Padangkita.com - Tujuh orang eksaminator putusan praperadilan Setya Novanto menilai hakim Cepi Iskandar telah melakukan penyimpangan dalam memutus permohonan praperadilan Setya Novanto. Penyimpangan itu terutama terkait pengabaian asas hukum acara pidana, yaitu asas lex spesialis derogat legi generalis, peradilan cepat, dan audi et alteram partem.
Menurut para eksaminator hakim Cepi tidak mempertimbangkan kekhususan UU KPK, padahal sesuai asas lex spesialis derogat legi generalis, ketentuan mengenai penyelidikan dan penyidikan dalam KUHAP juga diatur dalam UU KPK, sehingga harusnya ketentuan dalam KUHAP dikesampingkan oleh ketentuan dalam UU KPK.
Pelanggaran asas peradilan cepat terjadi karena sesuai Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP, gugatan praperadilan sudah harus diputus selambat-lambat dalam waktu 7 hari. Pada kenyataannya, permohonan ini diputus melewati waktu yang ditentukan, yaitu selama waktu 25 hari.
Pelanggaran asas audi et alteram partem terjadi karena hakim tidak memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak untuk mengajukan bukti-bukti guna memperkuat dalil dan bantahannya.
Selain itu, menurut para eksaminator dalam memutus perkara praperadilan Setya Novanto hakim Cepi telah melampaui kewenangan praperadilan karena telah melakukan pemeriksaan terhadap kualitas alat bukti dan memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto dalam diktum putusan.
“Pemeriksaan terhadap kualitas alat bukti seharusnya dilakukan dalam pemeriksaan pokok perkara” ujar Rony Saputra, salah satu eksaminator, Senin (20/11/2017).
Hakim praperadilan seharusnya hanya menguji ihwal apakah sudah terpenuhi syarat minimal dua alat bukti untuk menetapkan tersangka, bukan menilai kualitas alat bukti. Dalam putusan praperadilan ini, hakim bukan hanya menilai ada atau tidaknya dua alat bukti secara kuantitatif, melainkan telah masuk pada pemeriksa pokok perkara terkait keabsahan alat bukti.
Hal ini disampaikan oleh para eksaminator yang terdiri dari Prof. Dr. Elwi Danil, SH., MH. (Guru Besar Hukum Pidana FH Unand), Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH., MH (Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH Univ. Katolik Parahyangan, Bandung), H. Ilhamdi Taufik, SH., MH., (Wakil Ketua LKBH FH Unand), Gandjar Laksmana Bonaprapta, SH., MH. (Pakar Hukum Pidana FH Universitas Indonesia), Yoserwan, SH., MH., LL.M (Pakar Hukum Pidana FH Unand), Sudi Prayitno, SH., LL.M (Advokat), dan Rony Saputra, SH., MH. (Advokat) dalam seminar eksaminasi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel, di Fakultas Hukum Universitas Andalas Senin 20 November 2017.