Surat Terbuka untuk Ketua MPR Soal Pengakuan Terhadap Penghayat Kurangi Populasi Islam

Surat Terbuka untuk Ketua MPR Soal Pengakuan Terhadap Penghayat Kurangi Populasi Islam

Lukisan seorang laki-laki Mentawai yang dibuat oleh Rosenberg, Carl Benjamin Hermann von antara tahun 1847 - 1852. Merupakan koleksi dari Royal Institute of Linguistics and Anthropology di Leiden' oleh J.H. Maronier. (Foto: KITLV)

Lampiran Gambar

Ilustrasi. Lukisan seorang laki-laki Mentawai yang dibuat oleh Rosenberg, Carl Benjamin Hermann von antara tahun 1847 - 1852. Merupakan koleksi dari Royal Institute of Linguistics and Anthropology di Leiden' oleh J.H. Maronier. (Foto: KITLV).

Padangkita.com - Pernyataan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan terkait pengakuan terhadap penghayat akan mengurangi populasi muslim di Indonesia, menimbulkan kontroversi. Banyak pihak merespon pernyataan yang disampaikan Politisi PAN ini saat menjadi pembicara di Pondok Pesantren, Daarul El-Qolam, Kabupateng Tangerang, Banten, Minggu (21/01/2018) lalu itu.

Salah satunya Sudarto, Peneliti Setara Institut yang juga mantan anggota Komnas HAM Perwakilan Sumatera Barat, membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Zulkifli Hasan. Surat terbukanya itu diposting Sudarto lewat akun facebooknya Sudarto Toto Rabu (24/01/2018).

Dalam suratnya, Sudarto menyebutkan pernyataan itu tidak pantas diucapkan oleh seorang Ketua MPR RI. Zulkifli Hasan dinilai gagap dan tidak paham sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang majemuk.

“Tiada ucapan penghormatan yang layak disampaikan kepada Anda meskipun Anda Ketua MPR RI, karena akhir-akhir ini hobi menebar hoax. Melalui pernyataan “Cemas jumlah umat Islam akan menurun dengan “diakuinya” kelompok penghayat, selain tidak pantas diucapkan oleh seorang Ketua MPR RI juga menunjukkan Anda gagap dan mungkin sama sekali tidak paham sejarah perjalanan bangsa yang majemuk ini.” Tulis Sudarto sebagaimana dikutip Padangkita.com, Rabu (24/01/2018).

Berikut isi surat terbuka Sudarto kepada Ketua MPR RI Zulkifli Hasan.

Lampiran GambarSURAT TERBUKA

Kepada,
Saudara Zulkifli Hasan (Ketua MPR RI)
di
Jakarta

Salam Rahayu,

Tiada ucapan penghormatan yang layak disampaikan kepada anda meskipun anda Ketua MPR RI, karena akhir-akhir ini hobi menebar hoax. Melalui pernyataan “Cemas jumlah umat Islam akan menurun dengan “diakuinya” kelompok penghayat, selain tidak pantas diucapkan oleh seorang Ketua MPR RI juga menunjukkan anda gagap dan mungkin sama sekali tidak paham sejarah perjalanan bangsa yang majemuk ini.

Pak Zulkifli Hasan, Anda layaknya Islamisme yang sedang mempolitisir Islam untuk popularitas anda dan partai anda di mata konstituen. Untuk anda ketahui, sebelum anda lahir para “Pini Sepuh” sebagaimana para pendiri bangsa lainnya ikut berjuang menegakkan negara bangsa (nation state) ini. Jangan-jangan anda juga tidak kenal dengan Mr. Wongsonegoro, K.M.R.T Radjiman Widyodiningrat dan lainnya yang secara “religi” mereka “ngelakoni” dan menghayati secara kebatinan.

Sebagai salah seorang pemerhati dan peminat kepada kelompok Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus sebagai warga negara, saya sungguh kecewa dengan pernyataan anda selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Lebih kecewa lagi karena pajak yang kami bayarkan sebagiannya untuk menggaji banyak

pejabat Negara yang nggak menghayati fungsinya malah sering memprovokasi masyarakat melalui penyebaran hoax.

Melalui surat terbuka ini, beberapa hal yang ingin saya sampaikan sekaligus saya ingin mengajari anda. Karena pada akhirnya melalui pernyataan kecemasan anda akan penurunan kuantitas umat Islam dengan diakuinya kembali kelompok penghayat, saya menjadi ragu pada kualifikasi akademis anda.

1. Sejarah keberadaan pengahyat kepercayaan, yang saya sedang “promosikan sebagai agama lokal nusantara” tidak pernah merebut umat dari agama–agama lain. Agama lokal tidak pernah mengambil seorangpun dari penganut Islam untuk murtad menjadi pemeluk/penganut kepercayaan lokal. Yang terjadi justru sebaliknya. Melalui politik mengagamakan atau yang saya sebut agamaisasi (religionisasi) justru agama-agama besar dalam hal ini tentunya Islam sebagai aktor utamanya melakukan Islamisasi

2. Sejak zaman Kolonial Belanda Islam justru yang diuntungkan secara kuantitias berdasarkan demografi keagamaan. Melalui logika “Receptio in complexo” Belanda mengeluarkan kebijakan melalui surat putusan bernomor 189 tahun 1895 yang menyatakan bahwa “Perkawinan di luar Kristen, Hindu dan Budha” harus kawin dengan cara Islam. Dengan kebijakan tersebut jelas secara tidak langsung telah terjadi pemaksaan untuk menjadi Islam yang oleh Belanda layak disebut sebagai agamanya Inlander. Jadi tegasnya Islam itu cocok bagi Inlander menurut Belanda zaman itu. Sajek saat itulah pemaksaan sistematik melalui kebijakan public penganut agama lokal dipaksa masuk Islam.

3. Pada sensus penduduk pertama zaman Belanda tahun 1930 demografi berdasarkan agama di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan rakyat Indonesia adalah, 60,7 juta jiwa dengan pengelompokan 48,7% Muslim dan 47,2 % sebagai kelompok penghayat, yang oleh Belanda disebut Animis. Saat ini Muslim berdasarkan sensus penduduk 2010 telah mencapai 87,15 %. Tegasnya yang terjadi adalah Islamisasi atau dakwaisasi/misionarisasi oleh da’i-da’i Muslim. Dan sekali lagi kelompok penghayat tidak pernah melakukan bujukan apalagi paksaan melalui kebijakan untuk memurtadkan umat Islam untuk menjadi penghayat. Karena sifatnya penghayat kepercayaan itu “ethnic religion”. Untuk memahami apa itu “ethnic religion” saya sarankan anda membaca literature “Religious Study”.

3. Selanjutnya melalui kekuasaan umat Islam dan Kristen yang kian mapan, membangun politik agama melalui modus :

a. Pendefinisian terhadap apa yang dimaksud agama. Agama didefinisikan bias nalar agama-agama Ibrahim (Yahudi, Kristen dan Islam). Memberikan kategori agama harus punya konsep Tuhan ala Timur Tengah, Wahyu, Nabi dan umat di banyak Negara, jelas-jelas merupakan agama misionaris/dakwah yang akan memurtadkan orang agama asli Nusantara, tidak sebaliknya.

b Kecemasan umat Islam yang seperti mengindap penyakit “inferiority complex” mengawasi terus-menerus keberadaan agama lokal. Pada 1960 Kementerian Agama mendirikan PAKEM. Dalam kaitan ini bicara kebenaran dalam agama bukan berdasarkan diskusi akademik dan falsafati, melainkan kebenaran yang diinginkan mayoritas, sekaligus kebenaran yang dipaksakan oleh nalar mayoritas dengan menstigma agama lokal sebagai sesat, animis dan lainnya. Padahal Islam sendiri juga tidak lepas dari unsur-unsur animism. Dan Pakem kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Agung hingga saat ini.

c. Tegasnya logika beragama di Indonesia sampai saat ini tidak lebih sebagai logika penguasaan, penundukan dan akhirnya penjajahan terhadap bangsa sendiri dengan tameng agama benar yang diyakini untuk kemudian dipaksakan.

5. Kekeliruan yang anda lakukan berikutnya adalah menyebut Penghayat Kepercayaan dengan “Aliran Kepercayaan”. Aliran mengandaikan nenek moyang kita menerima agama yang mengalir dari luar, padahal sebelum Islam dan agama-agama lainnya datang ke Indonesia, masayarakat Indonesia telah beragama, meski masih dalam narasi yang sangat sederhana. Anda sepertinya layak belajar antropologi agama pak Zulkifli Hasan).

Akhirnya, pengakuan kembali terhadap agama lokal, bukan merupakan hadiah Negara, apalagi hadiah dari Mahkamah Konstitusi (MK), melainkan amanat konstitusi itu sendiri. Hak beragama dan berkepercayaan adalah “non derogable right” yang tidak bisa dibatasi oleh siapapun, apalagi oleh seorang Ketua MPR bernama Zulkifli Hasan. Penghayat Kepercayaan yang sejak zaman Belanda, Orde Lama dan Orde Baru terus disingkirkan melalui logika politik penyingkiran (exclusionary politic), sudah selayaknya diakui eksistensi (recognisi), sebagai warga Negara yang setara dengan penganut agama lainnya.

Padang, 24 Januari 2018

Sudarto, MA

Tag:

Baca Juga

Pariaman, Padangkita.com - Wako Genius Umar menyerahkan bantuan untuk korban terdampak kebakaran di Desa Tungkal Selatan.
Genius Umar Serahkan Bantuan untuk Korban Kebakaran di Desa Tungkal Selatan
Batusangkar, Padangkita.com - Tanah Datar menaruh perhatian besar terhadap lembaga adat, budaya dan keagamaan, bahkan jadi salah satu progul.
Peningkatan Kelembagaan Adat, Budaya dan Keagamaan Jadi Progul Pemkab Tanah Datar
Batusangkar, Padangkita.com - Kini di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar telah hadir program masyarakat bantu masyarakat.
Camat Sungai Tarab Tanah Datar Inisiasi Program Masyarakat Bantu Masyarakat
Batusangkar, Padangkita.com - Rumah tak layak huni milik pasangan suami istri Iprianto dan Susianti, di Rambatan akhirnya dibangun kembali.
Gotong Royong Lintas Instansi, Rumah Tak Layak Huni di Tanah Datar Dibangun Kembali
Bukittinggi, Padangkita.com - BRI Cabang Bukittinggi menyerahkan bantuan satu unit ambulans untuk RSUD Kota Bukittinggi.
BRI Serahkan Bantuan Ambulans Senilai Rp750 Juta untuk RSUD Bukittinggi
Padang, Padangkita.com - Nursinah, 70 tahun hanya bisa terbaring di tengah rumahnya di Kampung Baru Berok, Nanggalo, Kota Padang.
Stroke dan Terbaring Sejak 7 Tahun yang Lalu, Lansia di Nanggalo Padang Dibantu Andre Rosiade