Mereka Yang Memecah Ombak Ketertinggalan di Pantai Padang

Mereka Yang Memecah Ombak Ketertinggalan di Pantai Padang

Komunitas Tanah Ombak (Foto: Yose)

Lampiran Gambar

Komunitas Tanah Ombak (Foto: Yose)

Padangkita.com - Fachri, 9, terus menggoreskan pensil di lembaran kertas putih buku menggambar. Gambarnya bertema bentangan alam penuh warna-warni seperti warna rambutnya yang mencolok. Semburat gambarnya mewarnai aktivitas di Tanah Ombak, Minggu (23/4) siang.

Fachri tidak sendirian, ada puluhan anak yang sama dengannya. Menggoreskan pensil warna pada lembaran kertas yang tersedia di meja belajar. Selain menggambar, ada juga yang bermain gitar, mengisi buku tabungan, dan membaca.

Mereka adalah anak pasia— stigma nakal, susah di atur, sering bicara kotor yang disematkan pada anak-anak yang tinggal di kawasan pinggir pantai.

Siang itu, ada enam anak muda yang menjadi tutor bagi mereka. Anak-anak ini menjadi urat nadi literasi di Tanah Ombak. Di rumah dengan luas 250 meter persegi ini, ada dua orang yang setia mendampingi yakni Syuhendri Datuak Siri Marajo dan Yusrizal KW.

Dua orang ini konco erat, tercatat membidani komunitas yang beralamat di jalan Purus 3 no. 30E, Kota Padang tersebut.

“Tanah Ombak sudah ada sejak akhir tahun 2014, tapi secara akta (badan hukum), tercatat pada 7 Juli 2015,” ujar Syuhendri.

Oleh keduanya, Tanah Ombak adalah lautan kebaikan. Di sana, benih-benih penebas stigma ketertinggalan dalam bidang pendidikan dan lingkungan di tanam.

Tanah Ombak, menjadi ladang bagi anak-anak bercocok masa depan, dengan bibit bacaan, dunia gambar, musik, dan terpenting mengubah prilaku.

Di sana, anak-anak pasia mengurai proses kreatif melalui seni menggambar, seni rupa, teater, bacaan dan proses kreatif seperti animasi.

“Rata-rata 20 orang anak-anak sekitar sini (Purus) aktif di Tanah Ombak. Tapi pada hari tertentu seperti Minggu ini, kadang capai 65 orang,” bilang Syuhendri.

Syuhendri dan KW begitu sapaan Yusrizal, adalah dua orang yang sudah lama berkecimpung di dunia sastra dan budaya.

Syuhendri lebih banyak bergelut dalam ranah budaya khususnya teater. Dia juga kolomnis budaya di sejumlah media lokal.

Syuhendri merupakan pendiri Teater Noktah. Pemain teaternya kebanyakan anak muda dan anak-anak. Sehingga, berkegiatan sama anak muda dan anak-anak sudah biasa dilakoninya.

Sementara KW selama ini dikenal sebagai wartawan cum sastrawan. Dia juga piawai ‘membina’ anak-anak lewat Sanggar Pelangi dan mendirikan situs literasi anak-anak, www.inioke.com.

Lampiran Gambar

Kegiatan di Tanah Ombak (Foto: Yose)

Ada anekdot, KW adalah Omnya banyak anak-anak; merujuk pada anak-anak di Padang yang berkegiatan terater, tulis menulis, dibawah binaan KW. Hal demikian menggambarkan saking dekatnya KW pada dunia anak-anak.

Ihwal Tanah Ombak, bermula dari migrasi kembali Syuhendri ke lingkungan yang ditempati Tanah Ombak sekarang, setelah berkelana bertahun-tahun di Padang.

Rumah yang ditempati Tanah Ombak sekarang merupakan milik mertuanya. Gempa tahun 2007, merusak rumah tersebut, sehingga sempat di tinggal beberapa tahun, sebelum ditempati kembali tahun 2014.

Sepanjang tujuh tahun, Syuhendri kadang tidur di ruangan usaha milik KW seperti Visigraf, kadang pergi ke Yogyakarta (istri dan anaknya tinggal), sempat pula mengontrak rumah, dan sempat lama juga tinggal di Taman Budaya Sumatera Barat.

Sehari-hari, Syuhendri bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di UPTD Taman Budaya Sumatera Barat.

Di kampungnya, Nagari Balingka, Kabupaten Agam, Syuhendri menjadi pimpinan kaum dengan gelar Datuak Siri Marajo. Memangku gelar adat, sering pula Syuhendri tempat bertanya bagi banyak orang prihal urusan adat Minang.

Tahun 2014, Syuhendri kembali ke rumah mertua. Dia memperbaiki yang rusak. Setelah itu, menyediakan ruang latihan bagi anak-anak Teater Noktah.

Syuhendri juga membuka pintu bagi siapa pun terutama anak-anak di kawasan Purus, yang ingin belajar teater. Lambat laun, bukan hanya menjadi ruang latihan teater, tapi berkembang menjadi tempat membaca bagi anak-anak sekitar.

Pasalnya, di rumah tersebut tersedia juga buku-buku yang bebas diakses oleh masyarakat setempat.

Suatu waktu, cerita Syuhendri, KW datang, lalu keluar celetukan dengan nada, perlu di branding apa yang dilakukan Syuhendri tersebut. Akhir kata, terlontar dari KW untuk memberi nama Komunitas Tanah Ombak.

“Memilih kata ombak karena ombak itu selalu bergerak dinamis,” ujar Suhendri yang juga diamini oleh KW.

Syuhendri mengatakan, ada 4 syarat untuk bergabung ke Tanah Ombak, yakni tidak boleh bicara jorok, dilarang main fisik, harus menjaga kebersihan sanggar dan lingkungan, dan belajar menyimak materi dan menceritakan kembali.

Perpaduan duo konco ini mulai terlihat pada aktivitas Komunitas Tanah Ombak hingga saat ini. Sentuhan KW mulai kentara dengan ciri khas, anak membaca dan menulis. Sementara Syuhendri memberi sentuhan, anak mempraktikkan apa yang mereka pelajari lewat teater.

Salah satu gagasan mereka yang paling menarik tentu Hantu Buku Malam Jumat. Program ini diluncurkan pada 15 September 2016 dengan misi donasi buku untuk menambah koleksi buku Tanah Ombak.

KW mengatakan, Hantu Buku Malam Jumat adalah parodi atau praktik teater bagi anak-anak Tanah Ombak untuk menyindir, pustaka-pustaka besar berdiri di kota, tapi sepi dikunjungi.

Justru hantu yang kemudian menghuni, lalu mulai melirik buku untuk mereka baca. Hantu tersebut bertandang ke Tanah Ombak, menyindir kenapa manusia tidak lagi suka ke perpustakaan, tidak lagi suka membaca, kok bisa kalah sama hantu.

KW menjelaskan, hantu dianggap sebagai media untuk memotivasi orang (anak-anak) membaca dan mempertunjukkan hasil bacaan dengan cara diceritakan kembali.

Lampiran Gambar

Yusrizal KW, Salah satu pendiri Tanah Ombak bersama anak-anak di Komunitas Tanah Ombak (Foto : Yose)

Setelah Hantu Buku Malam Jumat, ide lain juga mengalir. Teranyar tentu saja Vespa Pustaka Keliling Tanah Ombak.

Vespa Pustaka diluncurkan 23 Februari 2017, dengan harapan menjangkau kampung-kampung agar mayarakatnya membaca.

Literasi dengan pola jemput bola ini terus menderu dengan moda 2 vespa saat ini. “Dalam waktu dekat akan kita tambah lagi dua vespa seken,” ujar KW.

Vespa Pustaka sementara hanya bisa beroperasi sore, dengan lokasi antara lain di kawasan Siti Nurbaya, pinggiran Muara Batang Harau.

Menurut KW, antusiasme masyarakat terhadapnya pustaka berjalan ini sangat tinggi. Sehingga terkadang ada permintaan, Vespa Pustaka berdiri sejak pagi di lokasi yang disinggahi secara rutin.

Namun, hal demikian tentu belum bisa dipenuhi, mengingat biaya operasional tentu membengkak. Terlebih, operasionalnya masih bergantung pada kocek pribadi.

"Peminat banyak, sementara kita belum mampu," ujar KW.

Kendati terbatas dalam beberapa aspek, seturut diskusi dengan masyarakat di lingkungan sekitar, sepak terjang Syuhendri dan KW dengan Tanah Ombaknya telah memberi oase di kawasan tersebut.

"Dua orang itu (Syuhendri dan KW) menjadikan lingkungan kita berseri. Dulu anak-anak keluyuran entah ke mana, sekarang mereka menghabiskan waktu di Tanah Ombak. Lingkungan kita juga penuh pot bunga, hal yang sebelumnya tidak ada,” jelas Efi Maryam, 52, warga setempat.

Efi merasakan betul, anaknya yang selama ini sudah di atur, suka bacaruik (kata kotor di Minang), saat ini sudah jarang terjadi.

Meski perubahan sudah terasa, Syuhendri dan KW merasa belum mencapai pelabuhan akhir yang di tuju. Bagi mereka berdua, pendulum harus terus di genggam, agar kapal terus melaju dalam menaklukan ombak ketertinggalan. (Yose Hendra)

Baca Juga

Perantau Yakin Andre Rosiade Bisa Tuntaskan Pembangunan Jalan Tol di Sumbar
Perantau Yakin Andre Rosiade Bisa Tuntaskan Pembangunan Jalan Tol di Sumbar
Calon Wali Kota Padang
Calon Wali Kota Padang
Pemko Padang Lelang 64 Mobil, Cek di Sini Daftar Kendaraan, Syarat dan Ketentuannya
Pemko Padang Lelang 64 Mobil, Cek di Sini Daftar Kendaraan, Syarat dan Ketentuannya
Alokasikan Rp137 Miliar, Pemprov Target Perbaikan Jalan Rusak Tanah Datar selesai 2024
Alokasikan Rp137 Miliar, Pemprov Target Perbaikan Jalan Rusak Tanah Datar selesai 2024
Ada Perubahan, Ini Aturan Terbaru soal One Way Padang – Bukittinggi dan Pembatasan Angkutan
Ada Perubahan, Ini Aturan Terbaru soal One Way Padang – Bukittinggi dan Pembatasan Angkutan
Gubernur tak Melaporkan Bupati Solok, Cuma Meneruskan Surat Ketua DPRD ke Kemendagri
Gubernur tak Melaporkan Bupati Solok, Cuma Meneruskan Surat Ketua DPRD ke Kemendagri