Istana Bung Hatta
Setelah puluhan tahun tak menginjak tanah Bukittinggi, Hatta akhirnya kembali pada Juni 1947 atau menjelang agresi militer Belanda pertama (Juli 1947). Kini, anak Aua Tajungkang itu sudah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.
Kedatangan Hatta di Bukittinggi menurut Mestika Zed merupakan upaya pemerintah Indonesia yang saat itu masih sangat muda, untuk menggalang kekuatan dan berkonsolidasi dengan tokoh–tokoh Sumatera, khususnya Sumatera Barat. Hatta di Bukittinggi dan Bung Karno di Jogjakarta untuk konsolidasi dengan tokoh di Pulau Jawa. Apalagi menurutnya saat itu kekuatan republik masih sangat lemah.
Dengan berkantornya Hatta di Bukittinggi, maka kota berhawa sejuk itu menjadi ibukota kedua Republik Indonesia setelah Jogjakarta. Itupulalah untuk pertama kalinya seorang wakil presiden datang ke Sumatera.
“Tentu banyak alasan mengapa Hatta ditempatkan di Sumatera. Salah satu adalah kekuatan republik masih lemah, kekuatan bersenjata belum juga belum terkoordinasi dengan baik. Jadi ada konflik lokal, ada keinginan daerah untuk bertemu langsung pemimpin pusat, maka datanglah Hatta;” ungkap Mestika.
Di Bukittinggi, selama delapan bulan Hatta berkantor di bekas rumah Residen Belanda, tepat di depan Jam Gadang. Kini gedung itu dinamakan Istana Bung Hatta, atau sebelumnya Gedung Tri Arga (1958).
Selama itu pula Hatta sering turun ke bawah menyapa rakyat, mengadakan pertemuan dengan para pemimpin daerah, serta menggalang kekuatan republik yang saat itu masih dirongrong Belanda.
Kini Istana Bung Hatta menjadi salah satu ikon kota Bukittinggi yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Gedung dengan latar Gunung Singgalang jika dilihat dari Jam Gadang ini kerap menjadi tempat pertemuan. Bahkan pada Oktober 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berkantor selama empat hari di tempat yang sama.
Selanjutnya...