ruang siber menunjukkan bahwa perceraian atau perpisahan itu tidak menjamin perempuan bebas dari kekerasan.

Tubuh dan seksualitas perempuan menjadi alat kontrol dan balas dendam mantan suami atau pacar.
Paling banyak kasus yang dilaporkan adalah ancaman dan dan tindakan penyebaran foto atau video bermuatan seksual, yang mengakibatkan korban dipermalukan bahkan berisiko berhadapan dengan hukum sebagai tersangka pelanggar aturan dalam UU ITE dan UU Pornografi.

"Bertambahnya jumlah perempuan yang berhadapan dengan hukum juga tampak dalam laporan kepolisian, sebagaimana dihimpun oleh SAFENET, rentang waktu dari 2017 hingga 2020 terdapat 1.050 kasus terkait penyebaran kesusilaan (pornografi). Organisasi masyarakat sipil tersebut juga mencatat bahwa 31,5 persen dari kasus yang mereka advokasi adalah terkait kasus kesusilaan," paparnya.

Lebih lanjut dijelaskan Mariana, dalam konteks kriminalisasi pada korban melalui penggunaan UU ITE, hasil pemantauan dan kajian Komnas Perempuan menunjukkan bukan saja melibatkan perempuan korban kekerasan seksual ketika muatan seksual menyangkut yang melibatkan dirinya disebarkan melalui media sosial siber.

Korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan di ranah personal lainnya, kara Mariana, juga berpotensi dikriminalkan ketika mereka menggunggah, menuliskan kisah atau aspirasinya tentang kasus yang dialaminya di media sosial.

"Sulit bagi perempuan korban untuk keluar dari jerat kriminalisasi, terutama ketika suami atau pasangannya adalah pejabat publik atau elit, sehingga dapat mengambil keuntungan sepihak dari relasi timpang antar mereka akibat kedudukan sosial dan konstruksi gender mengenai posisi perempuan dalam relasi personal," imbuhnya.

Lalu, soal kriminalisasi perempuan korban kekerasan dengan menggunakan UU ITE dimungkinkan karena muatan UU ITE mengenai pasal terkait kesusilaan bersifat sumir dan perspektif penegak hukum serta masyarakat dalam kasus terkait kesusilaan cenderung memojokkan perempuan.

Kondisi ini, ungkapnya, secara khusus merugikan perempuan, yang oleh masyarakat dikonstruksikan sebagai simbol moralitas. Selain berhadapan dengan hukum, perempuan yang terjerat dengan UU ITE kerap harus menghadapi penghakiman masyarakat, bahkan keluarganya.

"Menyikapi situasi di atas, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) diharapkan dapat mengoreksi persoalan hukum ini, selain menjadi payung hukum yang mengenali keragaman pengalaman kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber," ujarnya.

RUU PKS, kata Mariana, telah ditetapkan bersama oleh Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah pada 9 Maret 2021 sebagai salah satu RUU yang masuk dalam Prolegnas 2021.

Namun, hingga saat ini, belum ada keputusan hasil paripurna DPR RI. Padahal, pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mendesak dibutuhkan sesegera mungkin demi pemenuhan hak-hak korban.

Di dalam kesepakatan Baleg DPR RI dan pemerintah, jelas Mariana, revisi UU ITE tidak menjadi bagian dari daftar yang diusulkan untuk Prolegnas 2021. Hal ini dikuatirkan akan mengakibatkan jumlah perempuan yang menjadi korban KS dengan menggunakan media online, serta reviktimisasi dan kriminalisasi perempuan korban KS dengan menggunakan UU ITE terus bertambah.

Baca juga: Komunitas Pers Desak Pemerintah Revisi UU ITE, Ini Alasannya

"Bertolak dari pemikiran di atas, Komnas Perempuan mendukung upaya masyarakat sipil agar pemerintah dan DPR RI mengadopsi revisi UU ITE menjadi bagian dalam program legilasi prioritas nasional 2021," katanya. [zfk]


Baca berita Jakarta hari ini hanya di Padangkita.com.

Baca Juga

Komisi III DPR Minta Pasal UU ITE yang Diadopsi KUHP Baru Disosialisasikan
Komisi III DPR Minta Pasal UU ITE yang Diadopsi KUHP Baru Disosialisasikan
Indonesia Kesulitan Buat UU yang Mengatur Teknologi Digital
Indonesia Kesulitan Buat UU yang Mengatur Teknologi Digital
Komnas Perempuan Nilai Puan Maharani Ingin Wujudkan Generasi Emas Melalui RUU KIA   
Komnas Perempuan Nilai Puan Maharani Ingin Wujudkan Generasi Emas Melalui RUU KIA  
Dijerat UU ITE, Pria di Agam Penyebar Foto-Video Vulgar Mantan Terancam 6 Tahun Penjara
Dijerat UU ITE, Pria di Agam Penyebar Foto-Video Vulgar Mantan Terancam 6 Tahun Penjara
Polda Sumbar Bersama Bareskrim Segera Gelar Pekara Kasus yang Libatkan Epyardi Asda
Polda Sumbar Bersama Bareskrim Segera Gelar Pekara Kasus yang Libatkan Epyardi Asda
Epyardi Asda Tak Hadiri Mediasi, Penyelidikan Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Berlanjut
Epyardi Asda Tak Hadiri Mediasi, Penyelidikan Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Berlanjut