Padangkita.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan kepemilikan tanah secara adat menjadi kendala utama Pemerintah dalam menyertifikasi tanah di Sumatera Barat. Hal itu disebabkan oleh tidak jelasnya status tanah yang akan disertifikasi. Permasalahan tersebut terjadi merata di seluruh kabupaten/kota di Sumbar.
Menurut Sofyan, tahun ini Pemerintah menargetkan 67 ribu sertifikat tanah dibagikan kepada masyarakat Sumbar. Akan tetapi hingga pekan ketiga Desember baru 24 ribu sertifikat yang bisa dibagikan dan diperkirakan mencapai 32 ribu pada pengujung tahun.
“Jumlah ini masih 50 persen dari target. Tadi saya sudah berbicara dengan wagub, bupati, dan walikota bagaimana bisa selesamasalahan ini, terutama yang berhubungan dengan tanah adat,” ujarnya, Sabtu (24/12/2017).
Kepala Kanwil BPN Sumbar Musriadi menambahkan bahwa di Sumbar adat tiga jenis tanah ulayat, yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum. Hingga sekarang, baru tanah ulayat kaum yang bisa diberikan sertifikat. Sementara itu, tanah ulayat nagari belum karena Kerapatan Adat Nagari (KAN) belum menjadi subjek hukum di Sumbar, begitu pula dengan tanah ulayat suku karena subjeknya tidak jelas
“Mudah-mudahan tahun 2018 atas pendekatan dengan wagub, walikota, dan bupati, kerapatan adat nagari dan LKAM, insya Allah akan kita tuntaskan. Sebanyak 80 ribu bidang,” ujar Musriadi.
Sofyan menerangkan bahwa tanah yang tidak bersertifikat dapat dikatakan sebagai aset yang idle. Tanah yang tidak punya sertifikat tidak bisa dijaminkan di bank untuk mendapatkan modal usaha. Idealnya, kata Sofyan, semakin banyak tanah yang bisa dikeluarkan sertifikatnya semakin bagus agar bisa dipergunakan untuk usaha. Namun, bila ketua adat tidak mau tanah adatnya disertifikasi, Pemerintah tidak akan memaksa.
Sofya melanjutkan, selain di Sumbar, permasalahan tersebut juga terjadi di daerah lain di Indonesia, seperti NTT dan Bali, meskipun bentuknya berbeda-beda. Untuk di Bali, Pemerintah saat ini tengah menyelesaikan masalahnya. Tanah ulayat di Bali disebut tanah desa, jadi desa yang bisa memutuskan kepada siapa hak milik tanah bisa diberikan.
“Yang bisa diberikan hak milik oleh desa, kita berikan hak milik. Yang belum, kita berikan sertifikat kepada desa. Nanti desa yang memutuskan kepada siapa dan bagaimana kepemilikannya. Tapi masyarakat yang tinggal di atas tanah ini bisa diberikan HGB hak guna bangunan/hak pakai. Jadi orang yang tinggal di atas tanah desa tadi bisa menggunakan tanahnya untuk jadi jaminan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah memberikan 24.919 sertifikat tanah kepada masyarakat di Sumatera Barat. Penyerahan secara simbolis dilakukan di Auditorium Universitas Negeri Padang oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil kepada 3.000 masyarakat yang hadir dari 13 kabupaten/kota di Sumbar, Sabtu (23/12/2017).
Selain di Sumbar, di saat yang bersamaan Pemerintah juga menyerahkan sertifikat tanah di empat provinsi lainnya. Di Jawa Tengah pemerintah menyerahkan 10.350 sertifikat, sedangkan di Yogyakarta sebanyak 4.000 sertifikat, Bengkulu 57.346 sertifikat, dan Sulawesi Tenggara 69.666 sertifikat. Penyerahan sertifikat secara serentak di lima provinsi dipimpin oleh Presiden Jokowi melalui video conference di Semarang Jawa Tengah.