Orang Lintau Dibalik Kemerdekaan Indonesia

Anak Lintau

Chairul Saleh bergelar Datuak Paduko Rajo. tercatat lahir di Sawahlunto, 13 September 1916. Hasril menuliskan, ayah Chairul Saleh bernama Achmad Saleh, seorang dokter. Sementara ibunya bernama Zubaidah binti Ahmad Marzuki. Keduanya berasal dari Lubuak Jantan, Lintau.

Saat Chairul Saleh berusia 2 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Ibunya pulang ke Lintau, sementara ayahnya pindah ke Medan, dan menikah lagi.

Ketika Chairul Saleh berusia 4 tahun, ibunya yang sakit-sakitan meninggal dunia. Lalu Chairul Saleh diasuh kakeknya yang bernama Sulaiman Rajo Mudo.

“Di kampungnya, Chairul Saleh dikenal sebagai jagoan kecil, suka berkelahi, pergi tanpa izin, dan pulang ke rumah bila ia mau saja,” tulis Hasril.

Tahun 1924, Chairul Saleh dibawa ayahnya ke Medan. Selanjutnya, perjalanan hidup Chairul Saleh di masa-masa sekolah tergantung tempat bekerja ayahnya.

Awalnya sekolah di Medan, lalu bersambung ke Bukittinggi karena ayahnya pindah ke Bukittinggi.

Tamat dari Euro­pese Largere School (ELS) di Bukittinggi tahun 1931, Chairul Saleh dikirim ayahnya ke Medan untuk melanjutkan sekolah ke Hoge Burgerlijke School (HBS). Tidak sampai tiga tahun, dia pindah ke Koning Willem Drie (KW IIII) di Jakarta.

Setamat HBS Jakarta tahun 1937, Chairul Saleh memilih masuk Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum). Di sekolah ini, Chairul mulai menunjukkan tanda-tanda sebagai aktivis karena aktif berorganisasi.

Semasa muda, Chairul Saleh mengagumi M. Yamin, seorang bapak bangsa yang lahir di Talawi, Sawahlunto.

Semasa sekolah di tanah Jawa, sekali-kali, Chairul Saleh pulang ke Bukittinggi. Sebagaimana dia, pelajar lain juga banyak pulang ketika masa liburan.

Suatu ketika, liburan di Bukittinggi, Chairul Saleh bertemu dengan Yohana Siti Menara Saidah, putri Lanjumin Datuk Tumanggung (tokoh pers) dengan Masnin. Sama dengan Chairul Saleh, Yohana juga bersekolah di Batavia.

Tahun 1940, kedua sejoli ini menikah di rumah uwak (kakek) Chairul Saleh, Datuk Sulai­man Rajo Mudo di Lubuak Jantan. Hingga akhir hayatnya 8 Februari 1967, Chairul Saleh tidak memiliki keturunan.

Tragisnya, dia mati dalam masa tahanan politik semasa pemerintahan Presiden Soeharto. Singkat cerita, sepulang dari Peking, Cina, 18 Maret 1966, dia ditahan oleh pemerintahan Soeharto tanpa proses peradilan. Chairul Saleh dituding salah seorang pendukung kebijakan Sukarno yang dianggap pro komunis.

Padahal, pada sidang kabinet di akhir tahun 1964, Chairul Saleh mengeluarkan sebuah dokumen yang berjudul "Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa Ini".

Dokumen ini menyatakan PKI akan melakukan kudeta terhadap Presiden setelah kegagalan Revolusi Agustus 1945.

Dokumen ini dianggap oleh kelompok PKI menjatuhkan wibawa PKI di mata Sukarno, sehingga dia sempat menjadi target dalam gerakan 30 September 1965. Namun dicoret, karena Chairul Saleh saat itu berada di Peking, Cina.

Selamat dari pembantaian PKI, jalan cerita Chairul Saleh tamat di tangan rezim Soeharto.

Pages:

Baca Juga

Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Vasko Ruseimy Kunjungi Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Pesisir Selatan
Media Sosial dan "Fluid Identity"
Media Sosial dan "Fluid Identity"