Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 dengan nama Muhammad Athar. Ia terlahir dari perpaduan keluarga saudagar dan ulama. Ibunya, Saleha putri keluarga saudagar di Bukittinggi, sementara sang Ayah, Muhammad Jamil adalah putra dari Syekh Abdurrahman, ulama besar Minangkabau dari Batu Hampar, Kabupaten Limapuluh Kota.
Menurut Sejarawan Mestika Zed, perpaduan dua keluarga ini ikut membentuk karakter Hatta yang dekat dengan rakyat.
Baca juga : Bung Hatta dan Dua Mimpinya yang Tak Pernah Terbeli
“Dengan pengajaran dan didikan sang kakek, ayah gaeknya di Batu Hampar dan seorang pedagang (pihak ibu) dengan suasana demokrasi Minangkabau, Hatta sesungguhnya tidak membuat dinding sekat dengan rakyat dan peduli dengan rakyat dan memikirkan rakyat” ujar Mestika Zed saat ditemui dikediamannya, 2 Agustus 2017.
Surau Syekh Djamil Djambek
Hanya berjarak 100 meter dari Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta, berdiri bangunan beton berlantai tiga. Itulah Surau Inyiak Djambek, tempat dimana Hatta belajar semasa kecil.
Di Surau ini Hatta kecil belajar kepada Syech Muhammad Djamil Djambek (Inyiak Djambek), seorang ulama pembaharu di Minangkabau. Inyiak Djambek juga teman dekat Inyiak Rasul, ayah Buya Hamka, serta ayah dari tokoh PRRI Kolonel Dahlan Djambek.
Menurut Mestika Zed, di Surau Inyiak Djambek atau yang juga dikenal dengan Surau Tangah Sawah itulah, Hatta belajar mengaji bersama kakak perempuannya, Rafiah. Kini jalan sawah yang dulu selalu diinjak Hatta, telah menjadi jalan besar yang ramai dilalui kendaraan dan warga yang berbelanja di Pasar Aua Tajungkang.
“Jadi pagi-pagi dengan suluh di tangan, di pematang sawah, pergi berjalan kesana. Jadi Hatta kecil sebetulnya tumbuh dan besar dilingkungan perkotaan, pada saat yang sama dia juga menghirup suasana keagamaan” ujar Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang itu.
Dessiwarti (59) Penjaga Rumah Kelahiran Bung Hatta menuturkan, seperti layaknya anak–anak Minang saat itu, Hatta juga belajar dan tidur di Surau Inyiak Djambek. Itulah sebabnya, kamar tidur Hatta berada di bagian belakang rumah, atau terpisah dari bangunan utama.
“Kalau Bapak Bung Hatta itu dulu, umur lima tahun sudah tidur ke surau, suraunya itu bernama Surau Syekh Djamil Djambek, dekat pasar. Disitulah beliau dulu belajar mengaji, belajar apa aja, adat istiadat Minangkabau, belajar apa yang beliau butuhkan dari Syekh Djamil Djambek, guru agamanya,” ujar Dessi yang telah menjaga Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta selama 21 tahun, kepada Padangkita.com (4/8/2017).
Selain belajar di Surau, Hatta kecil juga belajar di Sekolah Rakyat (SR). Menurut Mestika Zet, Hatta awalnya sekolah di sekolah rakyat kelas dua, atau sekolah untuk pribumi bersama kakaknya, yang berada di sekitar Stasiun Kereta Api Bukittinggi, kemudian karena sering terputus ia pun pindah ke ELS atau Europeesche Lagere School.
Setamat itu, Hatta kemudian bersekolah di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), yang bangunannya kini ditempati SMP Negeri 1 Padang. Setelah itu, selama dua puluh tahun, Hatta tak lagi pulang kampung, karena melanjutkan sekolah di Jakarta dan Belanda.
Selanjutnya...