Suburnya Pasal Yang Berpotensi Membungkam Kebebasan Berekspresi dan Pers

Suburnya Pasal Yang Berpotensi Membungkam Kebebasan Berekspresi dan Pers

Ilustrasi (communityjournal.net). Diunduh dari http://voxpop.id/

Lampiran Gambar

Ilustrasi (communityjournal.net). Diunduh dari http://voxpop.id/

Padangkita.com - Saat ini DPR khususnya Komisi III bersama Pemerintah masih tetap melakukan pembahasan terhadap rumusan pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Meski sempat beredar isu bahwa RKUHP akan disahkan dalam waktu dekat akan tetapi pasca desakan masyarakat sipil melalui serangakaian aksi pada akhirnya rencana pengesahan dalam waktu dekat pun ditunda.
Meski begitu, masyarakat sipil tetap harus mengawal proses pembahasan yangs sedang berjalan. Khususnya mengenai norma pasal yang berpotensi mengkriminalisasi kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
Dalam berbagai rumusan pasal-pasal dalam RKUHP masih banyak rumusan yang berpotensi mengkriminalkan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Ketentuan yang berpotensi mengkriminalisasi tersebut adalah:
1. Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, kepala negara dan wakil kepala negara sahabat, penghinaan terhadap pemerintah
2. Penghinaan terhadap Pemerintah
3. Pencemaran nama baik
4. Fitnah
5. Penghinaan ringan
6. Pengaduan fitnah
7. Pencemaran orang yang sudah meninggal
8. Penghinaan terhadap Simbol Negara
9. Penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara
10. Penghinaan terhadap agama
11. Penyebaran dan Pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme
12. Pernyataan perasaan permusuhan atau penghinaan terhadap kelompok tertentu
13. Penghasutan untuk melawan penguasa umum
14. Penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama
15. Tindak Pidana Pembocoran rahasia
16. Penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti
17. Gangguan dan Penyesatan proses pengadilan
Poin-poin ketentuan diatas masih tetap dipertahankan dalam rumusan RKUHP hingga saat ini.
Khususnya mengenai rumusan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang mencabut pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP yang rumusannya sama dengan Pasal penghinaan presiden dan wakil preisden dalam RKUHP.
Tidak hanya pasal penghinaan terhadap presiden namun pasal penghinaan lainnya seperti prenghinaan terhadap pemerintahan yang sah, penghinaan terhadap lembaga negara, dan lainnya juga rentan menyasar siapa saja pihak-pihak yang melontarkan kritik dan aspirasinya terhadap pemerintah.
Hal tersebut disebabkan tidak jelasnya kategori perbuatan apa saja yang dianggap penghinaan atau bukan penghinaan.
Frasa “penghinaan” dalam setiap rumusan pasal menimbulkan kerancuan dan multi tafsir sehingga rentang disalahgunakan oleh aparat penegak hukum terhadap pihak yang melontarkan aspirasi dan kritiknya.
Ancaman pembungkaman juga menyasar kepada kerja-kerja jurnalistik. Rumusan pasal yang mengatur pemidanaan terhadap siapapun yang mempublikasikan sesuatu yang menimbulkan akibat sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan sangat rentang menyasar bahkan mengkriminalisasi kerja-kerja jurnalistik yang berusaha menyiarkan proses persidangan.
Selain itu delik mengenai penyebaran berita bohong juga berpotensi mengancam kerja pers dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk menyiarkan fenomena publik.
Upaya-upaya mengkriminalisasi kerja-kerja publikasi oleh pers sangat tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dan diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dengan diaturnya rumusan-rumusan tersebut maka apabila RKUHP ini disahkan maka berakibat terkekangnya kerja-kerja jurnalistik dalam menyiarkan suatu fenomena publik.
Dalam merumuskan RKUHP khususnya mengani pasal-pasal yang bersinggungan dnegan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers telah secara jelas DPR bersama Pemerintah dalam melakukan penyusunan tidak didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan terkait seperti UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan  UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Berdasarkan hal di atas, kami masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menyatakan sikap:
1. Mendesak Pemerintah dan DPR menghormati jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sudah diatur dalam Konstitusi, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam melakukan perumusan atas pasal-pasal dalam RKUHP;
2. Meminta pemerintah dan DPR mencabut rumusan pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers;
3. Meminta pemerintah dan DPR mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Khususnya hak kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kebebasan pers, dlaam membuat rumusan dan ketentuan dalam RKUHP;
Jakarta, 13 Februari 2018
Hormat kami,
Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers
LBH Pers, AJI Indonesia, AJI Jakarta, SAFENET, Remotivi, MAPPI, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
(Rls)
Tag:

Baca Juga

Wartawan Singgalang Ikut Asia Pasific Press Program Selama 4 Bulan di China
Wartawan Singgalang Ikut Asia Pasific Press Program Selama 4 Bulan di China
DPD RI Harap Pers Menjadi Oase di Tengah Panasnya Persaingan Politik 2024
DPD RI Harap Pers Menjadi Oase di Tengah Panasnya Persaingan Politik 2024
Mahfud MD Tegaskan Kekuasaan Pemerintah adalah Residu dari Hak Asasi dan Demokrasi
Mahfud MD Tegaskan Kekuasaan Pemerintah adalah Residu dari Hak Asasi dan Demokrasi
Padang, Padangkita.com - Aulia Rizal terpilih dan resmi menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) Padang.
Aulia Rizal, Advokat Lulusan Unand Terpilih Jadi Direktur LBH Pers Padang
Komunitas pers revisi UU ITE, kebebasan pers, revisi UU Ite
Komunitas Pers Desak Pemerintah Revisi UU ITE, Ini Alasannya
Editor Metro TV Tewas
Editor Metro TV Ditemukan Tewas di Pinggir Tol, Ini 8 Faktanya