6 Fakta Keberadaan Etnis Nias di Kota Padang

Padang. Etnis NIas: Baca Padangkita.com

Ilustrasi Etnis NIas. Foto: nIasoke.com

Padang, Padangkita.com - Perjalanan panjang sejarah kota Padang hingga sekarang tidak terlepas dari keberadaan berbagai macam sukubangsa (etnik) yang bermukim di sini. Salah satu di antaranya ialah etnik (orang) Nias.

Berikut fakta tentang keberadaan etnis Nias di Kota Padang seperti dipaparkan Anatona Gulo, seorang Dosen Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Univeritas Andalas yang disampaikan pada Seminar Sehari Padang Lama Dalam Perspektif Sejarah dan Masa Depan di Padang, 6 Februari 2020 :

Sudah Ada Sejak Abad 17

Kedatangan etnis Nias di kota Padang sudah dimulai sejak masa VOC (kompeni) Belanda dan EIC Inggris saat menguasai aktivitas dan jalur perdagangan di pantai barat Sumatera (Sumatra’s Westkust) pada abad ke-17 hingga 18. Hal ini kemudian terus berlanjut pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda dan Jepang sampai memasuki periode kemerdekaan.

Salah satu pasal dalam kontrak pernjanjian antara VOC dengan pemuka masyarakat Nias di Teluk Dalam tahun 1693 antara lain kesepakatan mengenai pengiriman komoditas perdagangan dari Pulau Nias ke Padang.

Mirip dengan kota-kota lain, Padang juga memiliki beberapa nama kampung yang menggunakan nama etnik. Hal ini menandakan bahwa sejak dulu kota ini sudah banyak didatangi oleh masyarakat suku lain dari luar Sumatera Barat, salah satunya adalah Kampung Nias.

Tinggal di Pesisir Pantai

Orang Nias yang paling awal datang ke Padang memilih bermukim di daerah pesisir pantai dan rangkaian perbukitan Gunung Padang. Hal ini berkaitan dengan faktor pekerjaan dan mata pencaharian yaitu terutama sebagai tenaga kerja di pelabuhan laut Muara Batang Arau dan Pulau Pisang.

Selain bekerja di pelabuhan, orang Nias termasuk kaum perempuannya juga memiliki keterampilan khusus menganyam atap daun rumbia dan kaum laki-lakinya sebagai pemanjat pohon kelapa, di samping berkebun dan memelihara hewan ternak.

Purus yang persis berada di bibir pantai Padang merupakan wilayah permukiman orang Nias yang paling awal.

Banyak Nama Daerah Berasal dari Bahasa Nias

Pada awalnya daerah yang sebagian wilayahnya berupa rawa dangkal serta banyak ditumbuhi pohon rumbia (sagu) masih belum memiliki nama. Daerah tersebut oleh orang Nias kemudian diberi nama Furui (Purui) yang diambil dari kosa kota bahasa daerah Nias, artinya melipat atau menggulung.

Pemberian nama Furui sesuai dengan kondisi wilayahnya yang selalu mengalami terpaan, lipatan dan gulungan ombak pantai Padang.

Selain Purus, orang Nias juga bertempat-tinggal menyebar di berbagai penjuru Kota Padang termasuk di Kampung Nias sebagai permukiman etnik bentukan Belanda abad ke-19, seputaran Hiligoo (dalam bahasa Nias artinya bukit lalang), Banuaran (bahasa Nias artinya kampung mereka), Parak Karambia, Parak Sigoro, Parak Eno, dan lain-lain.

Masih Mempertahankan Kebudayaan Nias

Etnis Nias di Padang ternyata masih mempertahankan kebudayaan. Selain masih menganut sistem patrilineal, etnis nias juga masih mempertahankan kesenian maena dan baluse. Maena ialah sebuah tari-tariaan massal yang diiringgi dengan lagu-lagu daerah Nias.

Maena seringkali ditampilkan dalam berbagai acara keramaian seperti pesta-pesta adat dan penyambutan tamu, perayaan, dan lain-lain.

Sementara baluse ialah tari-tarian perang merupakan refleksi masa lalu di Pulau Nias, yaitu tarian perang lengkap dengan busana dan asesories yang dikenakan seringkali ditampilkan dalam perayaan-perayaan dan penyambutan tamu.

Etnik Nias-Padang juga menyusun sistem adat khas mereka di kota ini yang relatif berbeda dengan sistem adat istiadat yang ada di Pulau Nias.

Pada abad ke-19 sistem adat Nias menyesuaikan dengan sistem pembagian wilayah di Kota Padang yang disebut wijk dari wijk 1 hingga wijk 8. Mengikut sistem ini resor (wilayah) adat orang Nias di kota ini terdiri dari 8 wilayah adat yang terbentang mulai dari Emmahaven (Teluk Bayur) hingga Lolong-Ulak Karang.

Masing-masing resor adat dipimpin oleh seorang kepala kampung adat (kafalo kafo). Menarik dari sistem pengurus adat ini sama sekali berbeda dengan yang ada di pulau Nias.

Baik istilah maupun sistem adat yang berlaku sama sekali berbeda dengan di Pulau Nias. Struktur setiap resor terdiri dari seorang kafala kafo, dibantu oleh tua kafo (tua kampung) dan 4 orang tetua adat disebut niniak mamak.

Niniak mamak adalah pengaruh khas dari kebudayaan Minangkabau terhadap etnik Nias-Padang.
Penggunaan bahasa di kalangan etnik Nias-Padang relatif berbeda dengan etnik Nias pada umumnya terutama yang bermukim di Pulau Nias.

Memakai Tiga Bahasa

Berbeda dengan di Pulau Nias, etnis Nias di Padang menggunakan tiga varian bahasa. Selain bahasa Nias dan bahasa Indonesia sebagaimana yang diterapkan di Pulau Nias, etnik Nias-Padang juga menggunakan bahasa Minang di dalam berkomunikasi.

Penggunaan bahasa Minang yang kentara dari etnik Nias ialah pada saat menggunakan kata sapaan terhadap anggota keluarga baik keluarga inti maupun keluarga luas.

Beberapa nama sapaan dalam bahasa Minang seperti mamak (mak tuo, mak etek, mak uniang, mak uwan, mak uncu/onsu), udo, uwo, dan lain-lain juga digunakan oleh masyarakat etnik Nias di Padang saat memanggil sebutan untuk sibaya (saudara laki-laki dari ibu).

Begitu juga halnya dengan istilah sapaan untuk mintuo, pak etek, pak tuo, pak tangah, uni, uda, uncu, one, udo, uwo, dan lain-lain.

Pada saat berkomunikasi, ada dua macam dialek bahasa Minang yang dipakai oleh orang Nias di Kota Padang yaitu dialek Minang yang umum dan dialek Minang logat Tionghoa atau Minang-Pondok.

Dialek bahasa Minang yang umum yang dipakai oleh masyarakat Nias sama persis dengan dialek yang dipakai oleh masyarakat Minang yang bermukim di sekitar pusat Kota Padang dan pesisir pantai. Sebagai contoh, misalnya air (aia), saya (ambo, aden), kamu (waang, kau), turun mandi (turun mandi), dan pergi (pai).

Memiliki Hubungan Erat dengan Bangsawan Padang

Sejak abad ke-19 etnis Nias memiliki hubungan erat dengan bangsawan Padang yang menghuni wilayah Kampung Alang Lawas hingga Seberang Padang dan sekitarnya serta dengan niniak mamak nan salapan suku pada saat sekarang. Tak heran jika ada pesta yang digelar bangsawan Padang, maka orang Nias akan turut memeriahkan dengan menyumbangkan penampilan musik gamad. (pk-04)

Baca Juga

Pesantren Ramadan di Padang Diluncurkan, Diikuti 87.304 Pelajar di 1.800 Masjid - Musala
Pesantren Ramadan di Padang Diluncurkan, Diikuti 87.304 Pelajar di 1.800 Masjid - Musala
Terdata 670 TPS Liar di Padang, Hendri Septa sebut Kota Darurat Sampah
Terdata 670 TPS Liar di Padang, Hendri Septa sebut Kota Darurat Sampah
Polresta Padang Musnahkan Lebih 18 Kilogram Ganja dan 174 Gram Sabu
Polresta Padang Musnahkan Lebih 18 Kilogram Ganja dan 174 Gram Sabu
Forkopimda Padang Rumuskan Sanksi Pelaku Tawuran, Kapolresta Usul Pendidikan Semimiliter
Forkopimda Padang Rumuskan Sanksi Pelaku Tawuran, Kapolresta Usul Pendidikan Semimiliter
Sejarah Balai Kota Padang dari Masa ke Masa, dari Kawasan Muaro ke Aie Pacah
Sejarah Balai Kota Padang dari Masa ke Masa, dari Kawasan Muaro ke Aie Pacah
Simulasi Evakuasi Bencana Minimal 1 Kali Setahun, Kogami Dorong Terbitnya Perwako
Simulasi Evakuasi Bencana Minimal 1 Kali Setahun, Kogami Dorong Terbitnya Perwako