Padangkita.com - Berdasarkan beberapa catatan literatur sejarah menyebutkan bahwa usaha pertambangan batu bara di Sumatera Barat sudah mulai dilakukan pada tahun 1870-an. Dan tambang yang dilakukan secara profesional di zamannya adalah zaman batu bara di Sawahlunto pada tahun 1876.
Sebelum batu bara pertambangan emas sudah dimulai oleh kolonial Belanda terhadap kandungan emas Salido pada tahun 1669, pada masa jabatan Commandeur Jacob Joriszoon Pit, yang menjabat pada tahun 1667 hingga 23 Mei 1678. Pit adalah commandeur VOC ketiga untuk pos Padang.
Penemu tambang di Ombilin Sawahlunto ini adalah insinyur Belanda bernama De Greve. Penemuan tambang ini berdampak pada investasi besar-besaran yang dilakukan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Ratusan ribu gulden mereka investasikan untuk membangun infrastruktur untuk mengeksplorasi tambang batu barat tersebut.
Pemerintah Kolonial waktu itu telah memprediksi kandungan batu bara yang ada di perut bumi Sawahlunto sangat banyak dan bisa memenuhi pasar luar negeri. Hal ini tentunya menjadi pemasukan yang sangat menguntungan selain dari bidang perkebunan.
Dari penelitian yang dilakukan oleh geolog Belanda yakni Verbeek, jumlah batu bara yang terkanduang dalam perut bumi Sawahlunto diperkirakan mencapai 200 juta ton. Angka tersebut sangat banyak dan mampu untuk memutar roda ekonomi selama puluhan tahun.
Sebelumnya dibukanya tambang, Sawahlunto masih merupakan daerah yang berupa belantara yang lebat. Awalnya hanya ada seratusan penduduk yang ada di daerah tersebut. Dan mereka merupakan warga asli atau pribumi setempat. Namun setelah
tambang dibuka jumlah masyarakat bertambah drastis.
Diperkirakan jumlah penduduk Sawahlunto setelah tambang beroperasi pada tahun 1918 menjadi sekira 10.000 orang yang terdiri dari beragam multi etnis baik Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Makassar, dan lain sebagainya.
Sementara itu, untuk orang Belanda sendiri yang berada di Sawahlunto waktu itu diperkirakan mencapai 136 orang. Angka yang sangat besar untuk waktu itu.
Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Zaiyardam Zubir mengatakan Sawahlunto mulai menjadi kota Tambang pada tahun 1891. Dan mulai saat itu tambang menjadi salah satu pemasok dana yang cukup besar bagi pemeritahan kolonial dan
VOC.
"Tambang batubara menjadi pemasukan terbesar bagi VOC. Dari tambang ini mereka bisa menghasilkan jutaan gulden. Angka yang besar untuk saat itu," katanya.
Usaha tambang ini pun berkembang dengan pesat kala itu hingga pada tahun 1888-1893 dibangun pelabuhan Teluk Bayur atau Emmahaven untuk membawa batu bara hasil tambang dari Sawahlunto ke Padang dan diangkut ke luar negeri.
Pada masa kejayaannya, tambang di Ombilin dapat menghasilkan 624.000 ton batu bara disetiap tahunnya. Dengan jumlah ini pundi-pundi uang untuk pemerintah kolonial Belanda mengalir deras.
Pada satu sisi, perusahaan memperlihatkan kemajuan yang ditandai dengan keuntungan besar yang diperolehnya. Pada masa jaya-jayanya tambang batu bara Ombilin sepanjang tahun 1930-an, perusahaan mampu memprduksi batu bara mencapai puncaknya 624.000 ton setiap tahunnya.
Dengan berkembangnya usaha tambang ini, pemerintah kolonial Belanda dan VOC tentunya membutuhkan tenaga manusia sebagai pekerja. Maka didatangkanlah pekerja dari seluruh pelosok nusantara untuk menambang batu bara.
Awalnya tidak banyak etnis yang datang ke Sawahlunto untuk bekerja. Hanya dari Cina dan Jawa. Namun kemudian Belanda menggunakan jasa para pekerja paksa yang merupakan tahanan atau narapidana dari penjara-penjara milik Belanda.
Ada 3 jenis pekerja yang digunakan Belanda untuk menambang batu bara tersebut. Dikutip dari teraszaman, janis pekerja yang dipakai Belanda yaitu buruh harian, buruh kontrak dan buruh paksa.
Pekerja harian adalah mereka yang bekerja sebagai buruh dengan upah harian. Buruh ini umumnya berasal dari orang Minangkabau, terutama penduduk sekitar wilayah penambangan.
pekerja kontrak adalah buruh yang bekerja dengan masa kontrak 3 tahun sampai 5 tahun. Buruh kontrak ini umumnya berasal dari daerah-daerah kontang miskin di pulau Jawa.
Sedangkan buruh paksa adalah buruh yang direkrut dari berbagai penjara di Jawa, bali dan Makasar. Buruh paksa ini umumnya adalah para hukuman karena berbagai persoalan di masa lalu seperti pencuri, perampok dan pembunuh serta pemberontak.
Buruh paksa itu biasanya diambil dari narapidana seperti pembunuh, perampok dan pemberontak. Mereka diambil berbagai penjara di Sumatera Barat, Jawa, Bali dan Makasar. Dari segi jaminan kesejahteraan buruh kontrak merupakan kelompok yang mendapat jaminan paling memadai, sedangkan buruh paksa justru mendapat perlakuan yang tidak manusiawi.
Usaha pertambangan ini terus berjalan hingga masa kemerdekaan. Setelah merdeka tambang di Sawahlunto dikuasi oleh PT.BO milik pemerintah. Namun beberapa tahun lalu perusahaan ini dipindahkan karena jumlah produksi batubara di Sawahlunto tidak lagi mencukupi.