Konflik Tanah Ulayat dalam Pentas "The Margin of Our Land"

Konflik Tanah Ulayat dalam Pentas "The Margin of Our Land"

Teater Margin (Foto: Ist)

Lampiran Gambar

Teater Margin (Foto: Ist)

Padangkita.com - Sebuah karya tari-teater kontemporer dengan tema "The Margin of Our Land" akan dipentaskan di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, Padang, selama 2 hari, Jumat-Sabtu, 9-10 Februari 2018.

koreagrafi "The Margin of Our Land" Ali Sukri mengatakan tari-teater "The Margin of Our Land" merupakan hasil kolaborasi berbagai disiplin seni yang berbasis penelitian, penciptaan, dan penyajian seni yang menceritakan tentang tanah pusaka (ulayat) atau ganggam bauntuak di Nagari Kapalo Hilalang, Padang Pariaman.

"Penciptaan seni yang berbentuk tari-teater berangkat dari kondisi sosial budaya Minangkabau tentang tanah ulayat atau ganggam bauntuak yang sepanjang sejarahnya selalu bermasalah, terutama jika terkait dengan upaya ekonomi atas nama investasi. Kami menyajikannya dalam bentuk pertunjukan seni di atas panggung dengan mengelaborasikan tari-teater-musik. Karya ini berangkat dari riset dan penelitian," kata Senin (05/02/2018).

Menurutnya, dasar penciptaan seni yang berbentuk tari-teater ini mencoba memaksimalkan potensi seni tradisi Minangkabau yang diolah menjadi bentuk kekinian (modern dan kontemporer).

Dalam tari-teater "The Margin of Our Land" merepresentasikan karya seni kontemporer dengan basis idiom garak-garik dan simbol dalam seni tradisi dan musik Minang dengan tafsir dan pemahaman dalam konteks kekinian.

"Titik inspirasi "The Margin of Our Land" ialah tradisi silek tuo Minang dan seni ulu ambek yang hidup di Padang Pariaman hingga kini," kata Ali Sukri.

Terkait dengan teater dan keaktoran laku pemain, menurut Kurniasih Zaitun atau Tintun, "The Margin of Our Land" mengangkat konflik klasik yang kerap terjadi di ranah Minang, yaitu soal tanah ulayat (ganggam bauntuak). Laku aktor (teater), menekankan pada representasi tubuh para pemain dan properti yang diusung ke atas pentas.

"Kekuatan utamanya pada tubuh dan properti multifungsi yang dimainkan aktor di atas pentas. Laku tubuh aktor bersinergi dengan komposisi koreografi. Ini sebuah karya tari-teater kontemporer dengan basis riset yang mendalam," kata Tintun.

"The Margin of Our Land" mengisahkan orang Minang yang tak bisa dipisahkan dengan tanah ulayat, yang meripakan harga diri kaum (suku). Pemain dalam laku ini merepresentasikan setiap karakter dan konflik yang menelikungnya dengan pemahaman yang kuat," jelas Tintun.

Bundo kanduang sebagai benteng terakhir pemilik tanah ulayat di Minang, berada pada posisi dilematis. Konflik-konflik yang menelikung itu dinarasikan dalam garak-garik tubuh penari, diliriskan aktor teater dengan karakter yang kuat, dan musik yang dibangun sebagai penguat suasana pertunjukan," tambah sutradara perempuan ini.

Sahrul N, Ketua Peneliti dari program ini mengatakan, "The Margin of Our Land" merupakan satu karya dari trilogi karya seni tari-teater dengan masing-masing tema berbeda tapi tetap dalam kerangka problem tanah dan penghuninya.

"The Margin of Our Land� satu episode pertama dari tiga rangkaian (trilogi) dengan tema tanah ulayat. Episode kedua mengangkat soal reklamasi, dan ketiga tentang garis batas Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Sahrul N, yang menyelesaikan doktornya di ISI Solo ini.

Pada musik, kata komposer Elizar, musik tradisi Minang, sebagai pendukung utama "The Margin of Our Land" diberi makna baru dengan memadukan teknologi saat ini.

"Musik yang dimunculkan bukan nada-nada yang manis dan tertata, tapi penekanannya lebih kepada musik eksperimentatif," kata sosok ramah yang akrab disapa Aku ini.

Kolaborasi Antarkomunitas

Selain koborasi dalam proses kreatif, pertunjukan yang digelar persis di puncak peringatan Hari Pers Nasional 2018 ini, juga terselenggara berkat sinergi dan kolaborasi antarkomunitas di Padang dan Padang Panjang.

"Penyelenggaraan pementasan "The Margin of Our Land" merupakan hasil dari kerja sama dan kolaborasi antarkomunitas seni. Komunitas itu ialah Komunitas Seni Nan Tumpah Padang Pariaman, Komunitas Seni Hitam-Putih Padang Panjang, Sukri Dance Theater, dan AKSI-Padang. Masing-masing komunitas bekerja sesuai fungsi dan tanggung jawab sesuai pembagian kerja. Ini mungkin yang pertama dilakukan di Sumbar," kata Nasrul Azwar, penanggung jawab produksi dari Aliansi Komunitas Seni Indonesia (AKSI).

Sementara itu, untuk tata kelola dan manajemen penonton serta publikasi dalam penyelenggaraan pementasan "The Margin of Our Land" ditangani khusus dari Manajemen Komunitas Seni Nan Tumpah Padang Pariaman yang berpengalaman dalam berbagai kegiatan pementasan.

"Manajemen dan tata kelola penonton dan publikasi khusus ditangani Komunitas Seni Nan Tumpah. Mereka berpengalaman untuk bidang ini karena beberapa kali selenggarakan iven pertunjukan berjalan sukses. Mereka juga punya penonton yang solid," tambah Yunisa Dwiranda, Pimpinan Komunitas Seni Nan Tumpah.

Selain kolaborasi antarkomunitas itu, tambah perempuan yang akrab disapa Ica ini, penyelenggaraan pementasan tari-teater "The Margin of Our Land" juga didukung Dinas Kebudayaan Sumbar dan Taman Budaya Sumatera Barat, serta berbagai pihak yang ikut berkontribusi.

Tag:

Baca Juga

Daftar Film Indonesia Tersukses Sepanjang Tahun 2021
Daftar Film Indonesia Tersukses Sepanjang Tahun 2021
Pevita Pearce Masuk Nominasi Perempuan Cantik Dunia
Pevita Pearce Masuk Nominasi Perempuan Cantik Dunia
Amanda Manopo Raih Penghargaan Internasional Atas Perannya Sebagai  Andin di Ikatan Cinta
Amanda Manopo Raih Penghargaan Internasional Atas Perannya Sebagai  Andin di Ikatan Cinta
Sandiaga Uno: Juara LIDA 2021 Iqhbal Pelaku Ekonomi yang Harus Didukung Bersama
Sandiaga Uno: Juara LIDA 2021 Iqhbal Pelaku Ekonomi yang Harus Didukung Bersama
Reaksi Slipknot Pasca-Meninggalnya Joey Jordison, Unggah Feed Hitam Gelap
Reaksi Slipknot Pasca-Meninggalnya Joey Jordison, Unggah Feed Hitam Gelap
Berita Pariaman, Indahnya Pantai Pauh, Destinasi Wisata Baru di Pariaman, Sumbar, Sumatra Barat Terbaru Hari Ini
Indahnya Pantai Pauh, Destinasi Wisata Baru di Pariaman